Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyebutkan pendidikan jarak jauh (PJJ) memiliki dampak tidak menggembirakan pada keberlangsungan sekolah siswa.

"PJJ akibat pandemi COVID-19 memang berdampak pada anak, dampaknya ada yang putus sekolah, kalau ditanya berapa jumlahnya? Saya belum bisa memberikan datanya karena datanya di Dapodik dan 'cut off' nya dua kali dalam setahun," ujar Pelaksana Tugas Direktur SMA Ditjen PAUD Dikdasmen Kemendikbud, Purwadi dalam dialog pendidikan di Bogor, Sabtu.

Dia menambahkan di Nusa Tenggara Barat ada laporan mengenai anak SMA yang putus sekolah dan memutuskan menikah, karena dia menganggap tugas sekolah terlalu berat dan berasal dari keluarga miskin. Siswa tersebut dengan menikah, persoalan ekonominya dapat teratasi karena ada suaminya yang menanggung hidupnya.



Laporan lainnya juga terjadi adanya peningkatan pernikahan siswa, terutama di Indonesia bagian timur.

"Pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas merupakan solusi dari PJJ yang berkepanjangan," tambah dia.

PJJ berkepanjangan juga membuat sebagian siswa merasa tertekan karena banyaknya tugas yang diberikan.



Dalam pelaksanaan PTM terbatas, lanjut dia, sekolah harus bekerja sama dengan dinas pendidikan setempat. Jika ditemukan kasus positif COVID-19, maka sekolah harus ditutup.

Kepala SMAN 3 Jombang, Drs Singgih Susanto MPd, mengakui bahwa PJJ memiliki dampak pada perkembangan siswa.

"Ada sejumlah siswa yang meminta agar mutasi. Sebagian besar siswa jenuh melakukan PJJ," tambah Singgih.

Selain itu guru merasa kesulitan melihat langsung perkembangan siswa, karena pembelajaran dilakukan di rumah.

"Juga hubungan batin antara guru dan siswa menjadi berkurang akibat PJJ ini," kata Singgih lagi. (*)


 

Pewarta: Indriani

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021