Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur Wahid Wahyudi menyesalkan adanya miskonsepsi informasi dari Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi terkait adanya klaster COVID-19 selama pembelajaran tatap muka.
Wahid di Surabaya, Senin mengatakan sebelumnya dari catatan Kemendikbud menyebut bahwa Jatim menjadi klaster COVID-19 tertinggi selama PTM.
"Padahal, Jatim satu-satunya provinsi di Indonesia yang semua kabupaten/kota nya sudah zona kuning dan 66 persen kabupaten/kotanya sudah level 1," ujarnya.
Mantan Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Jatim ini menegaskan bahwa sampai sekarang belum ada temuan penularan COVID-19 di sekolah-sekolah Jatim. Khususnya jenjang SMA/SMK dan SLB.
"Alhamdulillah berjalan dengan baik dan lancar. Tidak ada klaster COVID-19 sekolah," kata Wahid, menegaskan.
Wahid mengemukakan pelaksanaan PTM terbatas di Jatim telah dimulai sejak 30 Agutsus lalu. PTM ini digelar oleh 100 persen lembaga, totalnya 4.136 SMA/SMK dan SLB. Baik negeri maupun swasta.
Sebelumnya, miskonsepsi ini diklarifikasi oleh Kemendikbudristek melalui pers rilis, Jumat (24/9) lalu. Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (PAUD Dikdasmen) Jumeri mengatakan, ada empat miskonsepsi.
Pertama, 2,8 persen satuan pendidikan yang sebelumnya dipublikasikan oleh pihaknya bukanlah data klaster COVID-19. Melainkan data satuan pendidikan yang melaporkan adanya warga sekolah yang pernah tertular virus tersebut.
"Jadi belum tentu klaster," ucap dia.
Kedua, sambung Jumeri, data 2,8 persen didapatkan dari laporan 46.500 satuan pendidikan yang mengisi survei dari Kemendikbudristek. Satuan pendidikan tersebut ada yang sudah melaksanakan PTM terbatas, ada juga yang belum.
Ketiga, angka 2,8 persen satuan pendidikan itu bukan akumulasi dari kurun waktu satu bulan terakhir. Angka itu didapat dari laporan yang diterima sejak bulan Juli tahun lalu atau dalam kurun waktu 14 bulan.
Keempat, soal 15 ribu siswa dan 7 ribu guru positif COVID-19 berasal dari laporan 46.500 satuan pendidikan yang belum terverifikasi sehingga masih ditemukan kesalahan.
"Misalnya, kesalahan input data yang dilakukan satuan pendidikan seperti laporan jumlah guru dan siswa positif COVID-19 lebih besar daripada jumlah total guru dan siswa pada satuan pendidikan tersebut," ungkapnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021