Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Madiun menilai pengolahan pascapanen komoditas kakao dan kopi di wilayah setempat masih belum maksimal akibat minimnya fasilitas pendukung.

Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Madiun Sodik Hery Purnomo mengatakan hasil panen dari petani kakao dan kopi di Kabupaten Madiun masih dijual tanpa olahan, sehingga nilai jualnya rendah.

"Selama ini, kakao Kabupaten Madiun dikirim keluar daerah. Di antaranya Blitar, Mojokerto, dan ke Tangerang," ujar Sodik di Madiun, Selasa.

Meski sudah ada beberapa kelompok masyarakat yang sudah mulai memproduksi olahan kakao menjadi coklat atau kopi kupas (green bean) menjadi sebuah kemasan, namun hal itu secara persentase masih rendah.

Karena itu, pihaknya mendorong adanya sinergitas antar-OPD di lingkup Pemkab Madiun untuk pengolahan pascapanen kakao dan kopi baik di sektor industri, pemasaran, hingga menjadi sebuah produk lokal yang memiliki daya tarik.

"Kita sangat berharap ke depan bisa bersinergi dengan OPD-OPD yang lain utamanya OPD yang bergerak di bidang pengolahan bidang industri, perdagangan, dan pariwisata untuk bagaimana kakao dan kopi ini menjadi komoditas dari hulu sampai hilir yang semuanya ada di Kabupaten Madiun," kata Sodik.

Sesuai data, Kabupaten Madiun memiliki lahan kakao seluas 4.600 hektare yang merupakan perkebunan milik warga. Produksi tanaman kakao di wilayah tersebut mencapai 850 ton per tahun yang terdapat di wilayah Kare, Dagangan, dan Gemarang.

Sedangkan komoditas kopi, luas lahan milik masyarakat mencapai 330 hektare dengan produksi sekitar 130 ton kopi kupas atau green bean per tahun. Luas lahan dan produksi tersebut di luar kebun kopi di wilayah Kandangan, Kare yang dikelola pihak swasta.
 

Pewarta: Louis Rika Stevani

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021