DPRD Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, menegaskan menolak hasil revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) dan meminta Presiden RI mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), karena revisi undang-undang yang telah ditetapkan itu menuai protes hampir semua elemen masyarakat.
"Jadi, kami di DPRD Pamekasan sepakat menolak hasil revisi UU KPK," kata Juru Bicara DPRD Pamekasan dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Ali Maskur saat menemui massa Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) saat berunjuk rasa ke kantor legislatif itu, Jumat sore.
Ali bahkan memimpin langsung penyataan lembaga legislatif itu di hadapan para pengunjuk rasa.
Aksi menolak pemberlakukan UU KPK yang telah ditetapkan oleh DPR RI oleh organisasi ekstra kampus ini merupakan aksi gelombang kedua.
Baca juga: Demo di Pamekasan dibubarkan aparat dengan gas air mata
Pada Jumat (27/9) pagi, aksi serupa juga digelar oleh mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Pamekasan, antara lain dari Universitas Madura (Unira), Universitas Islam Madura (UIM) dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura.
Namun, aksi gelombang pertama, berlangsung rusuh, sehingga aparat dari Polres Pamekasan terpaksa membubarkan paksa pengunjuk rasa dengan menembakkan gas air mata.
Berbeda dengan aksi gelombang pertama, aksi pada gelombang kedua yang dilakukan oleh HMI dari berbagai komisariat di Pamekasan berlangsung tertib.
Organisasi ektra kampus yang didirikan oleh Pahlawan Nasional Lafran Pane pada 5 Februari 1947 ini, memulai aksinya dari monumen Arek Lancor menuju Kantor DPRD Pamekasan setelah shalat Jumat.
Pengunjuk rasa juga membawa berbegai jenis poster dan spanduk yang berisi kritikan atas kebijakan DPR RI merevisi dan mengesahkan UU KPK, karena perubahan undang-undang itu dinilai HMI melemahkan institusi tersebut.
HMI juga meminta agar DPRD Pamekasan bisa mendukung aspirasi mahasiswa, termasuk menolak pembahasan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
"DPR adalah wakil rakyat, karena itu mereka harus memperhatikan kepentingan dan aspirasi rakyat," kata orator aksi dari Korp HMI-Wati (Kohati) IAIN Madura Uswatun Hasanah.
Dalam kesempatan itu, HMI juga meminta agar, DPRD Pamekasan bisa menyampaikan tuntutan mereka ke DPR RI, dan sebanyak 13 orang anggota DPRD Pamekasan menandatangani nota kesepakatan menolak pemberlakukan revisi UU KPK, dan meminta Presiden RI mengeluarkan Perppu.
Selain HMI, ada juga kelompok lain yang bergabung dengan organisasi mahasiswa tertua di Indonesia ini.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Jadi, kami di DPRD Pamekasan sepakat menolak hasil revisi UU KPK," kata Juru Bicara DPRD Pamekasan dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Ali Maskur saat menemui massa Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) saat berunjuk rasa ke kantor legislatif itu, Jumat sore.
Ali bahkan memimpin langsung penyataan lembaga legislatif itu di hadapan para pengunjuk rasa.
Aksi menolak pemberlakukan UU KPK yang telah ditetapkan oleh DPR RI oleh organisasi ekstra kampus ini merupakan aksi gelombang kedua.
Baca juga: Demo di Pamekasan dibubarkan aparat dengan gas air mata
Pada Jumat (27/9) pagi, aksi serupa juga digelar oleh mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Pamekasan, antara lain dari Universitas Madura (Unira), Universitas Islam Madura (UIM) dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura.
Namun, aksi gelombang pertama, berlangsung rusuh, sehingga aparat dari Polres Pamekasan terpaksa membubarkan paksa pengunjuk rasa dengan menembakkan gas air mata.
Berbeda dengan aksi gelombang pertama, aksi pada gelombang kedua yang dilakukan oleh HMI dari berbagai komisariat di Pamekasan berlangsung tertib.
Organisasi ektra kampus yang didirikan oleh Pahlawan Nasional Lafran Pane pada 5 Februari 1947 ini, memulai aksinya dari monumen Arek Lancor menuju Kantor DPRD Pamekasan setelah shalat Jumat.
Pengunjuk rasa juga membawa berbegai jenis poster dan spanduk yang berisi kritikan atas kebijakan DPR RI merevisi dan mengesahkan UU KPK, karena perubahan undang-undang itu dinilai HMI melemahkan institusi tersebut.
HMI juga meminta agar DPRD Pamekasan bisa mendukung aspirasi mahasiswa, termasuk menolak pembahasan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
"DPR adalah wakil rakyat, karena itu mereka harus memperhatikan kepentingan dan aspirasi rakyat," kata orator aksi dari Korp HMI-Wati (Kohati) IAIN Madura Uswatun Hasanah.
Dalam kesempatan itu, HMI juga meminta agar, DPRD Pamekasan bisa menyampaikan tuntutan mereka ke DPR RI, dan sebanyak 13 orang anggota DPRD Pamekasan menandatangani nota kesepakatan menolak pemberlakukan revisi UU KPK, dan meminta Presiden RI mengeluarkan Perppu.
Selain HMI, ada juga kelompok lain yang bergabung dengan organisasi mahasiswa tertua di Indonesia ini.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019