Pengamat Hukum sekaligus Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR, Ariyo Bimmo menyebut akses informasi tembakau alternatif di Indonesia masih minim, sehingga berpotensi menghambat penggunaan produk tembakau alternatif sebagai solusi bagi perokok dewasa untuk berhenti merokok.
"Konsumen, terutama perokok dewasa, mengalami keterbatasan akses untuk memperoleh informasi akurat mengenai produk tembakau alternatif, karena itu adalah hak terhadap produk yang digunakannya," kata Ariyo, dalam keterangan persnya di Surabaya, Minggu.
Ia mengatakan, perolehan informasi itu sudah diatur dalam Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Pada Pasal 3 Ayat D menyebutkan perlindungan konsumen bertujuan menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
“Angka perokok di Indonesia mencapai 65 juta jiwa dan produk tembakau alternatif dapat menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Namun, karena keterbatasan akses informasi akurat perokok dewasa belum mengetahui fakta sesungguhnya,” kata Ariyo kepada wartawan.
Karena keterbatasan akses informasi, Ariyo melanjutkan produk tembakau alternatif dicap sebagai produk yang berbahaya bagi kesehatan seperti rokok konvensional.
Padahal, menurut sejumlah hasil kajian ilmiah di luar negeri, produk yang merupakan hasil pengembangan inovasi dan teknologi dari industri tembakau ini terbukti minim risiko kesehatan dibandingkan dengan rokok konvensional.
Salah satunya kajian ilmiah yang dilakukan Public Health England, divisi dalam Departemen Kesehatan dan Pelayanan Sosial di Inggris pada 2018 lalu. Dalam riset yang berjudul “Evidence Review of E-Cigarettes and Heated Tobacco Products 2018”, produk tembakau alternatif 95 persen lebih rendah risiko dibandingkan rokok konvensional.
Bukti ilmiah ini menjadi acuan bagi Inggris untuk mendorong penggunaan produk tembakau alternatif dalam mengurangi angka perokoknya.
Oleh karena itu, kata Ariyo untuk menciptakan keterbukaan akses dan informasi yang akurat, dirinya meminta kepada pemerintah dan para pemangku kebijakan lainnya mendorong kajian ilmiah di dalam negeri. Hasil dari kajian tersebut nantinya menjadi landasan bagi pemerintah dan pemangku kepentingan untuk membuat kebijakan dan menyampaikan informasi tentang produk tembakau alternatif kepada masyarakat, terutama perokok dewasa.
Menurut Ariyo, partisipasi aktif dari pemerintah dan pemangku kebijakan lainnya menciptakan keterbukaan akses dan informasi akurat akan mendorong perokok dewasa beralih ke produk tembakau alternatif.
“Sangat disayangkan apabila perokok dewasa yang ingin mencari informasi mengenai produk tembakau alternatif namun keterbatasan akses dan informasi akurat. Kami berharap pemerintah memperhatikan hak-hak konsumen yang sudah diatur dalam undang-undang,” ungkapnya.
Selain perlunya keterbukaan akses dan informasi, produk tembakau alternatif membutuhkan regulasi yang terpisah dari rokok. Saat ini, regulasi yang mengatur tentang produk tembakau alternatif berupa Peraturan Menteri Keuangan 156/2018 tentang penetapan tarif cukai 57 persen.
"Regulasi sekarang ini baru mempertimbangkan dari aspek penerimaan cukai, namun penerapan cukai ini juga dinilai belum tepat karena seharusnya disesuaikan dengan profil risiko produk ini sendiri,” kata Ariyo. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020