Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Sumenep sebentar lagi akan digelar, dan berbagai persiapan menjelang pelaksanaan pesta demokrasi di kabupaten paling timur di Pulau Madura ini telah dilakukan, mulai dari sosialisasi waktu pelaksanaan, hingga pendataan, pencocokan dan penelitian calon pemilih.
Kabupaten Sumenep merupakan satu dari 270 daerah di Indonesia yang akan menggelar Pilkada Serentak 9 Desember 2020 yang terdiri dari sembilan provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
Sementara di Jawa Timur, Kabupaten Sumenep terdata sebagai salah satu dari 19 kabupaten/kota yang akan menyelenggarakan Pilkada 2020. Daerah lainnya adalah Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Blitar, Kota Blitar, Gresik, Jember, Kabupaten Kediri, Kota Pasuruan, Kota Surabaya, Lamongan, Malang, Kabupaten Mojokerto, Ngawi, Pacitan, Ponorogo, Sidoarjo, Situbondo, Sumenep, Trenggalek, dan Tuban.
Menurut anggota KPU Sumenep Rafiqi, karena pelaksanaan pilkada di masa pandemi Corona, maka prosedur pelaksanaan dalam setiap tahapan pilkada harus mematuhi protokol kesehatan.
"Untuk itu, kami mendapatkan alokasi anggaran tambahan sebesar Rp3,4 miliar untuk memenuhi berbagai kebutuhan protokol kesehatan," kata Rafiqi.
Sebab, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh tim Satuan Gugus Tugas (Satgas) Percepatan Penanganan COVID-19 Pemkab Sumenep, semua penyelenggaraan pemilu/pilkada harus mematuhi ketentuan pelaksanaan protokol kesehatan. Seperti memakai masker, dan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
Hasil pendataan KPU Sumenep menyebutkan, dibutuhkan sebanyak 24.763 alat pelindung diri (APD) untuk mendukung pelaksanaan Pilkada pada 9 Desember 2020, dan jumlah itu, sesuai dengan jumlah petugas penyelenggara pilkada di Kabupaten Sumenep.
"Saat ini, semua kebutuhan APD, termasuk kebutuhan lainnya sesuai dengan protokol kesehatan telah siap, tinggal fokus pada tahapan selanjutnya," ujarnya menjelaskan.
Sesuai dengan Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota Tahun 2020, pendaftaran bakal pasangan calon mulai tanggal 4 hingga 6 September 2020.
Sejak 26 Agustus 2020, KPU Sumenep telah mengumumkan kepada publik dan para pengurus partai politik terkait ketentuan itu.
Menurut anggota KPU Sumenep Rafiqi, secara umum, ada dua hal yang harus diperhatikan setiap pasangan bakal calon bupati dan wakil bupati yang hendak mendaftar pada Pilkada Serentak 2020 tersebut, yakni syarat pencalonan dan syarat calon.
"Yang dimaksud dengan syarat calon adalah berkaitan dengan syarat yang harus dipenuhi pasangan calon. Sementara syarat pencalonan terkait dengan rekomendasi partai politik pengusung," katanya, menjelaskan.
Syarat administratif yang harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan, antara lain surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) sebagaimana tertuang dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 1 Tahun 2020 Pasal 42 ayat (1) huruf h poin c.
SKCK merupakan syarat untuk menerangkan bakal calon yang dimaksud tidak pernah melakukan perbuatan tercela sesuai pasal 4 ayat (1) huruf j PKPU Nomor 1 tahun 2020. Bagi bakal calon bupati petahana harus cuti tanpa tanggungan sejak 26 September 2020.
Bakal calon bupati petahana, juga harus menyerahkan syarat pernyataan secara tertulis bersedia cuti di luar tanggungan negara selama masa kampanye. "Selain itu, mereka juga harus mengantongi surat keterangan sehat, baik jasmani dan rohani," ucap Rafiqi.
