Wakil Ketua Komisi A DPRD Jawa Timur Bayu Airlangga mendukung dan menegaskan penetapan Heru Tjahjono sebagai Pelaksana Harian (Plh) Sekdaprov Jatim oleh Dirjen Otda Kemendagri tidak berbenturan dengan regulasi.

"Bahkan, oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah disetujui dengan turunnya surat rekomendasi," ujarnya kepada wartawan di Surabaya, Kamis.

Pihaknya mengapresiasi sekaligus mendukung keputusan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dalam penetapan keputusan tersebut.

Menurut politikus asal Partai Demokrat itu, gubernur tidak mungkin mengusulkan Plh tanpa dasar kuat.

Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, kata dia, pejabat pemerintahan yang berhalangan menjalankan tugas maka atasan pejabat yang bersangkutan dapat menunjuk pejabat pemerintahan yang memenuhi persyaratan untuk bertindak sebagai Plh atau Plt.

Selain itu, penunjukan Heru Tjahjono sebagai Plh Sekdaprov juga diperkuat dengan Perpres Nomor 3 Tahun 2018 yang mengatur terkait penjabat (Pj) sekretaris daerah.

Dalam perpres tersebut dijelaskan bahwa kepala daerah dapat menunjuk Plh jika Sekdaprov tidak dapat melaksanakan tugas kurang dari 15 hari kerja.

Atau, lanjut Bayu, dalam proses penerbitan keputusan pemberhentian Sekdaprov kurang dari tujuh hari kerja atau sampai pengangkatan Pj.

Dalam Perpres tersebut, pengisian kekosongan jabatan Sekdaprov hanya terdapat dua alternatif, yakni mengangkat Pj atau Plh.

"Kalau secara aturan itu diperbolehkan, maka tidak ada alasan juga kami melarang gubernur menunjuk Heru sebagai Plh. Yang perlu kami lakukan saat ini adalah bagaimana membangun sinergi dengan Gubernur dan jajaran di bawahnya, termasuk Sekdaprov untuk menyukseskan program-program pembangunan di Jatim,” tutur Bayu.

Ketentuan lain yang juga memperkuat penunjukan Plh Sekdarov ialah Surat Edaran Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 1 Tahun 2021 tentang kewenangan Plh dan pelaksana tugas (Plt).

Dalam SE tersebut, Bayu menjelaskan, terdapat klausul yang menerangkan bahwa PNS yang menduduki jabatan fungsional dapat ditunjuk sebagai Plh atau Plt.

Ketentuannya antara lain, pejabat fungsional ahli utama dapat ditunjuk sebagai Plh atau Plt jabatan pimpinan tinggi (JPT) madya, JPT pratama, jabatan administrator, atau jabatan pengawas.

"Di undang-undang diperbolehkan, dalam Perpres juga ada dasarnya, kemudian BKN sebagai yang bertanggung jawab terhadap kepegawaian juga sudah mengatur itu. Apalagi yang diragukan. Kebijakan itu tidak mungkin dikeluarkan tanpa dasar aturan yang kuat,” katanya.

Selain itu, Kemendagri tidak mungkin memberikan rekomendasi jika itu menabrak aturan. BKN juga pasti akan menegur jika kebijakan itu melanggar norma dalam manajemen ASN. Begitu juga KASN, pasti memiliki kontrol yang kuat terhadap penetapan jabatan bagi ASN.

“Prinsipnya, selama tidak melanggar aturan, selama itu diperbolehkan, untuk apa dipersoalkan. Banyak yang lebih penting untuk kita kerjakan bersama saat ini,” tutur dia.

Lebih lanjut Bayu menjelaskan, pilihan untuk menjadi pejabat fungsional adalah hak setiap PNS dan proses tersebut memiliki aturan yang ketat. Maka ketika Heru diterima sebagai pejabat fungsional analis kebijakan utama, itu merupakan prestasi tersendiri baginya.

“Tenaga dan pikiran Pak Heru akan sangat dibutuhkan oleh Pemprov. Terlebih dalam situasi seperti saat ini, berbagai percepatan perlu dilakukan Gubernur Khofifah dalam rangka pemulihan berbagai sektor setelah pandemi Covid-19,” kata  Bayu. (*)

Pewarta: Fiqih Arfani

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021