Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan tidak boleh ada hak rakyat yang hilang saat penanganan pandemi COVID-19 hanya karena tidak memiliki ponsel pintar atau "smartphone".
"Kita tahu tidak semua masyarakat Indonesia memiliki telepon pintar sehingga bisa mengunduh aplikasi PeduliLindungi. Karena itu, pemerintah harus memikirkan mekanisme lain bagi masyarakat yang tidak memiliki ponsel pintar," kata Puan dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Hal itu dikatakannya terkait ponsel pintar menjadi alat utama untuk mengunduh aplikasi digital PeduliLindungi, yang menjadi persyaratan banyak hal bagi masyarakat di masa pandemi COVID-19, termasuk mengakses ruang publik.
Puan mengutip data Newzoo yang menyebutkan bahwa pengguna ponsel pintar di Indonesia pada 2020 mencapai 160,23 juta orang.
Menurut dia, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk Indonesia pada 2020 berjumlah 270,20 juta jiwa, berarti masih ada 109,97 juta jiwa penduduk yang tidak memiliki ponsel pintar.
"Sekitar 100 juta lebih penduduk Indonesia yang tidak memiliki ponsel pintar, tidak boleh berkurang atau hilang haknya di saat pandemi, hanya karena belum memiliki alat pengunduh aplikasi digital PeduliLindungi," ujarnya.
Menurut dia, masyarakat yang sudah taat divaksin namun tidak memiliki ponsel pintar untuk mengunduh PeduliLindungi, harus mendapat apresiasi yang sama dengan yang memiliki ponsel dan sudah mengunduh aplikasi tersebut.
Puan mengingatkan, jangan hanya karena tidak memiliki ponsel pintar dan tidak bisa mengunduh PeduliLindungi, tidak bisa masuk mal, tidak boleh melakukan perjalanan, dan sebagainya.
"Diskriminasi masyarakat karena kepemilikan ponsel pintar dan pengunduhan aplikasi PeduliLindungi tidak boleh terjadi," ucap dia menegaskan.
Dia mengatakan, diskriminasi juga tidak boleh terjadi kepada masyarakat yang sudah divaksin dan memiliki ponsel pintar, namun belum mau mengunduh PeduliLindungi dengan alasan keamanan data pribadi.
Menurut Puan, alasan tersebut tidak berlebihan karena dugaan kebocoran data pribadi melalui aplikasi tersebut sempat mencuat.
Puan menegaskan bahwa meskipun pemerintah sudah menjamin keamanan data pribadi, namun harus tetap menghargai mereka yang khawatir atas keamanan data pribadi karena memang regulasi perlindungan data pribadi yang mengikat masih disusun. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
"Kita tahu tidak semua masyarakat Indonesia memiliki telepon pintar sehingga bisa mengunduh aplikasi PeduliLindungi. Karena itu, pemerintah harus memikirkan mekanisme lain bagi masyarakat yang tidak memiliki ponsel pintar," kata Puan dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Hal itu dikatakannya terkait ponsel pintar menjadi alat utama untuk mengunduh aplikasi digital PeduliLindungi, yang menjadi persyaratan banyak hal bagi masyarakat di masa pandemi COVID-19, termasuk mengakses ruang publik.
Puan mengutip data Newzoo yang menyebutkan bahwa pengguna ponsel pintar di Indonesia pada 2020 mencapai 160,23 juta orang.
Menurut dia, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk Indonesia pada 2020 berjumlah 270,20 juta jiwa, berarti masih ada 109,97 juta jiwa penduduk yang tidak memiliki ponsel pintar.
"Sekitar 100 juta lebih penduduk Indonesia yang tidak memiliki ponsel pintar, tidak boleh berkurang atau hilang haknya di saat pandemi, hanya karena belum memiliki alat pengunduh aplikasi digital PeduliLindungi," ujarnya.
Menurut dia, masyarakat yang sudah taat divaksin namun tidak memiliki ponsel pintar untuk mengunduh PeduliLindungi, harus mendapat apresiasi yang sama dengan yang memiliki ponsel dan sudah mengunduh aplikasi tersebut.
Puan mengingatkan, jangan hanya karena tidak memiliki ponsel pintar dan tidak bisa mengunduh PeduliLindungi, tidak bisa masuk mal, tidak boleh melakukan perjalanan, dan sebagainya.
"Diskriminasi masyarakat karena kepemilikan ponsel pintar dan pengunduhan aplikasi PeduliLindungi tidak boleh terjadi," ucap dia menegaskan.
Dia mengatakan, diskriminasi juga tidak boleh terjadi kepada masyarakat yang sudah divaksin dan memiliki ponsel pintar, namun belum mau mengunduh PeduliLindungi dengan alasan keamanan data pribadi.
Menurut Puan, alasan tersebut tidak berlebihan karena dugaan kebocoran data pribadi melalui aplikasi tersebut sempat mencuat.
Puan menegaskan bahwa meskipun pemerintah sudah menjamin keamanan data pribadi, namun harus tetap menghargai mereka yang khawatir atas keamanan data pribadi karena memang regulasi perlindungan data pribadi yang mengikat masih disusun. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021