Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menerapkan kebijakan 10 persen aparatur sipil negara (ASN) di masing-masing tempat kerja lingkup Pemerintah Kota Surabaya wajib dites usap guna mengantisipasi lonjakan kasus COVID-19.

Kepala Bagian Humas Pemkot Surabaya Febriadhitya Prajatara di Surabaya, Senin, mengatakan, kebijakan itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) bernomor 001.1/13997/436.7.2/2021 tentang Antisipasi Lonjakan Kasus COVID-19 Melalui Penemuan Kasus Aktif. 

"Insyaallah akan dimulai pada 24 November 2021. Kami akan memulai dari instansi Pemkot Surabaya, yakni ASN terlebih dahulu. Hal ini untuk memberikan contoh terkait strategi dari Pemkot Surabaya untuk penemuan kasus," kata Febri, sapaan akrabnya.

Febri menjelaskan mulai 24 November 2021 Pemkot Surabaya akan menerjunkan tim gabungan dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya, kecamatan dan kelurahan. 

Nantinya, para ASN yang akan dites usap tersebut ditentukan secara acak.

"Tim dari Dinkes akan melakukan tes usap keliling di kantor-kantor. Peserta yang akan dites usap nanti akan dipilih karena akan didata, berapa warga yang dari dalam dan luar Kota Surabaya yang mungkin mereka berasal dari wilayah yang sedang ada pasien COVID-19," ujarnya.

Selain itu, ia mengaku bila telah berkirim surat kepada setiap perusahaan negeri dan swasta di Kota Surabaya untuk menangkap sampling tersebut. Meski demikian, pelaksanaan ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan Swab Hunter yang terus dilakukan di Kota Surabaya.

"Kami mencoba untuk melakukan peningkatan dari Swab Hunter. Untuk pelaksanaan Swab Hunter sendiri tetap dilakukan dan juga melaksanakan pencarian sampling dari masing-masing kantor dengan 10 persen dari jumlah karyawan," katanya.

Menurut ia, pelaksanaan tes usap tersebut juga dilihat dari beberapa jumlah peningkatan pasien COVID-19, yang sedang dirawat di Asrama Haji.

Febri menuturkan pada dua sampai tiga pekan terdapat sedikit lonjakan dari kasus COVID-19 di Kota Surabaya.

"Biasanya di Asrama Haji hanya tujuh pasien, terus sampai 8-9 pasien, tapi sekarang ada 11-14 pasien. Ini harus diantisipasi, walaupun kita melihat kondisi orang tersebut hanya sebatas OTG (orang tanpa gejala) saja," ujar dia.

Oleh karena itu, Febri berharap masyarakat Kota Surabaya tidak meremehkan pandemi COVID-19 di masa PPKM Level 1 sebab dalam penanganan COVID-19 membutuhkan tanggung jawab dan gotong-royong semua elemen. 

"Ini tidak bisa diremehkan, meskipun terjadi peningkatan sekian persen. Maka dari itu, Pemkot Surabaya melakukan antisipasi. Untuk seluruh warga dan elemen Kota Surabaya harus saling menjaga agar tidak terjadi lonjakan kasus COVID-19," katanya.

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021