Relawan Puan Maharani yang biasa disebut HaloPuan menyosialisasikan manfaat kelor untuk melawan stunting atau kekerdilan di Kabupaten Bogor bekerja sama kader Posyandu Desa Cijujung, Kecamatan Sukaraja.

Koordinator relawan HaloPuan, Poppy Astari, dalam siaran persnya di Surabaya, Selasa mengatakan kegiatan ini merupakan upaya kepedulian para relawan kepada kesehatan kaum perempuan dan anak-anak.

"Karena itu, melalui HaloPuan, kami ingin terus menyosialisasikan bahaya dampak stunting," ucapnya.

Ia mengatakan, penggunaan daun kelor juga bertujuan untuk menggali kekayaan alam Nusantara.

Ia menjelaskan, bubuk yang dibuat dari daun kelor juga sudah diakui kekayaan mikro nutrisinya oleh Badan Kesehatan Dunia atau WHO.

"WHO bahkan telah memanfaatkan bubuk kelor untuk mengatasi malnutrisi dan kelaparan di Afrika," tuturnya.

Sementara itu, HaloPuan, kata dia, memfokuskan gerakan melawan stunting di Jawa Barat, karena angka kejadian stunting-nya cukup tinggi, di kisaran 30-40 persen.

"Kami sudah melakukannya di Garut dan Sukabumi, dan kini di Bogor, ke depannya kami akan bergerak ke Tasikmalaya, Ciamis, Pangandaran, Majalengka, Kuningan, Cirebon, Indramayu, dan Bandung," ujarnya.

Ia menjelaskan, meski fokus di Jawa Barat, namun melalui penyebaran berita di media dan media sosial, HaloPuan berharap gaung gerakan melawan kekerdilan ini bisa menjangkau seluruh wilayah Indonesia.

"Ibu Puan Maharani memandang upaya menurunkan angka kejadian stunting tak bisa diserahkan kepada program pemerintah saja, tapi juga memerlukan keterlibatan peran warga masyarakat," kata Poppy.

Oleh karena itu, dalam setiap kegiatan HaloPuan selalu bergotong royong dengan Puskesmas, bidan, kader Posyandu dan kader PDI Perjuangan di daerah.

"Oleh karena itu semboyan kami di HaloPuan adalah ‘Bergerak Bersama Warga’ karena kami tahu kami tak mungkin bergerak sendirian," lanjut Poppy.

Poppy menjelaskan bahwa kekerdilan tidak hanya berkaitan dengan kondisi ekonomi suatu keluarga, tapi lebih daripada itu dengan pola asuh dan pola makan.

"Jika orang tua merasa cukup dengan memberi balita atau anak-anak mereka makanan yang itu-itu saja, maka ketidakseimbangan gizi akan terjadi, terutama di 1.000 hari pertama kehidupan," katanya.

Pewarta: A Malik Ibrahim

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021