Ribuan kuota calon pegawai negeri sipil untuk tenaga honorer Kategori I di wilayah Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, yang telah mendapat otorisasi Audit Tujuan Tertentu (ATT) I dan II dari Badan Kepegawaian Negara di tahun 2013 "menguap".
Ribuan honorer tersebut menunjuk Kukuh Pramono Budi sebagai kuasa hukum probono untuk memperjuangkan nasibnya.
Saat konferensi pers di Surabaya, Senin, Kukuh menyebut mewakili sebanyak 1.178 honorer asal Kabupaten Nganjuk, yang pada tahun 2013 telah mendapat otorisasi ATT I dan II untuk menjadi pegawai negeri sipil dari Badan Kepegawaian Negara.
"Otorisasi ATT I dan II itu ditandatangani oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara namun sampai sekarang nasib 1.178 tenaga honorer asal Kabupaten Nganjuk ini belum jelas. Sementara di daerah lain kriteria yang sama melalui Otorisasi ATT I dan II dari Badan Kepegawaian Negara telah diangkat menjadi pegawai negeri sipil," katanya.
Kukuh mengaku telah melakukan berbagai upaya litigasi maupun nonlitigasi untuk memperjuangkan nasib ribuan honorer asal Kabupaten Nganjuk ini.
Di antaranya terselenggara rapat dengar pendapat yang difasilitasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) di Jakarta pada 14 Desember 2016, yang dihadiri pihak Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Bupati Nganjuk, Ombudspan RI, Badan Kepegawaian Negara dan Forum Honorer Kategori I Kabupaten Nganjuk.
Berbagai pihak yang hadir dalam pertemuan tersebut, menurut dia, menyepakati untuk segera mengangkat 1.178 honorer asal Kabupaten Nganjuk tanpa tes paling lambat tiga bulan sejak terselenggaranya rapat dengar pendapat.
Kenyataannya, lewat tiga bulan putusan dengar pendapat tak kunjung terealisasi sehingga Kukuh mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang teregistrasi 5 April 2018.
"Namun, gugatan itu kandas karena PTUN Jakarta menilai kurang persyaratan formil dan tidak sampai memeriksa substansi perkara," ucapnya.
Saat ini Kukuh sedang mengajukan upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali (PK) pada 18 September 2019 lalu.
"Kami berharap para honorer asal Kabupaten Nganjuk ini tidak menjadi korban diskriminasi hukum. Mereka sedang memperjuangkan hak hidup dan asasi yang harus dipenuhi oleh pemerintah dan negara," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
Ribuan honorer tersebut menunjuk Kukuh Pramono Budi sebagai kuasa hukum probono untuk memperjuangkan nasibnya.
Saat konferensi pers di Surabaya, Senin, Kukuh menyebut mewakili sebanyak 1.178 honorer asal Kabupaten Nganjuk, yang pada tahun 2013 telah mendapat otorisasi ATT I dan II untuk menjadi pegawai negeri sipil dari Badan Kepegawaian Negara.
"Otorisasi ATT I dan II itu ditandatangani oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara namun sampai sekarang nasib 1.178 tenaga honorer asal Kabupaten Nganjuk ini belum jelas. Sementara di daerah lain kriteria yang sama melalui Otorisasi ATT I dan II dari Badan Kepegawaian Negara telah diangkat menjadi pegawai negeri sipil," katanya.
Kukuh mengaku telah melakukan berbagai upaya litigasi maupun nonlitigasi untuk memperjuangkan nasib ribuan honorer asal Kabupaten Nganjuk ini.
Di antaranya terselenggara rapat dengar pendapat yang difasilitasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) di Jakarta pada 14 Desember 2016, yang dihadiri pihak Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Bupati Nganjuk, Ombudspan RI, Badan Kepegawaian Negara dan Forum Honorer Kategori I Kabupaten Nganjuk.
Berbagai pihak yang hadir dalam pertemuan tersebut, menurut dia, menyepakati untuk segera mengangkat 1.178 honorer asal Kabupaten Nganjuk tanpa tes paling lambat tiga bulan sejak terselenggaranya rapat dengar pendapat.
Kenyataannya, lewat tiga bulan putusan dengar pendapat tak kunjung terealisasi sehingga Kukuh mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang teregistrasi 5 April 2018.
"Namun, gugatan itu kandas karena PTUN Jakarta menilai kurang persyaratan formil dan tidak sampai memeriksa substansi perkara," ucapnya.
Saat ini Kukuh sedang mengajukan upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali (PK) pada 18 September 2019 lalu.
"Kami berharap para honorer asal Kabupaten Nganjuk ini tidak menjadi korban diskriminasi hukum. Mereka sedang memperjuangkan hak hidup dan asasi yang harus dipenuhi oleh pemerintah dan negara," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019