Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto memaparkan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) DPP Partai Golkar, dalam Rapat Paripurna II Musyawarah Nasional X Partai Golkar di Jakarta, Rabu.
Rapat Paripurna dipimpin oleh pimpinan sidang yang sebelumnya telah disepakati peserta Munas X Golkar yakni Azis Syamsuddin, Dedi Mulyadi, Sarmuji, Tetty Paruntu, dan Roem Kono.
Dalam LPJ yang dipaparkan, Airlangga menyampaikan dirinya bersama pengurus DPP Golkar selama dua tahun terakhir, sejak 2017, telah melakukan sejumlah hal dalam rangka mewujudkan visi dan misi partai.
"Partai Golkar memberikan amanat kepada saya untuk memimpin partai ini dalam kurun waktu yang singkat hanya dua tahun. Berkat dukungan seluruh pimpinan, kader dan senior Partai Golkar amanah dan harapan tersebut telah dijalankan dengan baik," kata Airlangga.
Airlangga menyampaikan LPJ secara umum dengan menyertakan buku Laporan Pertanggungjawaban yang memuat detail LPJ DPP Golkar dibawah kepemimpinanmya selama dua tahun terakhir yakni 2017-2019.
Dia mengatakan, lebih dari dua tahun dari 2014 sampai 2016, terjadi dualisme kepengurusan Golkar baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah yang menyebabkan konsolidasi organisasi, kaderisasi dan pembinaan partai sebelum kepemimpinannya menjadi tidak berjalan.
Dengan demikian, tingkat kemenangan yang diraih dalam pilkada di tahun 2015 adalah dibawah 50 persen atau jauh dari target yang diharapkan serta tidak sedikit kader-kader Golkar yang maju dalam pilkada tersebut diusung oleh partai lain, bahkan setelah terpilih ada di antara mereka yang pindah ke partai yang mendukungnya.
Pada gilirannya Golkar menggelar Munas Luar Biasa pada 2016, di mana salah satu keputusan penting yang dihasilkan adalah menetapkan posisi politik Partai Golkar dimana semula berada di luar pemerintahan bersama Koalisi Merah Putih kemudian berubah menjadi partai pendukung pemerintah Jokowi-JK bersama Koalisi Indonesia Hebat.
Namun lagi-lagi kerja organisasi partai menjadi terhambat lantaran Ketua Umum Golkar saat itu Setya Novanto tertimpa kasus hukum.
Akhirnya Golkar kembali menggelar Munas Luar Biasa 2017 dan Airlangga terpilih sebagai ketua umum secara aklamasi.
"Ibarat kapal yang telah oleng dihantam badai besar, Golkar memenangkan nakhoda untuk menyelamatkan kapal tersebut sehingga penumpang bisa selamat sampai tujuan," kata dia.
Saat dirinya mendapat amanah menjadi ketua umum dalam Munaslub Partai Golkar 2017, tidak ada program umum yang ditetapkan kala itu.
Yang menjadi fokus saat itu bagi DPP Golkar adalah pemenangan Pilkada 2018 dan Pemilu 2019.
"Waktu yang tersedia sangat terbatas di mana waktu persiapan Pilkada kurang dari tujuh bulan sementara persiapan Pemilu 2019 hanya 15 bulan. Sebuah rentang waktu yang sangat pendek untuk menyiapkan perhelatan akbar Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif," ujar dia.
Namun Airlangga menyatakan bergerak cepat menyusun strategi kreatif untuk menarik simpati publik dengan mencanangkan sebuah tagline yakni "Golkar bersih Golkar bangkit" yang menurutnya sangat bertenaga dan bergema ke seantero negeri.
Airlangga mengatakan, DPP Golkar selama dua tahun terakhir juga menerapkan sanksi tegas berupa pemberhentian dari semua posisi di internal partai, terhadap kader yang terlibat korupsi.
"Golkar punya komitmen terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia. Walaupun citranya belum pulih, Partai Golkar tetap percaya diri memasuki gelanggang Pemilu serentak di tahun 2019," kata dia.
Airlangga menekankan pada saat itu banyak pengamat dan lembaga survei yang memprediksi bahwa Partai Golkar akan jatuh ke posisi ketiga di bawah PDIP dan Gerindra.
"Namun ternyata perolehan kursi Golkar diluar perkiraan banyak pihak karena mampu bertahan sebagai pemenang kedua dengan memperoleh 85 kursi DPR RI," kata dia.
