Dalam beberapa bulan terakhir ini, publik dihebohkan dengan serangan virus corona (Covid-19).

Wabah virus corona asal Wuhan, China, makin merajalela baik di dalam negeri maupun menyebar ke banyak negara lainnya di dunia. 

Hingga Rabu (11/3), demikian sumber dari berbagai media, terdata jumlah total korban terinfeksi corona mencapai 118.582 orang di seluruh dunia, dengan korban meninggal sebanyak 4.262 orang. Dari total itu, sekitar 81.000 kasus terpusat di China.

Selain China, beberapa negara di dunia juga terus melaporkan lonjakan kasus ini, termasuk Indonesia. Pemerintah melaporkan sebanyak delapan orang terinfeksi virus corona, lalu bertambah menjadi 19 orang, dan terakhir menjadi 27 orang.

Penyebaran virus ini tidak hanya meresahkan publik, akan tetapi telah menyebabkan rasa takut pada sebagian orang, mengingat pemberitaan di media mengenai virus asal Wuhan, China ini terus gencar diberitakan.

Fakta akan adanya korban yang meninggal dunia, juga menjadi pemicu publik semakin resah menghadapi jenis penyakit baru yang berasal dari negara tirai bambu ini.

Jawa Timur, dan termasuk masyarakat di Pulau Madura juga sangat merasakan akan kecemasan kemungkinan mewabahnya virus corona, karena beberapa hal. Pertama, sebagian warga ada yang bekerja di luar negeri, seperti Thailand dan beberapa negara lain yang warganya dilaporkan positif menderita corona.

Kedua, kontak langsung dengan warga yang pernah tinggal di negara yang terserang corona memungkinkan terjadi, mengingat sebagian warga Madura tidak sedikit yang menjadi tenaga kerja (TKI), termasuk meraka yang belajar di China sebagai mahasiswa.

Fakta ini, tentu menjadi alasan mendasar, mengapa warga di Pulau Garam ini sangat cemas, apalagi ketika diperparah dengan banyak berita bohong yang menyebar di media sosial whatshapp.

Dalam konteks ini, corona tentu bukan hanya sebatas jenis virus (penyakit) belaka yang perlu diwaspadai, akan tetapi juga telah menjelma menjadi penyakit sosial di kalangan masyarakat Madura. Jenis penyakit sosial yang dimaksud adalah rasa takut, dan stigma yang berlebihan tentang corona.

Maka wajar, apabila terjadi upaya perlawanan, baik oleh kelompok masyarakat maupun dari institusi pemerintah terhadap corona. Kampanye sadar hidup sehat, dan imbauan kepada warga agar tidak, dilakukan dimana-mana.

Di Madura, gerakan ini tidak hanya dilakukan institusi yang berkaitan dengan kesehatan, akan tetapi juga aparat keamanan, yakni aparat kepolisian.

Pekan lalu, aparat kepolisian di lingkungan polres di empat kabupaten di Pulau Madura menggelar jalan sehat, sebagai bentuk menetralisir psikologis masyarakat yang sudah merasa resah dengan kasus corona.

Pola hidup sehat dan antisipasi pencegahan virus melalui cara mencuci tangan yang baik dan benar, menjadi materi pokok dalam kegiatan "Jatim Sehat dan Pamekasan Sehat" kala itu.

Kapolres Pamekasan AKBP Djoko Lestari menyatakan, virus corona memang fakta yang terjadi, akan tetapi isu dibalik kejadian itu, tidak kalah penting untuk segera ditanggulangi oleh semua elemen masyarakat.

Kasus berita bohong yang banyak menyebar di media sosial tentang corona, serta dampak ikutan lainnya, seperti mahalnya harga masker di pasaran, juga harus menjadi perhatian semua pihak. 

Sebab jika hal itu dibiarkan, maka berpotensi dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menciptakan suasana yang tidak kondusif, sebagaimana juga diakui oleh Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Pamekasan Farid Anwar.

Dengan demikian, melawan corona saat ini, bukan hanya mengantisipasi melalui pola hidup sehat dan melakukan pencegahan dengan cuci tangan saja, akan tetapi juga mengembalikan rasa takut yang sudah beredar di publik.

Pewarta: Abd Aziz

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020