Direktur Utama PT Industri Kereta Api (Persero) Budi Noviantoro mengatakan pendirian perusahaan kereta api satu-satunya di Asia Tenggara tersebut diinisiasi Presiden ke-3 Republik Indonesia BJ Habibie.
"BJ Habibie adalah pendiri PT INKA. Tanpa beliau, tidak ada INKA. Waktu itu beliau menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) dan Kepala BPPT," ujar Budi Noviantoro kepada wartawan di Madiun, Jatim, Kamis.
Menurut dia, hal yang melatarbelakangi pendirian PT INKA adalah karena kinerja perkeretaapian di Indonesia yang terus menurun, yang puncaknya terjadi pada 1970-an.
"Saat itu jumlah sarana perkeretaapian di Indonesia seperti lokomotif, kereta penumpang, dan gerbong barang yang dimiliki Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) terus berkurang," kata dia.
Rinciannya sesuai data adalah, pada masa pemerintahan Kolonial Hindia Belanda tahun 1939, jumlah lokomotif uap sebanyak 1.260 unit, kereta penumpang 3.350 unit, dan gerbong barang 27.200 unit.
Pada tahun 1953, jumlahnya menurun, dengan jumlah lokomotif uap sebanyak 1.045 unit, kereta penumpang 2.810 unit, dan gerbong barang 23.280 unit.
Kemudian di tahun 1970-an, jumlah sarana perkeretaapian Indonesia makin menurun drastis, yakni lokomotif uap hanya ada 549 unit, kereta penumpang 1.420 unit, dan gerbong barang 13.970 unit.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut Indonesia lalu melakukan impor. Namun, ketergantungan kepada impor berakibat berkurangnya devisa negara. Tercatat menjelang tahun 1980, sarana yang diimpor meliputi 63 unit lokomotif diesel, tiga unit lokomotif diesel elektrik, serta lima set KRD dan KRL.
Guna mengurangi ketergantungan tersebut, pada era 1980-an, Indonesia mengambil model kebijakan susbtitusi impor dan alih teknologi yang digagas oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Kementerian Urusan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (UP3DN).
Kebijakan tersebut berisi bahwa setiap pengadaan sarana kereta api, meliputi lokomotif, kereta penumpang, dan gerbong barang oleh PJKA harus dikaitkan dengan impor dalam bentuk terurai untuk dirakit di dalam negeri.
Kondisi tersebut kemudian oleh BJ Habibie yang saat itu menjabat sebagai Menristek dan Kepala BPPT dipertajam menjadi strategi transformasi industri dan alih teknologi.
"Pembentukan industri strategis tersebut bertujuan agar SDM Indonesia bisa mandiri dan tidak tergantung pada negara lain dalam pembuatan kereta api dan teknologi lainya. Di dalamnya tidak hanya INKA, namun juga termasuk PAL, DI, dan lainnya," kata Dirut.
Maka, atas inisiasi BJ Habibie itulah, pemerintah kemudian mendirikan PT INKA sebagai wahana transformasi industri dan alih teknologi perkeretaapian di Tanah Air. Sasarannya adalah industri kereta api nasional yang mandiri dan lepas dari ketergantungan luar negeri atau impor.
"Ini artinya bahwa kita harus melestarikan INKA. Bahwa PT INKA harus dikembangkan. Kami bersama segenap jajaran PT INKA (Persero) bertekad melanjutkan apa yang telah dirintis beliau untuk INKA," katanya.
Budi Noviantoro menambahkan, pihaknya bersama jajaran direksi dan seluruh karyawan PT INKA ikut berduka cita atas wafatnya Presiden ke-3 RI BJ Habibie.
Pihaknya merasa kehilangan BJ Habibie yang sudah dikenal sebagai Bapak Indonesia, Bapak Teknologi, dan juga Bapak INKA.
Presiden ke-3 RI BJ Habibie wafat pada Rabu (11/9/2019) pukul 18.05 WIB setelah menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta sejak Minggu 1 September 2019.
Beliau dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta pada Kamis 12 September 2019 dengan upacara pemakaman kenegaraan yang dipimpin Presiden Joko Widodo.
