Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di kota-kota besar di Indonesia selama ini  masih dianggap momok karena dianggap sebagai tempat yang kotor, bau dan becek. Namun, hal itu tidak terjadi  di TPA Benowo, Kota Surabaya, Jawa Timur. 

Sejak dikelola oleh PT Sumber Organik (SO) pada Oktober 2012, TPA Benowo terus menciptakan sejumlah terobosan untuk mengurangi jumlah tumpukan sampah yang setiap hari terus bertambah.   

PT SO sendiri tidak mau lahan pembuangan sampah di kawasan TPA Benowo seluas 37,4 hektare itu hanya sekadar tempat penumpukan sampah. Mereka ingin TPA Benowo menjadi sumber energi sekaligus tempat kerja yang humanis, rapi, dan bersih. 

Salah satu teknologi yang diterapkan adalah "waste to energy" baik skala kecil yaitu  Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) hingga skala besar dengan metode "sanitary landfill" yakni teknologi gasifikasi untuk pengolahan sampah menjadi energi listrik.

Saat ini Pemkot Surabaya sudah memiliki PLTSa di TPA Benowo yang sudah beroperasi sejak 30 November 2015. Pembangkit tahap pertama tersebut berupa landfill gas power plant yang berkapasitas 1,65 megawatt.

Sejak 2012, pengelolaan sarana-prasarana PLTSa diserahkan kepada PT SO dengan waktu pengelolaan selama 20 tahun. Kerja sama Pemkot Surabaya dangan PT SO menggunakan skema "build operate transfer" (BOT) yakni setelah masa kontrak berakhir, maka pengelolaannya diserahkan kembali kepada Pemkot Surabaya.
     
Meski sudah menghasilkan listrik, namun hal ini dinilai masih belum maksimal.  Pemkot Surabaya juga membangun lagi PLTSa tahap dua yang direncanakan berkapasitas 8,31 megawatt. PLTSa tahap dua tersebut ditargetkan beroperasi pada 2019.
    
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DK RTH) Surabaya Eri Cahyadi menuturkan sebanyak 1.300–1.500 ton sampah per hari diolah di TPA Benowo. Lahan 37,4 hektare tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik dalam waktu yang panjang.  Sampah diolah jadi sumber energi yang dapat digunakan. 

Eri mengaku, sebelumnya Pemkot Surabaya mengajukan dua syarat untuk perusahaan yang mengikuti lelang pengolahan sampah. Dua syarat tersebut yakni tentang kemampuan perusahaan memanfaatkan sampah menjadi energi terbarukan serta perihal sanitasi. 

"Keduanya harus dipenuhi agar menang dalam lelang," ujarnya.  

Pada akhirnya, PT SO memenangkan lelang. Investor itu bekerja sama dengan Pemkot Surabaya dengan perjanjian BOT selama 20 tahun, terhitung sejak 8 Agustus 2012. Pengolahan sampah menjadi listrik oleh PT SO bukan sekadar demi mendatangkan keuntungan, namun untuk berinovasi agar lingkungan di Kota Pahlawan tetap terjaga. 

Menurut Eri, bila pengelolaan sampah tidak dilakukan dengan baik, bakal berdampak buruk pada masyarakat. Sebab, sampah yang tak tertangani dengan benar dapat mengakibatkan banjir dan wabah penyakit.
    
Lebih lanjut, pria yang juga menjabat Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya ini menjelaskan bahwa sampah yang ada di perumahan warga dikumpulkan ke tempat pembuangan sementara (TPS).  Kemudian, truk DK RTH mengangkut sampah dari TPS menuju TPA Benowo. Di tempat inilah, sampah dari seluruh penjuru kota diolah menjadi listrik.
    
Pengolahan sampah menjadi listrik di TPA Benowo sejalan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2018 tentang percepatan pembangunan instalasi pengolah sampah menjadi energi listrik berbasis teknologi ramah lingkungan yang disahkan pada April tahun lalu.

Selain itu, hasil pengelolahan sampah menjadi listrik tersebut dijual ke PT PLN.  Nominal penjualan ke PT PLN bisa mencapai Rp2 miliar per bulan. Eri menuturkan kalau hal tersebut menjadi hak PT SO. 

