Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman (FSP RTMM) SPSI Provinsi Jawa Timur menyebut, diperkirakan hampir sebanyak 65.000 pekerja pabrik rokok di wilayah itu akan terdampak bila pemerintah menaikkan cukai rokok pada tahun 2022.

Ketua FSP RTMM SPSI Jawa Timur Purnomo, dalam siaran persnya di Surabaya, Jumat mengatakan, kenaikan cukai rokok juga akan mengerek harga rokok naik, dan perusahaan akan melakukan berbagai langkah efisiensi.

"Hal ini karena biaya operasional industri ini cukup besar. Mulai dari pengurangan jam kerja, pengurangan upah, bahkan pengurangan karyawan,” ujarnya, kepada wartawan.

Oleh karena itu, Purnomo berharap pemerintah mendengar keluh kesah para pekerja, sebab tenaga kerja sektor industri rokok dan tembakau di Jawa Timur saat ini sekitar 65.000 pekerja, hal itu berkurang sekitar 5.000 pekerja dibandingkan tahun 2020.

"Ini menunjukkan dalam jangka waktu satu tahun terjadi penurunan sekitar 5.000 pekerja. Salah satunya karena imbas kenaikan cukai rokok," katanya.

Ia menyebut, industri rokok di Jatim sangat besar dibandingkan provinsi lainnya, dan menaungi puluhan ribu pekerja.

"Selama pandemi COVID-19, tercatat sudah tiga pabrik yang tutup. Pabrik-pabrik lain berupaya bertahan dengan strategi efisiensi. Jadi, kami mohon sekali, Pak Presiden, tunda dulu, jangan naikkan cukai rokok lagi. Jangan sampai industri di Jatim ini hancur," kata Purnomo.

Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Timur, Muhdi mengaku menolak rencana kenaikan cukai, sebab harga tembakau petani dipastikan akan langsung drop.

"Hingga Agustus pekan lalu banyak tanaman tembakau yang mati karena hujan deras. Ditambah lagi menjelang September ini, pabrikan belum melakukan pembelian tembakau petani. Jika pemerintah menambah dengan pengumuman cukai naik, kiamat lah petani tembakau," ujar Muhdi.

Ia mengatakan, apabila cukai dinaikkan dipastikan membuat serapan tembakau dari pabrikan ke petani tembakau akan semakin menurun.

"Harga cukai naik, harga jual rokok naik, seharusnya harga tembakau dari petani naik, tapi kenyataannya tidak demikian. Pabrikan berupaya bertahan menurunkan jumlah serapan tembakau petani," kata Muhdi.

Hal lain yang saat ini dikhawatirkan petani tembakau di Jawa Timur khususnya adalah produksi yang diproyeksikan menurun hingga 30 persen. Dari sekitar 100 ribu hektare areal produksi tembakau keseluruhan di Jawa Timur, hanya sekitar 80 ribu hektar yang bisa panen.

"Karena terdampak cuaca hasil panen tidak terlalu maksimal. Ditambah lagi saat ini pasarnya sangat lesu," katanya.(*)

Pewarta: A Malik Ibrahim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021