Lebih dari itu, kata dia, untuk pertama kali sejak reformasi, Partai Golkar berhasil meraih kemenangan pada Pilpres 2019 dengan mengusung Jokowi-Ma'ruf Amin," jelasnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
Rapat Paripurna dipimpin oleh pimpinan sidang yang sebelumnya telah disepakati peserta Munas X Golkar yakni Azis Syamsuddin, Dedi Mulyadi, Sarmuji, Tetty Paruntu, dan Roem Kono.
Dalam LPJ yang dipaparkan, Airlangga menyampaikan dirinya bersama pengurus DPP Golkar selama dua tahun terakhir, sejak 2017, telah melakukan sejumlah hal dalam rangka mewujudkan visi dan misi partai.
"Partai Golkar memberikan amanat kepada saya untuk memimpin partai ini dalam kurun waktu yang singkat hanya dua tahun. Berkat dukungan seluruh pimpinan, kader dan senior Partai Golkar amanah dan harapan tersebut telah dijalankan dengan baik," kata Airlangga.
Airlangga menyampaikan LPJ secara umum dengan menyertakan buku Laporan Pertanggungjawaban yang memuat detail LPJ DPP Golkar dibawah kepemimpinanmya selama dua tahun terakhir yakni 2017-2019.
Dia mengatakan, lebih dari dua tahun dari 2014 sampai 2016, terjadi dualisme kepengurusan Golkar baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah yang menyebabkan konsolidasi organisasi, kaderisasi dan pembinaan partai sebelum kepemimpinannya menjadi tidak berjalan.
Dengan demikian, tingkat kemenangan yang diraih dalam pilkada di tahun 2015 adalah dibawah 50 persen atau jauh dari target yang diharapkan serta tidak sedikit kader-kader Golkar yang maju dalam pilkada tersebut diusung oleh partai lain, bahkan setelah terpilih ada di antara mereka yang pindah ke partai yang mendukungnya.
Pada gilirannya Golkar menggelar Munas Luar Biasa pada 2016, di mana salah satu keputusan penting yang dihasilkan adalah menetapkan posisi politik Partai Golkar dimana semula berada di luar pemerintahan bersama Koalisi Merah Putih kemudian berubah menjadi partai pendukung pemerintah Jokowi-JK bersama Koalisi Indonesia Hebat.
Namun lagi-lagi kerja organisasi partai menjadi terhambat lantaran Ketua Umum Golkar saat itu Setya Novanto tertimpa kasus hukum.
Akhirnya Golkar kembali menggelar Munas Luar Biasa 2017 dan Airlangga terpilih sebagai ketua umum secara aklamasi.
"Ibarat kapal yang telah oleng dihantam badai besar, Golkar memenangkan nakhoda untuk menyelamatkan kapal tersebut sehingga penumpang bisa selamat sampai tujuan," kata dia.
Saat dirinya mendapat amanah menjadi ketua umum dalam Munaslub Partai Golkar 2017, tidak ada program umum yang ditetapkan kala itu.
Yang menjadi fokus saat itu bagi DPP Golkar adalah pemenangan Pilkada 2018 dan Pemilu 2019.
"Waktu yang tersedia sangat terbatas di mana waktu persiapan Pilkada kurang dari tujuh bulan sementara persiapan Pemilu 2019 hanya 15 bulan. Sebuah rentang waktu yang sangat pendek untuk menyiapkan perhelatan akbar Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif," ujar dia.
Namun Airlangga menyatakan bergerak cepat menyusun strategi kreatif untuk menarik simpati publik dengan mencanangkan sebuah tagline yakni "Golkar bersih Golkar bangkit" yang menurutnya sangat bertenaga dan bergema ke seantero negeri.
Airlangga mengatakan, DPP Golkar selama dua tahun terakhir juga menerapkan sanksi tegas berupa pemberhentian dari semua posisi di internal partai, terhadap kader yang terlibat korupsi.
"Golkar punya komitmen terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia. Walaupun citranya belum pulih, Partai Golkar tetap percaya diri memasuki gelanggang Pemilu serentak di tahun 2019," kata dia.
Airlangga menekankan pada saat itu banyak pengamat dan lembaga survei yang memprediksi bahwa Partai Golkar akan jatuh ke posisi ketiga di bawah PDIP dan Gerindra.
"Namun ternyata perolehan kursi Golkar diluar perkiraan banyak pihak karena mampu bertahan sebagai pemenang kedua dengan memperoleh 85 kursi DPR RI," kata dia.
Lebih dari itu, kata dia, untuk pertama kali sejak reformasi, Partai Golkar berhasil meraih kemenangan pada Pilpres 2019 dengan mengusung Jokowi-Ma'ruf Amin," jelasnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019