Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Wikan Sakarinto mengatakan pihaknya menargetkan sekitar 90 persen institusi pendidikan vokasi "nikah massal" dengan industri pada 2020.
"Kami mengalokasikan anggaran Rp3,5 triliun untuk program "pernikahan massal" ini. Pendidikan vokasi harus "menikah" dengan dunia industri. Hubungannya harus menikah dan punya anak-anak serta cucu-cucunya," ujar Wikan dalam program virtual "Bincang Edukasi : Ngobrol Asik dengan Cak Lontong Tentang Vokasi" di Jakarta, Sabtu.
Wikan menambahkan program tersebut harus berwujud "pernikahan massal" antara kampus vokasi, SMK, lembaga pelatihan dengan dunia usaha dan dunia industri. Wikan mengibaratkan keseriusannya membuat platform "mak comblang" antara pendidikan vokasi dan industri.
"Selama ini hubungan antara vokasi dan industri sudah ada yang sampai "menikah", namun hanya sedikit yakni 20 persen hingga 30 persen. Kami menargetkan dengan anggaran tersebut bisa 80 hingga 90 persen pendidikan vokasi bekerja sama dengan industri," jelas Wikan.
Mantan Direktur Sekolah Vokasi UGM tersebut menjelaskan terdapat sembilan paket dalam "pernikahan massal" yaitu kurikulum disusun secara bersama, dosen tamu dari industri, program magang yang terstruktur dan dikelola dengan baik, riset bersama, pengenalan program dunia industri, program magang dan ikatan dinas bagi mahasiswa, sertifikasi kompetensi yang diberikan dunia industri dan lembaga pendidikan vokasi, pihak industri memberikan bantuan peralatan laboratorium kepada kampus, dan riset bersama.
"Kita maunya lulusan yang kompeten, yang memiliki kombinasi kemampuan teknis dan kemampuan nonteknis. Bukan sekedar mendapatkan ijazah," kata dia lagi.
Dia berharap dengan program "pernikahan massal" tersebut dapat menghasilkan lulusan yang dibutuhkan oleh dunia industri. Selama ini, kompetensi lulusan yang dihasilkan tidak selaras dengan kebutuhan industri.
Dengan paket "pernikahan massal" tersebut, permasalahan pendidikan vokasi dapat terselesaikan. Ke depan, Wikan berharap pendidikan vokasi bisa naik tingkat dari sebelumnya D3 menjadi sarjana terapan.
"Bukan menambahkan kemampuan teknisnya, tapi kemampuan nonteknisnya seperti kepemimpinan dan komunikasi," tambah dia.
Guru Besar ITB, Prof Dr Iwan Pranoto, mengatakan tak bisa lagi pendidikan vokasi hanya siap kerja. Namun harus siap belajar, karena usia dari pengetahuan sekarang sangat singkat.
"Kemungkinan lulusan vokasi tahun ini misalnya, kemungkinan tahun depan ilmunya sudah berubah lagi," kata Iwan.
Oleh karena itu, lulusan vokasi harus siap belajar agar pengetahuan yang dimilikinya sesuai dengan perkembangan zaman. Ke depan, kata Iwan, lulusan okpendidikan vokasi maupun akademik akan lebih konvergensi. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
"Kami mengalokasikan anggaran Rp3,5 triliun untuk program "pernikahan massal" ini. Pendidikan vokasi harus "menikah" dengan dunia industri. Hubungannya harus menikah dan punya anak-anak serta cucu-cucunya," ujar Wikan dalam program virtual "Bincang Edukasi : Ngobrol Asik dengan Cak Lontong Tentang Vokasi" di Jakarta, Sabtu.
Wikan menambahkan program tersebut harus berwujud "pernikahan massal" antara kampus vokasi, SMK, lembaga pelatihan dengan dunia usaha dan dunia industri. Wikan mengibaratkan keseriusannya membuat platform "mak comblang" antara pendidikan vokasi dan industri.
"Selama ini hubungan antara vokasi dan industri sudah ada yang sampai "menikah", namun hanya sedikit yakni 20 persen hingga 30 persen. Kami menargetkan dengan anggaran tersebut bisa 80 hingga 90 persen pendidikan vokasi bekerja sama dengan industri," jelas Wikan.
Mantan Direktur Sekolah Vokasi UGM tersebut menjelaskan terdapat sembilan paket dalam "pernikahan massal" yaitu kurikulum disusun secara bersama, dosen tamu dari industri, program magang yang terstruktur dan dikelola dengan baik, riset bersama, pengenalan program dunia industri, program magang dan ikatan dinas bagi mahasiswa, sertifikasi kompetensi yang diberikan dunia industri dan lembaga pendidikan vokasi, pihak industri memberikan bantuan peralatan laboratorium kepada kampus, dan riset bersama.
"Kita maunya lulusan yang kompeten, yang memiliki kombinasi kemampuan teknis dan kemampuan nonteknis. Bukan sekedar mendapatkan ijazah," kata dia lagi.
Dia berharap dengan program "pernikahan massal" tersebut dapat menghasilkan lulusan yang dibutuhkan oleh dunia industri. Selama ini, kompetensi lulusan yang dihasilkan tidak selaras dengan kebutuhan industri.
Dengan paket "pernikahan massal" tersebut, permasalahan pendidikan vokasi dapat terselesaikan. Ke depan, Wikan berharap pendidikan vokasi bisa naik tingkat dari sebelumnya D3 menjadi sarjana terapan.
"Bukan menambahkan kemampuan teknisnya, tapi kemampuan nonteknisnya seperti kepemimpinan dan komunikasi," tambah dia.
Guru Besar ITB, Prof Dr Iwan Pranoto, mengatakan tak bisa lagi pendidikan vokasi hanya siap kerja. Namun harus siap belajar, karena usia dari pengetahuan sekarang sangat singkat.
"Kemungkinan lulusan vokasi tahun ini misalnya, kemungkinan tahun depan ilmunya sudah berubah lagi," kata Iwan.
Oleh karena itu, lulusan vokasi harus siap belajar agar pengetahuan yang dimilikinya sesuai dengan perkembangan zaman. Ke depan, kata Iwan, lulusan okpendidikan vokasi maupun akademik akan lebih konvergensi. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020