Atraksi 1.300 penari gandrung pada ajang Festival Gandrung Sewu 2019 di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu, berhasil memukau ribuan penonton, termasuk wisatawan mancanegara.
Festival Gandrung Sewu yang rutin digelar setiap tahun sejak delapan tahun terakhir ini, digelar di objek wisata pantai kawasan perkotaan Banyuwangi, yakni di Pantai Marina Boom. Lokasi Festival Gandrung Sewu berlatar belakang Selat Bali.
"Festival Gandrung Sewu bukan hanya peristiwa biasa, tapi bagian dari upaya pemajuan kebudayaan daerah," kata Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas dalam sambutan sebelum membuka festival.
Baca juga: Sebelum Festival Gandrung Sewu, Bupati Anas temui maestro tari Gandrung
Menurut ia, Banyuwangi konsisten mengembangkan pariwisata berbasis budaya untuk menggerakkan ekonomi warga. Karena sektor kreatif inilah yang kuat dan mampu bertahan terhadap potensi resesi dunia.
Dan terbukti kunjungan wisatawan yang terus meningkat di Banyuwangi menjadi motor bagi geliat ekonomi daerah. Tercatat lebih dari 5 juta wisatawan lokal dan mancanegara berkunjung ke daerah berjuluk “Bumi Blambangan” itu.
"Untuk menjaga agar agenda pariwisata daerah terjaga keberlangsungannya, maka Banyuwangi Festival kami buat peraturan daerahnya. Agar siapapun kelak yang menjadi pemimpin Banyuwangi, kegiatan yang mengungkit ekonomi dan kreativitas rakyat ini akan terus berjalan," ucap Bupati Banyuwangi dua periode itu.
Baca juga: Kesenian gandrung digelar setiap bulan di Festival Lembah Ijen Banyuwangi
Festival Gandrung Sewu digelar rutin setiap tahun, penari gandrung menari di atas pasir pantai yang tak jauh dari kota. Koreografi Festival Gandrung Sewu selalu menjadi atraksi yang ditunggu para wisatawan.
Tari Gandrung merupakan tari khas Banyuwangi yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia. Dalam atraksinya, penari Gandrung dalam balutan busana merah menyala menampilkan keindahan gerak tari.
Sejumlah wisatawan yang hadir di acara Festival Gandrung Sewu Banyuwangi ini, mengaku terkesima dan terinspirasi dengan apa yang dilakukan oleh kabupaten ujung timur Pulau Jawa itu.
"Sebuah garapan kolosal yang spektakuler, saya bukan hanya terkesima dengan keindahan garapan yang sudah berjalan delapan tahun ini, namun juga terinspirasi akan indahnya keragaman negeri kita," kata musisi Indra Lesmana yang turut menyaksikan Gandrung Sewu.
Senada juga disampaikan oleh Novi Budihastuti, wisatawan asal Jakarta, yang sejak tiga tahun terakhir tak pernah melewatkan ajang Gandrung Sewu.
"Sudah tiga tahun ini, saya bersama keluarga tak pernah melewatkan event ini. Bagi saya ini atraksi keren. Menonton ribuan penari dengan gerak gemulainya di pantai benar-benar bikin kami merinding karena pesonanya," katanya.
Wisatawan mancanegara pun menyatakan kekagumannya setelah menyaksikan atraksi penari gandrung di tepi pantai.
"Sangat bagus sekali. Pantai yang bertaburan penari, saya beruntung menyaksikan event ini," ujar Tessa, wisatwan asal Belgia.
Gelaran seni Gandrung ini dibuka dengan munculnya ribuan penari Gandrung dengan senyum yang khas dari bibir pantai, gending tradisional yang rancak mengiringi gerak penari yang berselendang merah menyala.
Berbagai formasi tarian ditampilkan, hentakan kipas yang bergoyang mengikuti irama gending bersambut gemuruh tepuk tangan ribuan penonton yang hadir.
Event ini merupakan salah satu agenda tetap pariwisata daerah, Festival Gandrung Sewu selalu tampil istimewa dengan tema-tema yang yang berangkat dari sejarah dan kisah perjuangan masa lalu, dan pada tahun ini mengangkat tema "Panji-Panji Sunangkoro".
Tema ini mengisahkan perlawanan prajurit pahlawan Rempeg Jogopati yang terus melakukan perlawanan terhadap Belanda, dan mereka mendapat dukungan secara diam-diam dari Bupati Banyuwangi pertama, Mas Alit. Namun, dukungan ini terendus oleh VOC, dan Mas Alit dipanggil ke Semarang.
Penjajah Belanda, lalu melakukan langkah licik dengan menaikkan Mas Alit ke kapal berbendara VOC. Para prajurit yang sudah siap melakukan perlawanan di laut dengan membawa Panji Sunangkoro, begitu melihat kapal VOC melintas mereka langsung menyerang kapal tersebut tanpa tahu bahwa di dalamnya terdapat Mas Alit.
