Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi Hanny Layantara yang dikenal sehari-hari berprofesi sebagai pendeta di sebuah gereja di Surabaya dalam perkara pencabulan. 

Majelis Hakim MA yang diketuai Suhadi, sebagaimana diumumkan melalui situs resmi MA,  menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Surabaya yang telah menjatuhkan vonis 11 tahun pidana penjara, atau lebih berat setahun dari putusan Pengadilan Negeri Surabaya yang digedok pada 21 September tahun lalu. 

"Alhamdulillah, kami Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya mengucapkan syukur karena perkara yang kami adili bertaraf nasional telah dikuatkan oleh peradilan tertinggi yaitu MA," kata Juru Bicara Pengadilan Negeri Surabaya Martin Ginting saat dikonfirmasi di Surabaya, Senin.

Dalam perkara ini, Pendeta Hanny Layantara dilaporkan mencabuli seorang korbannya berinisial IW.

Pencabulan itu dilakukan Hanny pada 2005-2011, atau saat korban berusia 12-18 tahun, semasa dititipkan oleh orang tuanya. 

Korban yang kini berusia 27 tahun kemudian membongkar kasus tersebut pada bulan Maret 2020 saat hendak menikah.

Bagi Majelis Hakim di Pengadinal Negeri Surabaya, lanjut Martin Ginting, putusan yang diperkuat MA tersebut menambah semangat dalam bekerja mengadili perkara-perkara berskala besar. 

"Ini ungkapan perasaan suka cita kami sebagai majelis hakim di Pengadilan Negeri Surabaya saat perkara berskala nasional yang telah kami tangani dikuatkan oleh MA. Putusan tersebut menambah semangat kerja kami dalam mengadili perkara-perkara skala besar lainnya," ucapnya. 

Pewarta: Hanif Nashrullah

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021