Lima pondok pesantren besar di Jawa Timur meliputi PP Darul Ulum, PP Bahrul ulum, PP Mambaul Maarif, PP Tebu Ireng, dan PP Lirboyo menggandeng LPPM Unair dan Geliat Airlangga dalam penanganan COVID-19 di lingkungan pesantren masing-masing.

"Kerja sama lima pondok pesantren besar dan berpengaruh di Jawa Timur sebagai langkah positif karena posisi pondok pesantren yang sangat strategis," kata Sekretaris Pengurus Pusat Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU) Alissa Wahid saat menjadi pembicara dalam webinar series bertajuk Gerak Bersama Pesantren dalam Menghadapi COVID-19 bagi Pimpinan, Pengasuh, Pengurus, Satuan Tugas COVID-19 Pondok Pesantren, Poskestren, dan Santri, di Surabaya, Sabtu.

Upaya penguatan pondok pesantren ini dilakukan dengan dampingan Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat (LPPM) Universitas Airlangga Surabaya, Gerakan Peduli Ibu dan Anak Sehat membangun Generasi Cemerlang Berbasis keluarga (Geliat) Airlangga, didukung oleh UNICEF.

Menurut dia, ponpes sejak dahulu selalu menjadi garda terdepan dalam hal apapun, tidak hanya masalah penanganan COVID-19 ini saja. Bahkan di Indonesia ada 23 ribu ponpes yang dalam naungan Nahdlatul Ulama (NU).

"Maka pesantren juga punya kewajiban untuk memikirkan kemaslahatan kehidupan santri dan keluarga santri," katanya.

Sehingga, lanjut dia, bekerja sama dengan pesantren sama artinya dengan bekerja sama dengan jutaan keluarga santrinya yang menimba ilmu di pesantren tersebut," ujarnya.

Alissa Wahid mengatakan dengan pondok pesantren mendapatkan pendampingan dari kalangan akademisi seperti Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair Surabaya ini, diharapkan para pengurus pondok pesantren sudah mulai bisa memitigasi masalah yang terjadi di lingkungan pondok selama ini.

Ia berharap, jika memang ada gap antara kebiasaan kehidupan di pondok pesantren selama ini dengan pola kebiasaan baru sesuai protokol kesehatan, maka masalah tersebut harus dimitigasi demi mengurangi resiko yang dapat terjadi.

"Jika kebiasaan hidup di pondok selama ini memang merupakan perilaku yang berisiko, maka saya sangat berharap para kiai untuk mengingatkan para santri bahwa sementara ini masih dalam kondisi COVID-19 agar selalu menjaga jarak," katanya.

Person in charge program Geliat Unair, Dr. Nyoman Anita Damayanti, drg., M.S. menyebutkan, jumlah pasien yang terpapar COVID-19 di Jawa Timur jauh lebih sedikit dibandingkan masyarakat yang kondisinya sehat.

"Yang sehat ini lebih banyak dibandingkan mereka yang sakit. Untuk itu mari kita jadikan yang sehat agar tetap sehat, sementara yang sakit jangan boleh menjadi semakin sakit," katanya.

Sementara itu, Epidemiolog FKM Unair Surabaya, Dr. M. Atoillah Isfandiari, dr., M.Kes menjelaskan, terdapat kesenjangan pengetahuan antara mereka yang paham tentang COVID-19 dengan masyarakat awam. Ini yang menjadi penyebab kesimpangsiuran dan kebingungan masyarakat terhdap informasi yang benar tentang COVID-19.

"Antara dokter dan pasien itu terdapat kesenjangan pengetahuan. Banyak hal yang masih belum diketahui tentang COVID-19, sehingga pengetahuan perlu disampaikan sebaik mungkin," kata Atoillah.

Pimpinan Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, H. Abdul Mu’id Shohib menyambut baik pendampingan yang dilakukan Geliat Airlangga LPPM Unair Surabaya ini.

"Kami berharap banyak ilmu, pengetahuan hal-hal yang bisa menjadi bekal bagi santri untuk menghadapi pandemi ini. Tantangan pesantren bagaimana menjaga santri agar tidak terpapar COVID-19. Ini tidak ringan, karena tantangan menghadapi santri bandel jauh lebih ringan dibanding tantangan bagaimana menghadapi COVID-19," ujarnya.
 

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020