Perlawanan gigih terhadap kolonial inilah yang divisualisasikan ribuan penari Gandrung dalam sebuah gelaran seni kolosal tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
Festival Gandrung Sewu yang rutin digelar setiap tahun sejak delapan tahun terakhir ini, digelar di objek wisata pantai kawasan perkotaan Banyuwangi, yakni di Pantai Marina Boom. Lokasi Festival Gandrung Sewu berlatar belakang Selat Bali.
"Festival Gandrung Sewu bukan hanya peristiwa biasa, tapi bagian dari upaya pemajuan kebudayaan daerah," kata Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas dalam sambutan sebelum membuka festival.
Baca juga: Sebelum Festival Gandrung Sewu, Bupati Anas temui maestro tari Gandrung
Menurut ia, Banyuwangi konsisten mengembangkan pariwisata berbasis budaya untuk menggerakkan ekonomi warga. Karena sektor kreatif inilah yang kuat dan mampu bertahan terhadap potensi resesi dunia.
Dan terbukti kunjungan wisatawan yang terus meningkat di Banyuwangi menjadi motor bagi geliat ekonomi daerah. Tercatat lebih dari 5 juta wisatawan lokal dan mancanegara berkunjung ke daerah berjuluk “Bumi Blambangan” itu.
"Untuk menjaga agar agenda pariwisata daerah terjaga keberlangsungannya, maka Banyuwangi Festival kami buat peraturan daerahnya. Agar siapapun kelak yang menjadi pemimpin Banyuwangi, kegiatan yang mengungkit ekonomi dan kreativitas rakyat ini akan terus berjalan," ucap Bupati Banyuwangi dua periode itu.
Baca juga: Kesenian gandrung digelar setiap bulan di Festival Lembah Ijen Banyuwangi
Festival Gandrung Sewu digelar rutin setiap tahun, penari gandrung menari di atas pasir pantai yang tak jauh dari kota. Koreografi Festival Gandrung Sewu selalu menjadi atraksi yang ditunggu para wisatawan.
Tari Gandrung merupakan tari khas Banyuwangi yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia. Dalam atraksinya, penari Gandrung dalam balutan busana merah menyala menampilkan keindahan gerak tari.
Sejumlah wisatawan yang hadir di acara Festival Gandrung Sewu Banyuwangi ini, mengaku terkesima dan terinspirasi dengan apa yang dilakukan oleh kabupaten ujung timur Pulau Jawa itu.
"Sebuah garapan kolosal yang spektakuler, saya bukan hanya terkesima dengan keindahan garapan yang sudah berjalan delapan tahun ini, namun juga terinspirasi akan indahnya keragaman negeri kita," kata musisi Indra Lesmana yang turut menyaksikan Gandrung Sewu.
Senada juga disampaikan oleh Novi Budihastuti, wisatawan asal Jakarta, yang sejak tiga tahun terakhir tak pernah melewatkan ajang Gandrung Sewu.
"Sudah tiga tahun ini, saya bersama keluarga tak pernah melewatkan event ini. Bagi saya ini atraksi keren. Menonton ribuan penari dengan gerak gemulainya di pantai benar-benar bikin kami merinding karena pesonanya," katanya.
Wisatawan mancanegara pun menyatakan kekagumannya setelah menyaksikan atraksi penari gandrung di tepi pantai.
"Sangat bagus sekali. Pantai yang bertaburan penari, saya beruntung menyaksikan event ini," ujar Tessa, wisatwan asal Belgia.
Gelaran seni Gandrung ini dibuka dengan munculnya ribuan penari Gandrung dengan senyum yang khas dari bibir pantai, gending tradisional yang rancak mengiringi gerak penari yang berselendang merah menyala.
Berbagai formasi tarian ditampilkan, hentakan kipas yang bergoyang mengikuti irama gending bersambut gemuruh tepuk tangan ribuan penonton yang hadir.
Event ini merupakan salah satu agenda tetap pariwisata daerah, Festival Gandrung Sewu selalu tampil istimewa dengan tema-tema yang yang berangkat dari sejarah dan kisah perjuangan masa lalu, dan pada tahun ini mengangkat tema "Panji-Panji Sunangkoro".
Tema ini mengisahkan perlawanan prajurit pahlawan Rempeg Jogopati yang terus melakukan perlawanan terhadap Belanda, dan mereka mendapat dukungan secara diam-diam dari Bupati Banyuwangi pertama, Mas Alit. Namun, dukungan ini terendus oleh VOC, dan Mas Alit dipanggil ke Semarang.
Penjajah Belanda, lalu melakukan langkah licik dengan menaikkan Mas Alit ke kapal berbendara VOC. Para prajurit yang sudah siap melakukan perlawanan di laut dengan membawa Panji Sunangkoro, begitu melihat kapal VOC melintas mereka langsung menyerang kapal tersebut tanpa tahu bahwa di dalamnya terdapat Mas Alit.
Perlawanan gigih terhadap kolonial inilah yang divisualisasikan ribuan penari Gandrung dalam sebuah gelaran seni kolosal tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019