Seekor lutung Jawa (Trachypithecus Auratus) ditemukan dalam keadaan mati mengenaskan di Dusun Perinci, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Jawa Timur, yang diduga menjadi korban perburuan liar.

Ketua ProFauna Indonesia Rosek Nurwahid mengatakan berdasarkan informasi awal, penemuan tersebut dari hasil laporan warga yang menemukan lutung Jawa dalam kondisi mengenaskan, tergantung di pohon dengan menyisakan bagian kepala dan kulit saja.

"Kami mendapatkan informasi tadi malam. Namun, saat di lapangan kami terkejut, karena barang bukti secara utuh lenyap, dan hanya menyisakan potongan tangan lutung jawa yang terikat di pohon," kata Rosek di Malang, Selasa.

Rosek menjelaskan kronologi penemuan hewan yang dilindungi tersebut bermula dari adanya laporan warga kepada tim ProFauna Indonesia pada 10 Agustus 2020. Dalam foto yang dikirimkan terlihat lutung Jawa itu tergantung dan hanya menyisakan bagian kepala dan kulit.

Mendapatkan laporan tersebut, lanjut Rosek, pada Selasa ini, tim gabungan dari ProFauna Indonesia bersama Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur dan Perhutani menuju lokasi dan melakukan olah tempat kejadian perkara.

Namun, pada saat berada di lokasi kejadian, tim gabungan hanya menemukan sisa tangan lutung Jawa yang masih terikat di pohon, serta sisa rambut dari lutung Jawa berwarna hitam tersebut.

"Selain potongan tangan, ada sisa rambut dari lutung Jawa, dalam waktu yang sangat singkat, barang bukti hilang, tidak utuh," kata Rosek.

Berdasarkan informasi temuan awal, tidak ada daging yang tersisa dari lutung jawa tersebut. Daging dari lutung Jawa tersebut kemungkinan dikonsumsi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Rosek menjelaskan berdasarkan kepercayaan yang beredar di masyarakat, mengonsumsi daging lutung Jawa dipercaya bisa meningkatkan vitalitas dan menjadi obat untuk penyakit sesak nafas. Namun, hal itu tidak terbukti secara klinis.

Selain itu, lanjut Rosek, daging lutung Jawa juga dikonsumsi pada saat melakukan pesta minuman keras. Mengonsumsi daging lutung Jawa, juga dipercaya bisa meningkatkan reaksi minuman keras.

"Dipercaya seperti itu, namun itu tidak terbukti," kata Rosek.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pelaku perdagangan termasuk pemburu liar satwa yang dilindungi, bisa dikenakan hukuman penjara lima tahun, dan denda Rp100 juta.

Pewarta: Vicki Febrianto

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020