Fakultas Vokasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya sedang menyusun 17 skema untuk pengembangan kompetensi bidang konstruksi yang akan dijadikan skema nasional.
Dekan Fakultas Vokasi ITS, Prof. Ir. Muhammad Sigit Dermawan di Surabaya, Selasa, mengatakan, penyusunan 17 skema bidang konstruksi tersebut merupakan bagian project grand yang sedang digarap Fakultas Vokasi ITS dari Direktorat Kemitraan dan Penyelarasan (Dit. Mitras DUDU) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
"Kami sekarang sedang menyusun 17 skema di bidang konstruksi karena memang harus fokus, meskipun kami punya bidang-bidang lain. 17 skema ini nantinya kami usulkan ke BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi) untuk dijadikan skema secara nasional," kata Prof Sigit.
Prof Sigit mengatakan, dipercayanya Fakultas Vokasi ITS untuk menggarap project grand tersebut merupakan suatu kebanggan. Terlebih fakultas yang dia pimpuin baru empat tahun, meski program studinya sudah ada hampir 50 tahun atau sejak tahun 1972.
"Tahun ini kami mendapat project grand dari Kemendikbud. ITS mendapat dua grand, yang pertama grand pengembangan uji kompetensi. Dalam penyusunan skema tersebut kami melibatkan mitra industri, terutama dari kontraktor dan instansi pemerintah, seperti Bappeko (Badan Perencanaan Pembangunan Kota) Surabaya dan Kelautan dan Perikanan," katanya.
Project grand kedua dari Direktorar Mitras DUDU yang dipercayakan ke Fakultas Vokasi ITS adalah Program Pendampingan Kampus Kemitraan. Program itu selain bekerja sama dengan perguruan tinggi vokasi sejenis juga dengan SMK.
"Ada tiga SMK di Jatim. Jadi di project itu kami sinkronkan kurikulumnya mulai dari SMK. Jadi siswa SMK yang akan meneruskan ke perguruan tinggi, kurikulumnya sudah sejalan," ujarnya.
Dijelaskannya, dalam penyusunan skema tersebut, pihaknya bertanya kepada industri terkait kebutuhan mereka akan tenaga kerja. Dari kebutuhan tersebut akan diterjemahkan menjadi kurikulum. Selain itu kompetensi yang dibutuhkan apa, semua dijadikan satu kompetensi.
Prof. Sigit mengungkapkan, kendala yang dialami pihaknya dalam penyusunan skema tersebut selain karena sedang Pandemi COVID-19 yang mengharuskan dilakukan secara daring, juga karena sibuknya mitra sehingga sulit diajak koordinasi.
"Akhirnya kami mengambil insitiatif. Jadi kami buatkan skemanya, kami kirim, mereka (industri) yang mengoreksinya. Karena kebutuhan saat ini berbeda. Jadi industri telah menyediakan tempat magang. Kalau industri tidak terlibat sejak awal ya sulit," tuturnya.
Menurutnya, tantangan lulusan vokasi adalah lulusannya diharapkan siap kerja, tidak perlu di-training, maka sebelum lulus ada ajang latihan atau magang. Di fakultas vokasi, mahasiswa wajib mengambil mata kuliah magang selama satu semester sementara di akademik biasa berbeda.
Mahasiswa vokasi minimal empat bulan dan bisa sampai enam bulan menjalani magang. Saat magang tersebut mahasiswa sudah dikenalkan dengan dunia kerja sehingga potensinya bisa terlihat.
"Sehingga jika kebutuhan industri sudah jelas, mahasiswa ini akan langsung direkrut oleh industri tersebut," katanya.
Magang tersebut, lanjut Prof Sigit merupakan salah satu kiat ITS untuk meyakinkan industri merekrut lulusannya. Lebih lanjut jika dibanding akademik, masa tunggu lulusan vokasi tidak sampai tiga bulan. Bahkan di bidang yang kontruksi mahasiswa tersebut selesai magang sudah dipesan.
"Yang akademik masa tunggunya enam bulan. Vokasi saat ini sedang dibutuhkan, di samping karena kebutuhan, Perguruan tinggi vokasi juga tidak banyak. Hanya masyarakat pemikirannya vokasi itu lebih rendah, padahal tidak demikian," katanya
Prof. Sigit berharap dengan 17 skema yang disusun tersebut, akademik dapat memperkecil jarak dengan industri. Dia mengakui industri telah jauh meninggalkan akademik.
"Kita memahami, indutri bergerak sangat cepat, sementara akademik tidak secepat itu. Kita berusaha menyesuaikan langkah tersebut, meski kami agak tertatih-tatih. Kita berusaha memperkecil jaraknya," ucapnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020