Pasangan calon
Pasangan Achmad Fauzi-Dewi Khalifah dan Fattah Jasin-Ali Fikri Warits merupakan dua pasangan bakal calon bupati dan wakil bupati yang dipastikan bersaing memperebutkan dukungan masyarakat pada pesta demokrasi yang akan digelar 9 Desember 2020.
Achmad Fauzi-Dewi Khalifah (Fauzi-Eva) telah mendeklarasikan diri untuk maju pada Pilkada Sumenep 2020. Pasangan ini mendapatkan dukungan dari lima partai politik, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Gerindra dan Partai Bulan Bintang (PBB).
Sedangkan Fattah Jasin-Ali Fikri Warits diusung oleh enam partai politik, yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demorat, Partai Nasional Demokrat (NasDem), Partai Hanura, dan Partai Golkar.
Bakal Calon Bupati Achmad Fauzi merupakan petahana, karena saat ini yang bersangkutan merupakan Wakil Bupati Sumenep, sedangkan Fattah Jasin merupakan pejabat aktif, yakni sebagai Kepala Bakorwil IV Pamekasan.
Cawabup Dewi Khalifah sebenarnya merupakan Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Hanura di Kabupaten Sumenep, akan tetapi rekomendasi dari pengurus partai justru mendukung pasangan Fattah Jatim-Ali Fikri, bukan Achmad Fauzi-Dewi Khalifah.
Para bakal calon wakil bupati dari dua pasangan ini, sama-sama berlatar belakang pondok pesantren. Dewi Khalifah dikenal luas di kalangan masyarakat Sumenep sebagai aktivis muslimat NU, sedangkan Ali Fikri merupakan keluarga Pondok Pesantren Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep, putra tokoh PPP Sumenep (alm) KH Warits Ilyas.
Akademisi dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura Hannan menilai, jika didasarkan pada kekuatan partai politik (parpol) pengusung dari masing-masing bakal calon dari masing-masing kubu, konstelasi politik di Sumenep dapat dipastikan berjalan alot dan ketat. Apalagi, kedua kubu memperoleh sokongan parpol yang nisbi seimbang.
Memang, sambung Hannan, secara kalkulasi penguasaan di level parlemen, bakal pasangan calon Fattah Jasin-Ali Fikri lebih unggul dibanding dari bakal pasangan calon Achmad Fauzi-Dewi Khalifah.
Fattah-Fikri didukung oleh partai politik dengan jumlah wakil di parlemen sebanyak 30 kursi, yakni PKB 10 kursi, PPP 7 kursi, Demokrat 7 kursi, NasDem 3 kursi, dan Hanura 3 kursi. Sedangkan Fauzi-Eva didukung oleh partai dengan keterwakilan di parlemen sebanyak 20 kursi, masing-masing Partai Gerindra 6 kursi, PAN 6 kursi, PDIP 5 kursi, PKS 2 kursi dan PBB 1 kursi.
Dengan demikian, secara perhitungan kekuatan dari sisi jumlah keterwakilan di legislatif, Fattah-Ali Fikri lebih kuat dibanding Fauzi-Eva. Fattah-Fikri unggul 10 kursi dibanding Fauzi-Eva.
"Hanya memang yang perlu digarisbawahi di sini bahwa dalam sirkulasi kepemimpinan di Madura, termasuk di Sumenep, kekuatan parpol di kursi parlemen itu bukan satu-satunya variabel penentu," ujar Hannan.
Alumni Magister Sosiologi pada Fakultas Ilmu Politik Universitas Airlangga (Unair) ini lebih lanjut menyebutkan, ada hal lain yang tak kalah pentingnya dalam percaturan politik memperebutkan kepercayaan publik, yakni modal sosial keagamaan.
Latar belakang pasangan calon (paslon) yang memiliki hubungan kuat dengan struktur keagamaan, katakanlah pesantren, menurut mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bangkalan ini, turut menjadi salah satu variabel yang menentukan arah politik di Sumenep.
