Para aktivis yang mengatasnamakan Aliansi Masyarakat Antikekerasan Jember, Jawa Timur, mendesak Dewan Perwakilan Rakyat untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS)

"Kami mendesak Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) untuk segera disahkan," kata aktivis perempuan yang juga Ketua LBH Jentera Yamini di Jember, Jumat.

Menurutnya, keberadaan UU PKS tersebut sangat penting untuk melindungi korban karena dalam undang-undang tersebut sangat komprehensif untuk melindungi perempuan dan korban kekerasan seksual.

"Dalam UU PKS lebih lengkap dalam melindungi korban kekerasan seksual, sedangkan undang-undang yang sudah ada seperti UU Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan UU Perlindungan Anak tidak lebih banyak bicara tentang penindakan pelaku kekerasan," tuturnya.

Yamini mengatakan, RUU PKS juga memberikan terapi kejut bagi para pelaku untuk tidak lagi melakukan kekerasan seksual karena adanya sanksi hukum yang sangat berat, sehingga akan menimbulkan efek jera kepada para pelaku.

Sejauh ini, lanjut dia, ada pihak-pihak yang berpendapat menolak di sahkannya RUU PKS dengan alasan jika RUU itu disahkan maka terjadi legalisasi perzinahan dan prostitusi makin merajalela, serta RUU itu tidak Islami.

"Saya sudah membaca dan menelaah RUU PKS, sehingga saya menegaskan bahwa tidak ada satupun bunyi dalam pasal di RUU PKS yang menyebutkan tentang pengesahan perzinahan, ataupun melegalkan protitusi," katanya.

Direktur The Centre for Human Rights, Multiculturalism and Migration (CHRM2) Unej Al-Khanif mengatakan RUU PKS akan menjadi media bagi negara untuk melindungi perempuan secara keseluruhan.

"Saat ini beberapa kali terjadi kriminalisasi perempuan atas dasar moralitas, sehingga sangat penting RUU PKS segera disahkan karena akan menjadi jembatan atau media bagi negara untuk melindungi perempuan secara keseluruhan," ujarnya.

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sebenarnya sudah masuk Prolegnas sejak 2016, namun rancangan undang-undang tersebut hingga saat ini belum disahkan karena masih ada beberapa pembahasan yang belum mencapai titik temu.

Pewarta: Zumrotun Solichah

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019