Jenazah BJ Habibie dimakamkan di sebelah makam mendiang istrinya, Ibu Ainun Habibie, di slot 120-121.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"BJ Habibie adalah pendiri PT INKA. Tanpa beliau, tidak ada INKA. Waktu itu beliau menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) dan Kepala BPPT," ujar Budi Noviantoro kepada wartawan di Madiun, Jatim, Kamis.
Menurut dia, hal yang melatarbelakangi pendirian PT INKA adalah karena kinerja perkeretaapian di Indonesia yang terus menurun, yang puncaknya terjadi pada 1970-an.
"Saat itu jumlah sarana perkeretaapian di Indonesia seperti lokomotif, kereta penumpang, dan gerbong barang yang dimiliki Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) terus berkurang," kata dia.
Rinciannya sesuai data adalah, pada masa pemerintahan Kolonial Hindia Belanda tahun 1939, jumlah lokomotif uap sebanyak 1.260 unit, kereta penumpang 3.350 unit, dan gerbong barang 27.200 unit.
Pada tahun 1953, jumlahnya menurun, dengan jumlah lokomotif uap sebanyak 1.045 unit, kereta penumpang 2.810 unit, dan gerbong barang 23.280 unit.
Kemudian di tahun 1970-an, jumlah sarana perkeretaapian Indonesia makin menurun drastis, yakni lokomotif uap hanya ada 549 unit, kereta penumpang 1.420 unit, dan gerbong barang 13.970 unit.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut Indonesia lalu melakukan impor. Namun, ketergantungan kepada impor berakibat berkurangnya devisa negara. Tercatat menjelang tahun 1980, sarana yang diimpor meliputi 63 unit lokomotif diesel, tiga unit lokomotif diesel elektrik, serta lima set KRD dan KRL.
Guna mengurangi ketergantungan tersebut, pada era 1980-an, Indonesia mengambil model kebijakan susbtitusi impor dan alih teknologi yang digagas oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Kementerian Urusan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (UP3DN).
Kebijakan tersebut berisi bahwa setiap pengadaan sarana kereta api, meliputi lokomotif, kereta penumpang, dan gerbong barang oleh PJKA harus dikaitkan dengan impor dalam bentuk terurai untuk dirakit di dalam negeri.
Kondisi tersebut kemudian oleh BJ Habibie yang saat itu menjabat sebagai Menristek dan Kepala BPPT dipertajam menjadi strategi transformasi industri dan alih teknologi.
"Pembentukan industri strategis tersebut bertujuan agar SDM Indonesia bisa mandiri dan tidak tergantung pada negara lain dalam pembuatan kereta api dan teknologi lainya. Di dalamnya tidak hanya INKA, namun juga termasuk PAL, DI, dan lainnya," kata Dirut.
Maka, atas inisiasi BJ Habibie itulah, pemerintah kemudian mendirikan PT INKA sebagai wahana transformasi industri dan alih teknologi perkeretaapian di Tanah Air. Sasarannya adalah industri kereta api nasional yang mandiri dan lepas dari ketergantungan luar negeri atau impor.
"Ini artinya bahwa kita harus melestarikan INKA. Bahwa PT INKA harus dikembangkan. Kami bersama segenap jajaran PT INKA (Persero) bertekad melanjutkan apa yang telah dirintis beliau untuk INKA," katanya.
Budi Noviantoro menambahkan, pihaknya bersama jajaran direksi dan seluruh karyawan PT INKA ikut berduka cita atas wafatnya Presiden ke-3 RI BJ Habibie.
Pihaknya merasa kehilangan BJ Habibie yang sudah dikenal sebagai Bapak Indonesia, Bapak Teknologi, dan juga Bapak INKA.
Presiden ke-3 RI BJ Habibie wafat pada Rabu (11/9/2019) pukul 18.05 WIB setelah menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta sejak Minggu 1 September 2019.
Beliau dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta pada Kamis 12 September 2019 dengan upacara pemakaman kenegaraan yang dipimpin Presiden Joko Widodo.
Jenazah BJ Habibie dimakamkan di sebelah makam mendiang istrinya, Ibu Ainun Habibie, di slot 120-121.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019