"Dan menariknya, kedua kubu ini sama-sama diaktori oleh tokoh pesantren. Ada Nyai Eva sebagai representasi politik muslimat NU yang juga dari pesantren Aqidah Usmuni Sumenep, kemudian ada nama "Kiai Fikri" yang berasal dari pesantren berpengaruh, yakni Annuqayah," kata Hannan.
Jadi, sambung dosen ilmu politik dan sosiologi IAIN Madura itu, jika bercermin pada pembacaan ini, dapat dipastikan peta persaingan politik di level daerah Sumenep akan berjalan ketat.
"Kita lihat saja sejauh mana kedua kubu ini berhasil meyakinkan dan menarik para voters untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitas mereka. Mengingat masih ada banyak waktu ke sana, situasi ke depan masih akan berjalan dinamis dan cair."
Dalam berbagai kesempatan, baik Achmad Fauzi maupun Fattah Jasin sama-sama mengaku optimistis bisa mendapatkan dukungan masyarakat untuk memimpin Kabupaten Sumenep pada pilkada yang akan digelar 9 Desember 2020 tersebut.
Fauzi, misalnya, ia mendasari pada calon wakil bupati yang akan mendampingi untuk memimpin Sumenep, yakni Dewi Khalifah. Dalam tiga kali pilkada sebelumnya, terbukti bahwa basis dukungan massa Dewi Khalifah sangat kuat dan cenderung kuat.
Pada Pilkada 2015 saat Achmad Fauzi maju mendampingi Busro Karim sebagai wakil bupati, Dewi Khalifah atau (Nyai Eva) menjadi rival-nya.
Saat itu, Nyai Eva menjadi Cawabup Zainal Abidin yang hanya kalah tipis dengan pasangan Busyro Karim-Ahmad Fauzi. Suara yang diperoleh hanya selisih sekitar 10.108 suara dari Busyro-Fauzi.
Begitu pula pada Pilkada Sumenep 2010, ketika itu Nyai Eva menjadi Cawabup Azasi Hasan. Azasi Hasan-Dewi Khalifah kalah tipis dengan selisih 1 persen dari pasangan Busyro Karim-Sungkono Sidik. Selisihnya sekitar 10.000 suara, tidak jauh berbeda dengan selisih perolehan suara pada Pilkada 2015.
Pasangan Assifa (Azasi Hasan-Dewi Khalifah) memperoleh suara 231.250 (48,90 persen) dan pasangan Abussidik (A. Busyro Karim-Sungkono Sidik) dengan peroleh suara 241.622 (51,10 persen) atau selisih sekitar 10.000 suara saja.
Saat putaran kedua Assifa tidak didukung kekuatan besar, hanya PKNU, PBB dan didukung kekuatan figur desa (lokal). Sementara Abussidik di putaran kedua didukung PDIP, PKB, Golkar, PAN, Demokrat, dan lain-lain yang menyatu di putaran kedua.
Abussidik kala itu juga didukung tokoh kuat politisi PDIP MH Said Abdullah, Malik Effendi (gugur putaran pertama), Bambang Mursalin (gugur putaran pertama) dan figur-figur besar lainnya. Akan tetapi Assifa tetap bisa melakukan perlawanan dan hanya kalah 1 persen.
Fakta-fakta inilah yang menjadi pertimbangan dan keyakinan pada pendukung bakal pasangan calon bupati dan wakil bupati Achmad Fauzi-Dewi Khalifah bisa saja menang pada Pilkada 9 Desember 2020.
Namun, kubu Fattah Jasin-Ali Fikri justru sebaliknya. Kekuatan tokoh dari pesantren terkenal di Sumenep, yakni Annuqayah, akan menjadi daya tarik bagi publik di Sumenep, apalagi tokoh ini dikenal memang memiliki basis massa yang kuat, baik di daratan maupun di kepulauan.
