Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Badan Ketahanan Pangan bersama Satgas Pangan Jawa Timur melakukan inspeksi mendadak (sidak) di sejumlah rumah produksi tempe di Surabaya, Sabtu untuk memonitor harga kedelai di wilayah setempat.
Kepala Badan Ketahanan Pangan, Kementan, Agung Hendriadi saat melakukan sidak di rumah produksi tempe di Tenggilis, Surabaya, mengatakan monitoring tersebut merupakan wujud hadirnya negara saat ada kenaikan kedelai pada 7 Januari 2021 lalu.
"Setelah kenaikan tersebut, baik importir, distributor dan pengrajin tempe serta tahu sepakat bahwa harga kedelai di tingkat pengrajin adalah Rp8.500, sehingga kami melakukan monitoring di Surabaya," katanya.
Agung mengatakan dari hasil monitoring tersebut sejumlah rumah produksi tempe di Surabaya sudah menggunakan harga Rp8.500. Namun sejumlah rumah produksi lain belum menggunakan harga yang telah disepakati.
"Sehingga ini menjadi tugas Satgas Pangan Jatim untuk terus melakukan monitoring agar tidak merugikan pengrajin tempe maupun importir," katanya.
Tim Satgas Pangan Jatim AKBP Suryono menilai belum meratanya harga kedelai dikarenakan harga yang disepakati secara nasional belum tersosialisasikan ke importir dan distributor.
"Kesepakatan dari tingkat nasional ini baru dilakukan kemarin, sehingga belum tersosialisasikan ke importir maupun distributor, namun satgas pangan jatim akan tetap melakukan monitoring," ucap pria yang juga menjabat Kasubdit Indaksi Ditreskrimsus Polda Jatim tersebut.
Untuk itu Satgas Pangan Jatim akan memberikan batas waktu hingga tiga bulan ke depan agar distributor menggunakan harga sesuai dengan kesepakatan nasional.
"Kami berikan waktu sampai tiga bulan ke depan, bagi importir maupun distributor untuk menggunakan harga kedelai sesuai kesepakatan nasional. Jika masih ditemukan harga tidak sesuai, maka Satgas Pangan Jatim akan bertindak sesuai hukum yang berlaku," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
Kepala Badan Ketahanan Pangan, Kementan, Agung Hendriadi saat melakukan sidak di rumah produksi tempe di Tenggilis, Surabaya, mengatakan monitoring tersebut merupakan wujud hadirnya negara saat ada kenaikan kedelai pada 7 Januari 2021 lalu.
"Setelah kenaikan tersebut, baik importir, distributor dan pengrajin tempe serta tahu sepakat bahwa harga kedelai di tingkat pengrajin adalah Rp8.500, sehingga kami melakukan monitoring di Surabaya," katanya.
Agung mengatakan dari hasil monitoring tersebut sejumlah rumah produksi tempe di Surabaya sudah menggunakan harga Rp8.500. Namun sejumlah rumah produksi lain belum menggunakan harga yang telah disepakati.
"Sehingga ini menjadi tugas Satgas Pangan Jatim untuk terus melakukan monitoring agar tidak merugikan pengrajin tempe maupun importir," katanya.
Tim Satgas Pangan Jatim AKBP Suryono menilai belum meratanya harga kedelai dikarenakan harga yang disepakati secara nasional belum tersosialisasikan ke importir dan distributor.
"Kesepakatan dari tingkat nasional ini baru dilakukan kemarin, sehingga belum tersosialisasikan ke importir maupun distributor, namun satgas pangan jatim akan tetap melakukan monitoring," ucap pria yang juga menjabat Kasubdit Indaksi Ditreskrimsus Polda Jatim tersebut.
Untuk itu Satgas Pangan Jatim akan memberikan batas waktu hingga tiga bulan ke depan agar distributor menggunakan harga sesuai dengan kesepakatan nasional.
"Kami berikan waktu sampai tiga bulan ke depan, bagi importir maupun distributor untuk menggunakan harga kedelai sesuai kesepakatan nasional. Jika masih ditemukan harga tidak sesuai, maka Satgas Pangan Jatim akan bertindak sesuai hukum yang berlaku," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021