Kepolisian Daerah Jawa Timur mengungkapkan jika dua tersangka kasus ambruknya SDN Gentong, Kota Pasuruan, berinisial DM dan SE tidak memiliki basis pengetahuan khusus di bidang konstruksi.
Dirreskrimum Polda Jatim Kombes Pol Gidion Arif Setiawan saat merilis kasus itu di Surabaya, Senin, mengatakan, DM yang merupakan kontraktor dan pelaksana proyek dari CV Andalus hanyalah lulusan SMA.
Sedangkan SE yang merupakan mandor proyek dari CV DHL Putra hanya tamatan SMP. Kendati begitu, keduanya sudah menggarap banyak bangunan sejak 2004.
"Jadi, background yang bersangkutan memang bukan teknik, memang tidak memiliki kecakapan khusus," kata Gideon.
Baca juga: Polisi tetapkan dua kontraktor tersangka kasus atap sekolah ambruk
Dia menjelaskan, proyek yang dikerjakan kedua tersangka hanya renovasi bagian atap untuk empat kelas. Bersifat swakelola, anggaran proyek berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2012 sebesar lebih dari Rp200 juta.
"Dalam satu paket (DAK) mereka mengerjakan beberapa proyek," ujar Gidion.
Berdasarkan hasil uji laboratorium forensik, semua material bagian atap gedung SDN Gentong diketahui tidak sesuai spesifikasi. Itu menjadi bukti kelalaian yang disangkakan kepada keduanya dan tinggal nunggu waktu saja untuk rubuh.
Gideon menambahkan, ketidaksesuaian spesifikasi bangunan yang dikerjakan tersangka cukup mencolok. Misalnya, pada kolom atau ring balok yang semestinya diisi empat besi berdiameter 12 milimeter, hanya diisi tiga besi, itu pun spesifikasinya kurang dari perencanaan.
“(Yang dipakai tersangka) istilahnya menggunakan besi banci. Kalau berdasarkan hasil uji laboratorium ketemu delapan koma sekian mili diameternya,” ujarnya.
Baca juga: Insiden sekolah ambruk, polisi sebut karena lalai dan korupsi
Begitu pula dengan material pada beton, juga dikurangi dari seharusnya yang tertuang di kontrak. Pasir yang digunakan tersangka pada beton menggunakan pasir biasa, tidak sesuai dengan perencanaan yang seharusnya menggunakan pasir dari Lumajang.
"Kalau di sini pasir yang terkenal bagus ialah Pasir Lumajang, daya ikatnya cukup bagus," kata Gideon.
Dia menjelaskan, sementara ini penyidik baru menetapkan dua orang sebagai tersangka. Polisi masih mendalami kemungkinan adanya pihak lain yang harus dimintai pertanggungjawaban.
Keduanya dianggap lalai. Karena proyek yang dikerjakan tujuh tahun lalu gedung empat kelas di SDN Gentong 1 Pasuruan akhirnya ambruk dan menewaskan dua orang. Mereka yang tewas ialah siswa kelas 2B, Irza Almira (8) dan guru Sevina Arsy (19). Ditambah korban luka mencapai 16 orang.
"Keduanya terjerat Pasal 359 dan 360 ayat (1). Ancaman hukuman lima tahun penjara," ucap Gideon.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
Dirreskrimum Polda Jatim Kombes Pol Gidion Arif Setiawan saat merilis kasus itu di Surabaya, Senin, mengatakan, DM yang merupakan kontraktor dan pelaksana proyek dari CV Andalus hanyalah lulusan SMA.
Sedangkan SE yang merupakan mandor proyek dari CV DHL Putra hanya tamatan SMP. Kendati begitu, keduanya sudah menggarap banyak bangunan sejak 2004.
"Jadi, background yang bersangkutan memang bukan teknik, memang tidak memiliki kecakapan khusus," kata Gideon.
Baca juga: Polisi tetapkan dua kontraktor tersangka kasus atap sekolah ambruk
Dia menjelaskan, proyek yang dikerjakan kedua tersangka hanya renovasi bagian atap untuk empat kelas. Bersifat swakelola, anggaran proyek berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2012 sebesar lebih dari Rp200 juta.
"Dalam satu paket (DAK) mereka mengerjakan beberapa proyek," ujar Gidion.
Berdasarkan hasil uji laboratorium forensik, semua material bagian atap gedung SDN Gentong diketahui tidak sesuai spesifikasi. Itu menjadi bukti kelalaian yang disangkakan kepada keduanya dan tinggal nunggu waktu saja untuk rubuh.
Gideon menambahkan, ketidaksesuaian spesifikasi bangunan yang dikerjakan tersangka cukup mencolok. Misalnya, pada kolom atau ring balok yang semestinya diisi empat besi berdiameter 12 milimeter, hanya diisi tiga besi, itu pun spesifikasinya kurang dari perencanaan.
“(Yang dipakai tersangka) istilahnya menggunakan besi banci. Kalau berdasarkan hasil uji laboratorium ketemu delapan koma sekian mili diameternya,” ujarnya.
Baca juga: Insiden sekolah ambruk, polisi sebut karena lalai dan korupsi
Begitu pula dengan material pada beton, juga dikurangi dari seharusnya yang tertuang di kontrak. Pasir yang digunakan tersangka pada beton menggunakan pasir biasa, tidak sesuai dengan perencanaan yang seharusnya menggunakan pasir dari Lumajang.
"Kalau di sini pasir yang terkenal bagus ialah Pasir Lumajang, daya ikatnya cukup bagus," kata Gideon.
Dia menjelaskan, sementara ini penyidik baru menetapkan dua orang sebagai tersangka. Polisi masih mendalami kemungkinan adanya pihak lain yang harus dimintai pertanggungjawaban.
Keduanya dianggap lalai. Karena proyek yang dikerjakan tujuh tahun lalu gedung empat kelas di SDN Gentong 1 Pasuruan akhirnya ambruk dan menewaskan dua orang. Mereka yang tewas ialah siswa kelas 2B, Irza Almira (8) dan guru Sevina Arsy (19). Ditambah korban luka mencapai 16 orang.
"Keduanya terjerat Pasal 359 dan 360 ayat (1). Ancaman hukuman lima tahun penjara," ucap Gideon.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019