Selain itu, optimistis pendukung pasangan ini juga terbangun, setelah Hanura menetapkan dukungannya pada Fattah-Fikri, bukan kepada ketua DPC Hanura, yakni Dewi Khalifah yang kini juga mencalonkan diri berpasangan dengan Achmad Fauzi.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
Kabupaten Sumenep merupakan satu dari 270 daerah di Indonesia yang akan menggelar Pilkada Serentak 9 Desember 2020 yang terdiri dari sembilan provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
Sementara di Jawa Timur, Kabupaten Sumenep terdata sebagai salah satu dari 19 kabupaten/kota yang akan menyelenggarakan Pilkada 2020. Daerah lainnya adalah Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Blitar, Kota Blitar, Gresik, Jember, Kabupaten Kediri, Kota Pasuruan, Kota Surabaya, Lamongan, Malang, Kabupaten Mojokerto, Ngawi, Pacitan, Ponorogo, Sidoarjo, Situbondo, Sumenep, Trenggalek, dan Tuban.
Menurut anggota KPU Sumenep Rafiqi, karena pelaksanaan pilkada di masa pandemi Corona, maka prosedur pelaksanaan dalam setiap tahapan pilkada harus mematuhi protokol kesehatan.
"Untuk itu, kami mendapatkan alokasi anggaran tambahan sebesar Rp3,4 miliar untuk memenuhi berbagai kebutuhan protokol kesehatan," kata Rafiqi.
Sebab, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh tim Satuan Gugus Tugas (Satgas) Percepatan Penanganan COVID-19 Pemkab Sumenep, semua penyelenggaraan pemilu/pilkada harus mematuhi ketentuan pelaksanaan protokol kesehatan. Seperti memakai masker, dan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
Hasil pendataan KPU Sumenep menyebutkan, dibutuhkan sebanyak 24.763 alat pelindung diri (APD) untuk mendukung pelaksanaan Pilkada pada 9 Desember 2020, dan jumlah itu, sesuai dengan jumlah petugas penyelenggara pilkada di Kabupaten Sumenep.
"Saat ini, semua kebutuhan APD, termasuk kebutuhan lainnya sesuai dengan protokol kesehatan telah siap, tinggal fokus pada tahapan selanjutnya," ujarnya menjelaskan.
Sesuai dengan Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota Tahun 2020, pendaftaran bakal pasangan calon mulai tanggal 4 hingga 6 September 2020.
Sejak 26 Agustus 2020, KPU Sumenep telah mengumumkan kepada publik dan para pengurus partai politik terkait ketentuan itu.
Menurut anggota KPU Sumenep Rafiqi, secara umum, ada dua hal yang harus diperhatikan setiap pasangan bakal calon bupati dan wakil bupati yang hendak mendaftar pada Pilkada Serentak 2020 tersebut, yakni syarat pencalonan dan syarat calon.
"Yang dimaksud dengan syarat calon adalah berkaitan dengan syarat yang harus dipenuhi pasangan calon. Sementara syarat pencalonan terkait dengan rekomendasi partai politik pengusung," katanya, menjelaskan.
Syarat administratif yang harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan, antara lain surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) sebagaimana tertuang dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 1 Tahun 2020 Pasal 42 ayat (1) huruf h poin c.
SKCK merupakan syarat untuk menerangkan bakal calon yang dimaksud tidak pernah melakukan perbuatan tercela sesuai pasal 4 ayat (1) huruf j PKPU Nomor 1 tahun 2020. Bagi bakal calon bupati petahana harus cuti tanpa tanggungan sejak 26 September 2020.
Bakal calon bupati petahana, juga harus menyerahkan syarat pernyataan secara tertulis bersedia cuti di luar tanggungan negara selama masa kampanye. "Selain itu, mereka juga harus mengantongi surat keterangan sehat, baik jasmani dan rohani," ucap Rafiqi.
Pasangan calon
Pasangan Achmad Fauzi-Dewi Khalifah dan Fattah Jasin-Ali Fikri Warits merupakan dua pasangan bakal calon bupati dan wakil bupati yang dipastikan bersaing memperebutkan dukungan masyarakat pada pesta demokrasi yang akan digelar 9 Desember 2020.
