Staf Medis Ilmu Penyakit Paru Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soetomo Surabaya, dr Tutik Kusmiati menyebut ada keterkaitan antara faktor kemiskinan dengan minimnya pengetahuan terkait COVID-19 yang menyebabkan tingginya kematian di Jawa Timur.

Tutik di Surabaya, Selasa mengatakan minimnya pengetahuan menyebabkan pasien COVID-19 datang ke rumah sakit saat mengalami sesak napas sehingga penanganan dan pengobatan menjadi lebih sulit.

"Pasien rata-rata datang dalam kondisi stadium lanjut ditambah adanya penyakit komorbit membuat angka kematian menjadi lebih tinggi," katanya.

Berbeda dengan pasien yang berpendidikan yang mengalami batuk, demam hanya satu sampai dua hari langsung datang ke rumah sakit. Hal ini membuat penanganan pasien lebih cepat dan tidak membutuhkan ventilator.

Sementara itu, Satgas COVID-19 RSUD Dr Soetomo, dr Arief Bakhtiar mengungkapkan kebanyakan pasien dibawa ke rumah sakit memang dalam kondisi yang telah berat. 

Dia menambahkan, setidaknya sudah ada 17 pasien meninggal dunia akibat COVID-19 di rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur tersebut per 5 Mei 2020.

Jumlah ini hanya 18 persen dari pasien terkonfirmasi COVID-19 atau PDP yang ada di RSUD dr Soetomo. Sisanya masih dilakukan perawatan ataupun sudah sembuh.

"Yang meninggal dengan usia diatas 40 tahun sebanyak 88 persen, sisanya pasien di bawah 40 tahun dengan penyakit bawaan," katanya.

Arief memaparkan 50 persen pasien meninggal dalam kondisi memakai ventilator. Sedangkan sisanya tidak memakai ventilator atau memang sedang mengantre ventilator.

"Yang tidak pakai ventilator meninggal gagal napas, hanya dua orang yang meninggal tanpa gagal nafas," katanya.

Menurutnya ada sejumlah penyakit yang biasanya memperburuk kondisi pasien COVID-19 yaitu diabetes, penyakit paru, hipertensi dan obesitas. (*)
 

Pewarta: Willy Irawan

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020