"Systemiq" meluncurkan laporan kajian kebijakan pengelolaan sampah berjudul "Membangun Tata Kelola Kuat dan Pendanaan yang Memadai untuk Mencapai Target-Target Pengelolaan Sampah Indonesia" yang berlangsung secara daring pada, Selasa (30/11).

"Kajian ini bukan saja berdasarkan pengalaman dan data-data riil dari implementasi di lapangan, tapi juga menganalisa praktik-praktik terbaik di negara lain," ujar Program Manager Policy and Governance Systemiq, Lincoln Rajali Sihotang dalam siaran pers yang diterima di Surabaya, Rabu.

Selain itu, kata dia, temuan-temuan awal dikonsultasikan dengan kementerian, lalu para ahli serta pemangku kepentingan terkait untuk mendapatkan hasil kajian komprehensif.

Systemiq bekerja sama dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) dan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi).

Kemudian juga dengan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi), serta didukung oleh Kedutaan Besar Norwegia di Indonesia.

Pemerintah Indonesia telah menetapkan target nasional utama terkait pengelolaan sampah dan pengurangan sampah plastik laut, yaitu 30 persen pengurangan sampah, 70 persen penanganan sampah pada tahun 2025 serta 70 persen pengurangan sampah plastik laut pada 2025.

Berdasarkan laporan National Plastic Action Partnership (NPAP) dan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), saat ini baru sekitar 39 persen hingga 54 persen sampah di Indonesia yang telah terkelola dengan baik.

Hal ini mengakibatkan sekitar 30 hingga 40 juta ton sampah (3–4 juta di antaranya berupa sampah plastik) mencemari lingkungan setiap tahunnya.

Selain itu, meskipun Indonesia telah membangun berbagai fasilitas Tempat Pengolahan Sampah Reduce Reuse Recycle (TPS3R) dan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), hanya sekitar 55 persen dari total TPS3R dan 59 persen dari total TPST yang dilaporkan aktif.

Demikian pula dengan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), setiap tahunnya semakin banyak TPA saniter dan terkendali berubah menjadi fasilitas open dumping.

Sementara itu, kajian kebijakan pengelolaan sampah yang dilakukan Systemiq dilakukan selama sekitar 18 bulan, telah berhasil mengidentifikasi akar penyebab dari dua tantangan utama.

Hasil akhir dari kajian tersebut telah disusun dalam laporan akhir dan secara resmi diluncurkan Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kemenko Marves, Nani Hendiarti.

"Kami berharap hasil kajian ini dapat dimanfaatkan sebagai salah satu rujukan oleh seluruh pemangku kepentingan bagi pengembangan kebijakan dan kolaborasi bersama dalam pengelolaan sampah baik di pusat maupun di daerah," kata Nani.

Sedangkan, Duta Besar Norwegia untuk Indonesia, H.E. Rut Kruger Giverin menyampaikan saat ini dunia menghadapi sejumlah permasalahan besar, seperti krisis iklim dan pandemi COVID-19, namun juga menghadapi krisis sampah.

"Untuk dapat berhasil mengatasi permasalahan ini, kita membutuhkan pendekatan komprehensif. Faktanya, sebagian besar sampah di lautan berasal dari daratan," katanya.

Menurut dia, pengelolaan sampah yang baik merupakan kunci dan harus melibatkan masyarakat, pemerintah di tingkat lokal maupun nasional, termasuk sektor swasta.

"Sehingga dapat mengurangi tingkat kebocoran sampah ke laut," tutur H.E. Rut Kruger Giverin. (*)

Pewarta: Fiqih Arfani

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021