Achmad Fauzi-Dewi Khalifah (Fauzi-Eva) telah mendeklarasikan diri untuk maju pada Pilkada Sumenep 2020. Pasangan ini mendapatkan dukungan dari lima partai politik, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Gerindra dan Partai Bulan Bintang (PBB).
Sedangkan Fattah Jasin-Ali Fikri Warits diusung oleh enam partai politik, yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demorat, Partai Nasional Demokrat (NasDem), Partai Hanura, dan Partai Golkar.
Bakal Calon Bupati Achmad Fauzi merupakan petahana, karena saat ini yang bersangkutan merupakan Wakil Bupati Sumenep, sedangkan Fattah Jasin merupakan pejabat aktif, yakni sebagai Kepala Bakorwil IV Pamekasan.
Cawabup Dewi Khalifah sebenarnya merupakan Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Hanura di Kabupaten Sumenep, akan tetapi rekomendasi dari pengurus partai justru mendukung pasangan Fattah Jatim-Ali Fikri, bukan Achmad Fauzi-Dewi Khalifah.
Para bakal calon wakil bupati dari dua pasangan ini, sama-sama berlatar belakang pondok pesantren. Dewi Khalifah dikenal luas di kalangan masyarakat Sumenep sebagai aktivis muslimat NU, sedangkan Ali Fikri merupakan keluarga Pondok Pesantren Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep, putra tokoh PPP Sumenep (alm) KH Warits Ilyas.
Akademisi dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura Hannan menilai, jika didasarkan pada kekuatan partai politik (parpol) pengusung dari masing-masing bakal calon dari masing-masing kubu, konstelasi politik di Sumenep dapat dipastikan berjalan alot dan ketat. Apalagi, kedua kubu memperoleh sokongan parpol yang nisbi seimbang.
Memang, sambung Hannan, secara kalkulasi penguasaan di level parlemen, bakal pasangan calon Fattah Jasin-Ali Fikri lebih unggul dibanding dari bakal pasangan calon Achmad Fauzi-Dewi Khalifah.
Fattah-Fikri didukung oleh partai politik dengan jumlah wakil di parlemen sebanyak 30 kursi, yakni PKB 10 kursi, PPP 7 kursi, Demokrat 7 kursi, NasDem 3 kursi, dan Hanura 3 kursi. Sedangkan Fauzi-Eva didukung oleh partai dengan keterwakilan di parlemen sebanyak 20 kursi, masing-masing Partai Gerindra 6 kursi, PAN 6 kursi, PDIP 5 kursi, PKS 2 kursi dan PBB 1 kursi.
Dengan demikian, secara perhitungan kekuatan dari sisi jumlah keterwakilan di legislatif, Fattah-Ali Fikri lebih kuat dibanding Fauzi-Eva. Fattah-Fikri unggul 10 kursi dibanding Fauzi-Eva.
"Hanya memang yang perlu digarisbawahi di sini bahwa dalam sirkulasi kepemimpinan di Madura, termasuk di Sumenep, kekuatan parpol di kursi parlemen itu bukan satu-satunya variabel penentu," ujar Hannan.
Alumni Magister Sosiologi pada Fakultas Ilmu Politik Universitas Airlangga (Unair) ini lebih lanjut menyebutkan, ada hal lain yang tak kalah pentingnya dalam percaturan politik memperebutkan kepercayaan publik, yakni modal sosial keagamaan.
Latar belakang pasangan calon (paslon) yang memiliki hubungan kuat dengan struktur keagamaan, katakanlah pesantren, menurut mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bangkalan ini, turut menjadi salah satu variabel yang menentukan arah politik di Sumenep.
"Dan menariknya, kedua kubu ini sama-sama diaktori oleh tokoh pesantren. Ada Nyai Eva sebagai representasi politik muslimat NU yang juga dari pesantren Aqidah Usmuni Sumenep, kemudian ada nama "Kiai Fikri" yang berasal dari pesantren berpengaruh, yakni Annuqayah," kata Hannan.
