Akademisi dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura Hannan memperkirakan persaingan antara pasangan calon pada pelaksanaan pilkada serentak yang akan digelar pada 9 Desember 2020, akan berlangsung ketat.

"Prediksi ini apabila didasarkan pada kekuatan partai politik pengusung dari masing-masing bakal pasangan calon dari masing-masing kubu, maka konstelasi politik di Sumenep nanti dapat dipastikan akan berjalan alot dan ketat. Apalagi, kedua kubu memperoleh sokongan parpol yang relatif seimbang," kata Hannan kepada ANTARA di Pamekasan, Senin.

Memang, sambung dia, secara kalkulasi penguasaan di level parlemen, bakal pasangan calon Fattah Jasin-Ali Fikri lebih unggul dibanding dari bakal pasangan calon Achmad Fauzi-Dewi Kholifah.

Baca juga: Saat dua tokoh pesantren berebut dukungan untuk menangkan Pilkada Sumenep

Fattah-Fikri didukung oleh partai politik dengan jumlah wakil di parlemen sebanyak 30 kursi, yakni PKB 10 kursi, PPP 7 kursi, Demokrat 7 kursi, NasDem 3 kursi, dan Hanura 3 kursi. Sedangkan Fauzi-Eva didukung oleh partai dengan keterwakilan wakil rakyat di parlemen sebanyak 20 kursi. Masing-masing Partai Gerindra 6 kursi, PAN 6 kursi, PDIP 5 kursi, PKS 2 kursi dan PBB sebanyak 1 kursi.

Dengan demikian, secara perhitungan kekuatan dari sisi jumlah keterwakilan di legislatif, Fattah-Ali Fikri lebih kuat dibanding Fauzi-Eva. Fattah-Fikri unggul 10 kursi dibanding Fauzi-Eva.

"Hanya yang perlu digaris bawahi di sini, bahwa dalam sirkulasi kepemimpinan di Madura, termasuk di Sumenep, kekuatan parpol di kursi parlemen itu bukan satu-satunya variabel penentu," katanya.

Baca juga: Pilkada Sumenep tanpa calon perseorangan

Alumni Magister Sosiologi pada Fakultas Ilmu Politik Universitas Airlangga (Unair) ini lebih lanjut menyebutkan, ada hal lain yang tak kalah pentingnya dalam percaturan politik memperebutkan kepercayaan publik di Madura, yakni modal sosial keagamaan.

Latar belakang pasangan calon (paslon) yang memiliki hubungan kuat dengan struktur keagamaan, katakanlah pesantren, menurut mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bangkalan ini, turut menjadi salah satu variabel yang menentukan arah politik di Sumenep.

"Dan menariknya, kedua kubu ini sama-sama diaktori oleh tokoh pesantren. Ada Nyai Eva (Dewi Khalifah) sebagai representasi politik muslimat NU yang juga dari pesantren Aqidah Usmuni Sumenep, kemudian ada nama "Kiai Fikri" yang berasal dari pesantren berpengaruh, yakni Annuqayah. Dan Annuqayah ini pesantren besar dengan jejaring kekuasaan di masyarakat yang besar juga pastinya," kata Hannan.

Jadi, sambung dosen ilmu politik dan sosiologi IAIN Madura itu, jika mengacu pada fakta ini, dapat dipastikan peta persaingan politik di level daerah Sumenep akan berjalan ketat.

"Kami lihat saja sejauh mana kedua kubu ini berhasil meyakinkan dan menarik para voters untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitas mereka. Mengingat masih ada banyak waktu ke sana, situasi ke depan masih akan berjalan dinamis dan cair," katanya, menjelaskan.

Pewarta: Abd Aziz

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020