Mahasiswa program studi (prodi) Arsitektur Universitas Kristen Petra Tan Stanisia Finley Buwono meraih Bronze Winner dalam kompetisi ARCASIA Thesis of The Year Award (TOY) 2021 yang digelar secara daring.
"Senang sekali akhirnya bisa menguji hasil tugas akhir saya dengan karya TA mahasiswa dari negara lain. Sebuah kesempatan bertukar ide dari budaya yang berbeda. Puji Tuhan sebuah prestasi yang membanggakan dan bisa menambah portofolio saya kedepannya," ujar Stanisia di Surabaya, Rabu.
ARCASIA TOY 2021 merupakan wadah bagi sekolah arsitektur di negara-negara anggota ARCASIA yang terdiri dari 21 negara Asia untuk menunjukkan potensi dan ide-ide segar mereka dalam skala internasional yang disediakan oleh ARCASIA.
Tujuannya untuk meningkatkan pendidikan arsitektur dan membuka rute pertukaran pengetahuan pendidikan arsitektur di Asia.
Migration Station merupakan judul TA Stanisia yang diusung hingga berhasil menjadi juara tingkat internasional pada 31 Oktober lalu secara daring.
"Saya terinspirasi dari kegigihan komunitas birdwatcher yang menjaga migrasi dan Pantai Timur Surabaya dengan fasilitas seadanya. Ditambah lagi lokasinya yang tersembunyi dari publik bahkan ekosistemnya terabaikan. Kondisinya mengerikan, bahkan dari 23 spesies burung migran yang singgah kini enam diantaranya terancam punah," kata dia.
Stanisia menambahkan, dari kondisi memilukan tersebut maka gadis yang memiliki IPK 3,96 itu membuat sebuah fasilitas yang tujuannya mengugah peran publik sekaligus menjadi alat penjaga ekosistem yang tidak mengganggu bentuk alami maupun burung migran itu sendiri.
Fasilitas ini diharapkan dapat menjembatani kehadiran burung, manusia dan ekosistem. Serta, menjadi fasilitas yang perlahan tapi pasti, kehadirannya diterima oleh burung migran sebagai bagian dari habitat mereka.
“Perancangan Fasilitas wisata edukasi burung migran ini berpusat pada peleburan burung migran, manusia dan ekosistem. Fasilitasnya secara garis besar ada galeri, cafe, area observasi tiap ekosistem, klinik, penangkaran dan workshop," ujarnya.
"Saya harap karya ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat awam dan menjadi pelopor pelestarian burung migran. Sehingga mengurangi adanya ancaman kepunahan spesies burung migran, pengurungan burung, dan perburuan liar di masa mendatang. Juga menjadi produk berkontribusi Surabaya dan Indonesia terhadap pelestarian siklus migrasi secara global," katanya, menambahkan.
Perjalanan panjang Stanisia mencapai prestasi internasional tak mudah. Sebelumnya ia harus berjuang secara regional terlebih dahulu. Kompetisi ini menerima TA dalam periode lima tahun terakhir (2015-2020) dari seluruh Perguruan Tinggi di Indonesia.
Setelah proses penjurian secara tertutup selesai, akhirnya Stanisia dinyatakan mewakili Indonesia bersama dua rekan lainnya dari Indonesia.
Stanisia bersaing dengan karya TA dari beberapa negara di Asia. Mulai dari Macau, Myanmar, China, Hongkong, Bangladesh, Pakistan, India, Jepang, Korea, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Sri Lanka, Nepal, Philipina, Mongolia hingga Vietnam.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021