Plt Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur Hudiyono menyatakan pihaknya tidak ada masalah jika ujian nasional (UN) dihapus oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, karena beberapa sekolah di wilayah itu telah memiliki tolak ukur kelulusannya sendiri.
"Tidak ada masalah, karena seperti SMAN 5 dan SMA Khadijah Surabaya, mereka mengukur potensi anak didiknya ketika mengikuti pelajaran, berdasarkan standar isi kompetensi itu sudah dilakukan," kata Hudiyono di Surabaya, Kamis, menanggapi kebijakan baru yang akan diberlakukan Mendikbud.
Hudiyono mengatakan, jika nantinya UN dihapus, maka kebijakan kelulusan dikembalikan ke sekolah. Guru diminta membuat alat ukur untuk penilaian.
"Sifatnya alat ukur itu bukan hanya kognisi, tapi bisa karakternya diukur tentu ada alatnya itu. Juga dari sisi literasinya, kecerdasan dia menerima informasi," ujarnya.
Ia optimistis guru-guru bisa menyesuaikan kebijakan Mendikbud ke depan, sebab para pendidik inilah yang membuatkan soal untuk siswanya. Mereka akan mendapat pelatihan dan pedoman dari kementerian.
"Guru sudah terlatih, jangan bilang tidak siap, mereka sudah terlatih ketika mengerjakan RPP, jadi RPP itu bagaimana guru membuat soal membuat indikator soal, menganalisa soal," ujar Hudiyono.
Meski begitu, Hudiyono belum bisa membeberkan secara rinci teknis evaluasi pembelajaran pascadihapusnya UN.
Ia mengaku masih menunggu petunjuk teknis (juknis) dan petunjuk pelaksanaan (juklak) dari Kemendikbud.
"Belum ya, ini kan kebijakan ini baru tahun depan 2021. Tahun depan masih menggunakan UN," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Tidak ada masalah, karena seperti SMAN 5 dan SMA Khadijah Surabaya, mereka mengukur potensi anak didiknya ketika mengikuti pelajaran, berdasarkan standar isi kompetensi itu sudah dilakukan," kata Hudiyono di Surabaya, Kamis, menanggapi kebijakan baru yang akan diberlakukan Mendikbud.
Hudiyono mengatakan, jika nantinya UN dihapus, maka kebijakan kelulusan dikembalikan ke sekolah. Guru diminta membuat alat ukur untuk penilaian.
"Sifatnya alat ukur itu bukan hanya kognisi, tapi bisa karakternya diukur tentu ada alatnya itu. Juga dari sisi literasinya, kecerdasan dia menerima informasi," ujarnya.
Ia optimistis guru-guru bisa menyesuaikan kebijakan Mendikbud ke depan, sebab para pendidik inilah yang membuatkan soal untuk siswanya. Mereka akan mendapat pelatihan dan pedoman dari kementerian.
"Guru sudah terlatih, jangan bilang tidak siap, mereka sudah terlatih ketika mengerjakan RPP, jadi RPP itu bagaimana guru membuat soal membuat indikator soal, menganalisa soal," ujar Hudiyono.
Meski begitu, Hudiyono belum bisa membeberkan secara rinci teknis evaluasi pembelajaran pascadihapusnya UN.
Ia mengaku masih menunggu petunjuk teknis (juknis) dan petunjuk pelaksanaan (juklak) dari Kemendikbud.
"Belum ya, ini kan kebijakan ini baru tahun depan 2021. Tahun depan masih menggunakan UN," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019