Pengamat hukum Universitas Jember Dr Bayu Dwi Anggono mengatakan tantangan pemberantasan korupsi pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin cukup berat, apalagi selama lima tahun terakhir legislasi yang dibentuk masih jauh dari harapan masyarakat untuk memperkuat pemberantasan korupsi.
"Beberapa rancangan undang-undang (RUU) yang dibutuhkan untuk memperkuat pemberantasan korupsi justru tidak segera diselesaikan seperti RUU Pengawasan Sistem Intern Pemerintah, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana, RUU Pembatasan Transaksi Penggunaan Uang Kartal," katanya di Jember, Jawa Timur, Minggu.
Bahkan, kata dia, sebaliknya publik justru melihat banyak UU kontroversial yang dibentuk seperti revisi UU KPK yang dianggap mempersulit KPK dalam melaksanakan tugas pemberantasan korupsi.
Selama Presiden Joko Widodo memimpin jilid I juga ditandai masih banyaknya pejabat publik yang melakukan korupsi termasuk juga aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan maupun pengadilan.
"Sebanyak 23 anggota DPR periode 2014-2019 terlibat kasus korupsi dan jumlah kepala daerah yang tertangkap melakukan korupsi meningkat pesat di era Presiden Jokowi jilid I itu," kata Direktur Puskapsi Fakultas Hukum Universitas Jember itu.
Dari periode 2016-2019, jumlah kepala daerah yang terjerat korupsi mencapai 52 orang. Angka itu terdiri dari 9 orang pada tahun 2016, 8 orang pada tahun 2017, dan yang paling banyak pada tahun 2018 mencapai 26 orang, serta 9 orang pada tahun 2019.
Menurut dia, agenda pembangunan hukum dijanjikan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin sebagaimana tertuang dalam janji kampanyenya yaitu penegakan sistem hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya melalui penataan regulasi, melanjutkan reformasi sistem dan proses penegakan hukum, pencegahan dan pemberantasan korupsi, penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM, dan mengembangkan budaya sadar hukum.
"Tantangan terberat untuk mewujudkan janji di bidang hukum adalah meyakinkan publik yang telanjur pesimistis bahwa negara benar-benar serius akan melakukan pemberantasan korupsi mengingat beberapa waktu terakhir publik melihat kolaborasi DPR dan presiden dalam revisi UU KPK yang diyakini akan menyulitkan KPK dalam melaksanakan tugasnya," kata dia.
Untuk itu, lanjut dia, dibutuhkan kepemimpinan yang kuat dan strategi yang tepat bagi Presiden Jokowi untuk mencegah praktik korupsi di lingkungan pemerintahannya dan meyakinkan publik bahwa presiden memang sungguh-sungguh serius akan menjadi panglima terdepan yang memimpin pemberantasan korupsi.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Beberapa rancangan undang-undang (RUU) yang dibutuhkan untuk memperkuat pemberantasan korupsi justru tidak segera diselesaikan seperti RUU Pengawasan Sistem Intern Pemerintah, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana, RUU Pembatasan Transaksi Penggunaan Uang Kartal," katanya di Jember, Jawa Timur, Minggu.
Bahkan, kata dia, sebaliknya publik justru melihat banyak UU kontroversial yang dibentuk seperti revisi UU KPK yang dianggap mempersulit KPK dalam melaksanakan tugas pemberantasan korupsi.
Selama Presiden Joko Widodo memimpin jilid I juga ditandai masih banyaknya pejabat publik yang melakukan korupsi termasuk juga aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan maupun pengadilan.
"Sebanyak 23 anggota DPR periode 2014-2019 terlibat kasus korupsi dan jumlah kepala daerah yang tertangkap melakukan korupsi meningkat pesat di era Presiden Jokowi jilid I itu," kata Direktur Puskapsi Fakultas Hukum Universitas Jember itu.
Dari periode 2016-2019, jumlah kepala daerah yang terjerat korupsi mencapai 52 orang. Angka itu terdiri dari 9 orang pada tahun 2016, 8 orang pada tahun 2017, dan yang paling banyak pada tahun 2018 mencapai 26 orang, serta 9 orang pada tahun 2019.
Menurut dia, agenda pembangunan hukum dijanjikan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin sebagaimana tertuang dalam janji kampanyenya yaitu penegakan sistem hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya melalui penataan regulasi, melanjutkan reformasi sistem dan proses penegakan hukum, pencegahan dan pemberantasan korupsi, penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM, dan mengembangkan budaya sadar hukum.
"Tantangan terberat untuk mewujudkan janji di bidang hukum adalah meyakinkan publik yang telanjur pesimistis bahwa negara benar-benar serius akan melakukan pemberantasan korupsi mengingat beberapa waktu terakhir publik melihat kolaborasi DPR dan presiden dalam revisi UU KPK yang diyakini akan menyulitkan KPK dalam melaksanakan tugasnya," kata dia.
Untuk itu, lanjut dia, dibutuhkan kepemimpinan yang kuat dan strategi yang tepat bagi Presiden Jokowi untuk mencegah praktik korupsi di lingkungan pemerintahannya dan meyakinkan publik bahwa presiden memang sungguh-sungguh serius akan menjadi panglima terdepan yang memimpin pemberantasan korupsi.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019