Perwakilan Masyarakat Konsumen Tembakau (Maskot) Endro Guntoro meminta pemerintah memperhatikan suara masyarakat di lapangan soal rencana menaikkan tarif cukai rokok pada tahun 2022, sebab akan memicu harga jual eceran rokok ke konsumen.
"Rencana itu sebagai langkah yang kontraproduktif dan tidak mendukung keberlangsungan industri hasil tembakau, sebab akan semakin melemahkan gerak ekonomi masyarakat di masa pandemi," kata Endro dalam siaran pers yang diterima di Surabaya, Selasa.
Endro mengatakan dampak kenaikan tarif cukai rokok akan dirasakan oleh konsumen serta masyarakat luas, padahal kekuatan tembakau itu salah satunya ada di masyarakat.
"Jika konsumen disulitkan karena cukai rokok terus naik, harga jual eceran terus naik, itu sama saja membunuh pedagang kecil, UMKM dan tidak memberi ruang industri kreatif untuk tumbuh,” ujar Endro, menjelaskan.
Ia berharap pemerintah tidak hanya fokus pada berbagai pembatasan, peraturan atau perundang-undangan tanpa mendengar masukan dari berbagai pihak secara merata, termasuk dalam hal ini konsumen produk hasil tembakau, petani, buruh, pedagang mikro, makro hingga industri.
Koordinator Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) Mohammad Nur Azami menanggapi hal yang sama mengatakan bahwa rencana kenaikan tarif cukai menunjukkan pemerintah tidak mempertimbangkan daya beli konsumen.
“Pemerintah harus realistis, lihat kondisi masyarakat di lapangan. UMKM khususnya pedagang mikro perlu pompa ekonomi, sementara daya beli masyarakat mulai lesu. Konsumen jangan lagi dipersulit dengan wacana kenaikan cukai,” ujar Azami.
Azami memaparkan ketika pemerintah menerapkan kebijakan cukai rokok yang eksesif kepada industri hasil tembakau, sebenarnya yang sedang ditekan tidak hanya industri tetapi juga konsumen.
“Ketika konsumen membayar cukai, kami telah menunaikan kewajiban kami. Di sisi lain, hak kami ditiadakan. Konsumen sudah memberi banyak ke pemerintah. Jujur saja, cukai tembakau masih jadi andalan khususnya di tengah pandemi COVID-19. Tolonglah, kami jangan dibebani, pengeluaran sudah naik, tapi UMR tidak naik,” kata Azami.
Ia menekankan saat ini tidak sedikit pabrikan yang mengurangi tenaga kerja. Begitu juga dengan industri kreatif seperti periklanan dan transportasi sudah merasakan dampak pandemi.
Tarif cukai rokok dikabarkan kembali naik pada tahun 2022 seiring dengan tingginya target penerimaan negara yang dipatok tumbuh 10,89 persen.
Padahal, kenaikan tarif cukai rokok baru saja dikerek naik tahun ini sebesar 12,5 persen. Pemerintah tengah melakukan kajian kenaikan tarif cukai rokok 2021 tersebut, di mana hasil kajian akan disertakan dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
"Rencana itu sebagai langkah yang kontraproduktif dan tidak mendukung keberlangsungan industri hasil tembakau, sebab akan semakin melemahkan gerak ekonomi masyarakat di masa pandemi," kata Endro dalam siaran pers yang diterima di Surabaya, Selasa.
Endro mengatakan dampak kenaikan tarif cukai rokok akan dirasakan oleh konsumen serta masyarakat luas, padahal kekuatan tembakau itu salah satunya ada di masyarakat.
"Jika konsumen disulitkan karena cukai rokok terus naik, harga jual eceran terus naik, itu sama saja membunuh pedagang kecil, UMKM dan tidak memberi ruang industri kreatif untuk tumbuh,” ujar Endro, menjelaskan.
Ia berharap pemerintah tidak hanya fokus pada berbagai pembatasan, peraturan atau perundang-undangan tanpa mendengar masukan dari berbagai pihak secara merata, termasuk dalam hal ini konsumen produk hasil tembakau, petani, buruh, pedagang mikro, makro hingga industri.
Koordinator Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) Mohammad Nur Azami menanggapi hal yang sama mengatakan bahwa rencana kenaikan tarif cukai menunjukkan pemerintah tidak mempertimbangkan daya beli konsumen.
“Pemerintah harus realistis, lihat kondisi masyarakat di lapangan. UMKM khususnya pedagang mikro perlu pompa ekonomi, sementara daya beli masyarakat mulai lesu. Konsumen jangan lagi dipersulit dengan wacana kenaikan cukai,” ujar Azami.
Azami memaparkan ketika pemerintah menerapkan kebijakan cukai rokok yang eksesif kepada industri hasil tembakau, sebenarnya yang sedang ditekan tidak hanya industri tetapi juga konsumen.
“Ketika konsumen membayar cukai, kami telah menunaikan kewajiban kami. Di sisi lain, hak kami ditiadakan. Konsumen sudah memberi banyak ke pemerintah. Jujur saja, cukai tembakau masih jadi andalan khususnya di tengah pandemi COVID-19. Tolonglah, kami jangan dibebani, pengeluaran sudah naik, tapi UMR tidak naik,” kata Azami.
Ia menekankan saat ini tidak sedikit pabrikan yang mengurangi tenaga kerja. Begitu juga dengan industri kreatif seperti periklanan dan transportasi sudah merasakan dampak pandemi.
Tarif cukai rokok dikabarkan kembali naik pada tahun 2022 seiring dengan tingginya target penerimaan negara yang dipatok tumbuh 10,89 persen.
Padahal, kenaikan tarif cukai rokok baru saja dikerek naik tahun ini sebesar 12,5 persen. Pemerintah tengah melakukan kajian kenaikan tarif cukai rokok 2021 tersebut, di mana hasil kajian akan disertakan dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021