Komisi D DPRD Bidang Kesra DPRD Kota Surabaya meminta Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) setempat fleksibel dalam menegakkan protokol kesehatan (prokes) selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat ( PPKM).
Sekretaris Komisi D DPRD Surabaya Akmarawita Kadir di Surabaya, Rabu, mengatakan, pihaknya sudah melakukan rapat koordinasi dengan Satpol PP dan pihak terkait mengenai evaluasi penegakan disiplin protokol kesehatan selama PPKM.
"Semua saling bersinergi menerapkan Perwali 67/2020 dan aturan PPKM," katanya.
Menurut dia, dalam menjalankan perpanjangan PPKM yang dimulai sejak 26 Januari hingga 8 Februari 2021 itu, Pemkot Surabaya telah membagi tugas pengawasan dan penertiban selama PPKM ke dalam 15 sektor.
"Sudah ada koordinator yang bertanggung jawab melakukan pengawasan dan penegakan prokes di pasar, mal, restoran, kafe dan tempat hiburan malam. Tentunya ini cukup baik untuk memberikan pemahaman bagi sektor sektor tersebut untuk menjalankan protokol kesehatan," katanya.
Meski demikian, lanjut dia, terkait warga tidak mampu yang melanggar protokol kesehatan, pihaknya memberikan masukan agar sanksi administrasi yang diberikan lebih fleksibel. Artinya jika dalam perwali disebutkan denda bagi pelangar prokes untuk perorangan sebesar Rp250 ribu, namun khusus warga tidak mampu diturunkan menjadi Rp150 ribu.
"Kalau ada orang yang tidak mampu diberikan sanksi perorangan sebesar Rp150 ribu, sedangkan kalau pengusaha Rp5 juta sampai Rp25 juta sesuai yang ada di perwali," katanya.
Tentunya, lanjut dia, bagi warga tidak mampu tersebut harus bisa menunjukkan bukti sebagai warga tidak mampu dengan menunjukkan surat keterangan tanda miskin (SKTM) kepada Satpol PP. "Jadi mereka (warga) ini diringankan dari beban itu," ujarnya.
Untuk itu, kata dia, pihaknya juga mengimbau kepada masyarakat, meskipun punya SKTM, tapi harus tetap mematuhi protokol kesehatan minimal 3 M yakni memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak.
Kepala Satpol PP Surabaya Eddy Christijanto sebelumnya mengatakan semua organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemkot Surabaya mempunyai kewenangan yang sama dalam menegakkan protokol kesehatan (prokes). Hal ini, lanjut dia, lantaran Kota Surabaya memiliki wilayah cakupan yang luas dan jumlah penduduk yang tergolong besar.
"Harapannya penegakan prokes di Kota Surabaya bisa berjalan efektif," katanya.
Menurut dia, sesuai dengan Peraturan Wali Kota (Perwali) Surabaya Nomor 67 Tahun 2020 sebagaimana diubah menjadi Perwali No. 2 Tahun 2021 yang menyebutkan bahwa semua instansi atau OPD terkait mempunyai kewenangan yang sama dalam pengawasan maupun penegakan prokes, mulai dari Satpol PP, BPB dan Linmas hingga jajaran tiga pilar di kecamatan.
"Tujuan utama kita adalah bagaimana memberikan kesadaran kepada masyarakat, mengedukasi kepada masyarakat untuk patuh protokol kesehatan," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
Sekretaris Komisi D DPRD Surabaya Akmarawita Kadir di Surabaya, Rabu, mengatakan, pihaknya sudah melakukan rapat koordinasi dengan Satpol PP dan pihak terkait mengenai evaluasi penegakan disiplin protokol kesehatan selama PPKM.
"Semua saling bersinergi menerapkan Perwali 67/2020 dan aturan PPKM," katanya.
Menurut dia, dalam menjalankan perpanjangan PPKM yang dimulai sejak 26 Januari hingga 8 Februari 2021 itu, Pemkot Surabaya telah membagi tugas pengawasan dan penertiban selama PPKM ke dalam 15 sektor.
"Sudah ada koordinator yang bertanggung jawab melakukan pengawasan dan penegakan prokes di pasar, mal, restoran, kafe dan tempat hiburan malam. Tentunya ini cukup baik untuk memberikan pemahaman bagi sektor sektor tersebut untuk menjalankan protokol kesehatan," katanya.
Meski demikian, lanjut dia, terkait warga tidak mampu yang melanggar protokol kesehatan, pihaknya memberikan masukan agar sanksi administrasi yang diberikan lebih fleksibel. Artinya jika dalam perwali disebutkan denda bagi pelangar prokes untuk perorangan sebesar Rp250 ribu, namun khusus warga tidak mampu diturunkan menjadi Rp150 ribu.
"Kalau ada orang yang tidak mampu diberikan sanksi perorangan sebesar Rp150 ribu, sedangkan kalau pengusaha Rp5 juta sampai Rp25 juta sesuai yang ada di perwali," katanya.
Tentunya, lanjut dia, bagi warga tidak mampu tersebut harus bisa menunjukkan bukti sebagai warga tidak mampu dengan menunjukkan surat keterangan tanda miskin (SKTM) kepada Satpol PP. "Jadi mereka (warga) ini diringankan dari beban itu," ujarnya.
Untuk itu, kata dia, pihaknya juga mengimbau kepada masyarakat, meskipun punya SKTM, tapi harus tetap mematuhi protokol kesehatan minimal 3 M yakni memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak.
Kepala Satpol PP Surabaya Eddy Christijanto sebelumnya mengatakan semua organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemkot Surabaya mempunyai kewenangan yang sama dalam menegakkan protokol kesehatan (prokes). Hal ini, lanjut dia, lantaran Kota Surabaya memiliki wilayah cakupan yang luas dan jumlah penduduk yang tergolong besar.
"Harapannya penegakan prokes di Kota Surabaya bisa berjalan efektif," katanya.
Menurut dia, sesuai dengan Peraturan Wali Kota (Perwali) Surabaya Nomor 67 Tahun 2020 sebagaimana diubah menjadi Perwali No. 2 Tahun 2021 yang menyebutkan bahwa semua instansi atau OPD terkait mempunyai kewenangan yang sama dalam pengawasan maupun penegakan prokes, mulai dari Satpol PP, BPB dan Linmas hingga jajaran tiga pilar di kecamatan.
"Tujuan utama kita adalah bagaimana memberikan kesadaran kepada masyarakat, mengedukasi kepada masyarakat untuk patuh protokol kesehatan," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021