Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatakan haram hukumnya bagi masyarakat melakukan aktivitas yang menyebabkan kepanikan di tengah pandemi COVID-19.
"Waspada memang penting," kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh, pada konferensi pers Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Jakarta, Kamis.
Asrorun mengatakan, aktivitas yang menyebabkan kepanikan dapat memperkeruh situasi dan memperparah keadaan.
Aktivitas-aktivitas yang dapat menimbulkan kepanikan tersebut antara lain adalah memborong masker, penyanitasi tangan (hand sanitizer) dan alat kesehatan lain sehingga menimbulkan kelangkaan persediaan.
Kemudian, menyebarkan informasi yang terkait COVID-19 dari sumber yang tidak kredibel dan tidak dapat dipertanggungjawabkan, atau hoaks juga dapat menyebabkan kesimpangsiuran dan kesalahpahaman masyarakat tentang kondisi yang sebenarnya terjadi. "Itu hukumnya haram," katanya.
Ia mengatakan masyarakat dan semua pihak memiliki tanggung jawab untuk mencegah penyebaran COVID-19. Oleh karena itu dibutuhkan upaya bersama-sama untuk membatasinya.
"Ini bagian dari tugas keagamaan. Jangan sampai kemudian kita menyebabkan kepanikan," katanya.
Di tengah semakin meningkatnya kasus yang positif terkena virus SARS-COV-2, penyebab penyakit COVID-19, kata dia, penting bagi semua pihak untuk meningkatkan ikhtiar dengan berperilaku hidup bersih dan sehat, sekaligus beribadah serta berdoa agar wabah COVID-19 dapat segera berakhir.
Hingga Rabu (18/3) tercatat 227 kasus positif COVID-19 di Indonesia dengan 19 orang meninggal. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
"Waspada memang penting," kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh, pada konferensi pers Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Jakarta, Kamis.
Asrorun mengatakan, aktivitas yang menyebabkan kepanikan dapat memperkeruh situasi dan memperparah keadaan.
Aktivitas-aktivitas yang dapat menimbulkan kepanikan tersebut antara lain adalah memborong masker, penyanitasi tangan (hand sanitizer) dan alat kesehatan lain sehingga menimbulkan kelangkaan persediaan.
Kemudian, menyebarkan informasi yang terkait COVID-19 dari sumber yang tidak kredibel dan tidak dapat dipertanggungjawabkan, atau hoaks juga dapat menyebabkan kesimpangsiuran dan kesalahpahaman masyarakat tentang kondisi yang sebenarnya terjadi. "Itu hukumnya haram," katanya.
Ia mengatakan masyarakat dan semua pihak memiliki tanggung jawab untuk mencegah penyebaran COVID-19. Oleh karena itu dibutuhkan upaya bersama-sama untuk membatasinya.
"Ini bagian dari tugas keagamaan. Jangan sampai kemudian kita menyebabkan kepanikan," katanya.
Di tengah semakin meningkatnya kasus yang positif terkena virus SARS-COV-2, penyebab penyakit COVID-19, kata dia, penting bagi semua pihak untuk meningkatkan ikhtiar dengan berperilaku hidup bersih dan sehat, sekaligus beribadah serta berdoa agar wabah COVID-19 dapat segera berakhir.
Hingga Rabu (18/3) tercatat 227 kasus positif COVID-19 di Indonesia dengan 19 orang meninggal. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020