Jadi, sambung dosen ilmu politik dan sosiologi IAIN Madura itu, jika bercermin pada pembacaan ini, dapat dipastikan peta persaingan politik di level daerah Sumenep akan berjalan ketat.
"Kita lihat saja sejauh mana kedua kubu ini berhasil meyakinkan dan menarik para voters untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitas mereka. Mengingat masih ada banyak waktu ke sana, situasi ke depan masih akan berjalan dinamis dan cair."
Dalam berbagai kesempatan, baik Achmad Fauzi maupun Fattah Jasin sama-sama mengaku optimistis bisa mendapatkan dukungan masyarakat untuk memimpin Kabupaten Sumenep pada pilkada yang akan digelar 9 Desember 2020 tersebut.
Fauzi, misalnya, ia mendasari pada calon wakil bupati yang akan mendampingi untuk memimpin Sumenep, yakni Dewi Khalifah. Dalam tiga kali pilkada sebelumnya, terbukti bahwa basis dukungan massa Dewi Khalifah sangat kuat dan cenderung kuat.
Pada Pilkada 2015 saat Achmad Fauzi maju mendampingi Busro Karim sebagai wakil bupati, Dewi Khalifah atau (Nyai Eva) menjadi rival-nya.
Saat itu, Nyai Eva menjadi Cawabup Zainal Abidin yang hanya kalah tipis dengan pasangan Busyro Karim-Ahmad Fauzi. Suara yang diperoleh hanya selisih sekitar 10.108 suara dari Busyro-Fauzi.
Begitu pula pada Pilkada Sumenep 2010, ketika itu Nyai Eva menjadi Cawabup Azasi Hasan. Azasi Hasan-Dewi Khalifah kalah tipis dengan selisih 1 persen dari pasangan Busyro Karim-Sungkono Sidik. Selisihnya sekitar 10.000 suara, tidak jauh berbeda dengan selisih perolehan suara pada Pilkada 2015.
Pasangan Assifa (Azasi Hasan-Dewi Khalifah) memperoleh suara 231.250 (48,90 persen) dan pasangan Abussidik (A. Busyro Karim-Sungkono Sidik) dengan peroleh suara 241.622 (51,10 persen) atau selisih sekitar 10.000 suara saja.
Saat putaran kedua Assifa tidak didukung kekuatan besar, hanya PKNU, PBB dan didukung kekuatan figur desa (lokal). Sementara Abussidik di putaran kedua didukung PDIP, PKB, Golkar, PAN, Demokrat, dan lain-lain yang menyatu di putaran kedua.
Abussidik kala itu juga didukung tokoh kuat politisi PDIP MH Said Abdullah, Malik Effendi (gugur putaran pertama), Bambang Mursalin (gugur putaran pertama) dan figur-figur besar lainnya. Akan tetapi Assifa tetap bisa melakukan perlawanan dan hanya kalah 1 persen.
Fakta-fakta inilah yang menjadi pertimbangan dan keyakinan pada pendukung bakal pasangan calon bupati dan wakil bupati Achmad Fauzi-Dewi Khalifah bisa saja menang pada Pilkada 9 Desember 2020.
Namun, kubu Fattah Jasin-Ali Fikri justru sebaliknya. Kekuatan tokoh dari pesantren terkenal di Sumenep, yakni Annuqayah, akan menjadi daya tarik bagi publik di Sumenep, apalagi tokoh ini dikenal memang memiliki basis massa yang kuat, baik di daratan maupun di kepulauan.
Selain itu, optimistis pendukung pasangan ini juga terbangun, setelah Hanura menetapkan dukungannya pada Fattah-Fikri, bukan kepada ketua DPC Hanura, yakni Dewi Khalifah yang kini juga mencalonkan diri berpasangan dengan Achmad Fauzi.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020