Ahli permukiman dan perkotaan sekaligus guru besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof. Dr. Ir. Johan Silas mengakui keberhasilan penataan kawasan kumuh di Kota Surabaya, Jawa Timur.

"Dibanding kota-kota lain di Indonesia khususnya Jawa, penataan kampung di Surabaya yang paling baik," kata Profesor Johan Silas di Surabaya, Minggu.

Menurut dia, data Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) juga menyatakan kawasan kumuh di Surabaya sudah nol persen.

Hal ini sesuai pernyataan Cawali Surabaya Eri Cahyadi saat debat perdana Pilkada Surabaya 2020 pada pekan lalu.

Ia mengatakan bahwa di Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR ada yang namanya program Kotaku, yakni Kota Tanpa Kumuh. Tim ini yang mengeluarkan data yang menyebut Surabaya kawasan kumuhnya sudah nol persen. 

"Tim ini milik pemerintah pusat. Pemkot tidak ikut cawe-cawe. Setahu saya, angka persisnya 0,3 persen. Karena sangat kecil, maka dianggap nol persen," ujar Profesor Silas.

Berdasarkan data program Kotaku Kementerian PUPR yang terangkum dalam Nota Dinas Nomor 02/ND/Cb16/Satker1/2020 tentang Laporan Capaian Pengurangan Kumuh Provinsi Jatim, luasan kawasan kumuh di Surabaya semula 151 hektare. Dalam beberapa tahun terakhir, penataan digenjot hingga berhasil ditekan sampai nol persen pada 2019.

Diketahui program Kotaku adalah satu dari sejumlah upaya strategis Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR untuk mempercepat penanganan permukiman kumuh di Indonesia dan mendukung Gerakan 100-0-100, yakni 100 persen akses universal air minum, 0 persen permukiman kumuh dan 100 persen akses sanitasi layak.

"Di dunia ini tidak ada kota yang tidak ada kampung kumuhnya, meski kotanya sangat maju. Mulai di Paris, New York, Kyoto bahkan hingga di Dubai, itu ada kampung kumuhnya. Saya pernah ke kota-kota tersebut dan melihat kampung kumuhnya," katanya.

Terkait adanya pihak yang tidak terima dengan pernyataan Eri Cahyadi yang menyebut kawasan kumuh Surabaya sudah nol persen, Profesor Johan Silas memberikan saran agar mengirim surat ke Dirjen Cipta Karya sebab instansi tersebut yang telah mengeluarkan data kawasan kumuh.

Johan mengakui di Kota Surabaya ada beberapa daerah yang masih kumuh, tetapi kumuhnya kawasan tersebut bukan berarti Pemkot Surabaya tidak mau melakukan penataan karena terbentur instansi lain.

"Ada yang permukiman kumuh itu di kawasan rel PT KAI, Pelindo III dan pinggir sungai. Pemkot tidak bisa masuk ke sana, karena terbentur oleh instansi lain. Pemkot sudah beberapa kali melakukan penataan dan berhasil. Namun, ada pula yang sulit seperti kawasan yang masuk milik PT KAI. Itu sulit, karena Daops 8 tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan," katanya.

Salah satu bukti jika penataan kota di Surabaya sangat baik dan diakui dunia, kata Johan Silas, adalah saat ditunjuk menjadi tuan rumah pelaksanaan Konferensi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk permukiman dan pembangunan berkelanjutan atau The Third Session of the Preparatory Committee for Habitat III (Prepcom 3 UN Habitat III), yang diikuti 193 negara anggota PBB. Pada kesempatan itu, PBB memuji langsung penataan kota di Surabaya karena dianggap berhasil.

"Kalau saya yang memberikan penilaian atau yang memuji pasti dibantah, tetapi ini yang menilai orang lain, dari PBB. Makanya, Konferensi PBB digelar di Surabaya, karena Surabaya bisa dianggap sebagai contoh kota-kota lain di dunia," katanya. 

Kota Surabaya juga menjadi menjadi panggung Peringatan Global Hari Habitat Dunia atau World Habitat Day pada tanggal 5 Oktober 2020, yang diikuti secara virtual oleh Sekretaris Jenderal PBB, António Guterresz, Presiden RI Joko Widodo, dan Direktur Eksekutif UN Habitat (Badan Program Pemukiman Manusia PBB), Maimunah Mohd Sharif. 

UN-Habitat sendiri merupakan sebuah badan PBB yang bergerak di bidang pemukiman dan pembangunan kota yang berkelanjutan.

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020