"Untuk pemasukan, itu merupakan sampingan yang dihasilkan sendiri oleh PT SO. Jadi, tidak masuk PAD. Tapi pemkot tetap senang karena sampah dapat dimanfaatkan dengan baik," katanya.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sebelumnya mengatakan pihaknya terus menggalakkan pengelolaan sampah di Kota Pahlawan sebagai upaya menekan keberadaan sampah yang terus meningkat seiring pertumbuhan jumlah penduduk maupun pendatang dengan cara mengoptimalkan program bank sampah.
     
Untuk itu, Pemkot Surabaya telah memiliki beberapa program bank sampah yang sudah dijalankan, di antaranya adalah kegiatan Green and Clean, Merdeka dari Sampah, Rumah Kompos dan Bank Sampah.
     
Program bank sampah ini bukan pertama kalinya di Surabaya, melainkan di wilayah lain sudah memiliki bank sampah serta rumah kompos yang sudah berjalan. Sehingga sampah tidak lagi menjadi barang yang tidak berguna, melainkan justru bernilai ekonomis. Bahkan, ada warga yang memanfaatkan hasil dari bank sampah tersebut, untuk liburan bersama keluarga.
     
"Jadi ibu-ibu di tempat lain di Surabaya, bank sampah itu sudah banyak yang berjalan dengan baik. Melalui bank sampah ini, ibu-ibu bisa menabung. Selama ini sampahnya kan dibuang, kalau sampah itu dipilah, bisa jadi uang," katanya.
     

Menuju 11 Megawatt

Tumpukan sampah yang membukit di TPA Benowo tidak sia-sia begitu saja karena PT SO memanfaatkannya menjadi energi terbarukan yang siap digunakan, dengan mengubah sampah jadi sumber gas metana. Gas tersebut merupakan bahan baku utama listrik lewat sistem landfill gas collection. 

Koordinator Operasional TPA Benowo Muhammad Ali Asyhar menuturkan mengubah sampah menjadi listrik memang bukan perkara mudah, namun PT SO mampu mengolahnya dengan baik.
    
Awalnya, sampah ditumpuk di satu lokasi, dipadatkan, lalu didiamkan. Gunungan sampah yang dipadatkan sebelumnya, dibentuk terasering agar pondasi tak longsor dan membahayakan pekerja. Tingginya juga tak boleh lebih dari 25 meter. 

Sampah yang tertata rapi kemudian disemprot untuk meredam bau lalu ditutup menggunakan tiga jenis cover, yakni tanah, terpal, dan membran atau plastik hitam tebal. Perlahan, tumpukan sampah tersebut menghasilkan gas metan yang siap panen. 
    
Kuantitas dan kualitas sampah tak stagnan, beberapa indikator menjadi faktor penentu. Di antaranya, kondisi musim dan jenis sampah. Beberapa jenis sampah juga butuh perlakuan khusus bergantung cuacanya. Hal itu untuk menjaga bakteri penghasil gas metan tetap terjaga dengan baik.
    
"Gas metan yang dipanen itu lalu dialirkan lewat pipa-pipa menuju mesin buatan produsen asal Austria. Dari situ, listrik dialirkan ke PLN lewat travo. Kami punya dua unit dan masing-masing mampu menghasilkan satu Megawatt," kata Ali.
    
Keberhasilan PT SO tidak membuat mereka stagnan. Kini, TPA Benowo bersiap menerapkan sistem gasifikasi demi menghasilkan pasokan listrik yang lebih banyak. Selain itu, menurut Ali, teknologi gasifikasi lebih ramah lingkungan dan memiliki proses produksi yang lebih efektif karena tak perlu menunggu waktu satu bulan untuk dapat memanen gas.
    
Caranya, sampah dibakar hingga jadi arang. Lalu, arang dipanaskan sampai suhu 1.000 derajat Celsius untuk mendidihkan air yang uapnya untuk menggerakkan turbin penghasil listrik berkapasitas 9 Megawatt. Sumber air akan diambil dari Sungai Romo. Sistem yang digunakan mirip Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) memakai batu bara. 

Inovasi tersebut diamini oleh Eri Cahyadi. Menurutnya, hal itu sejalan dengan program Pemkot Surabaya demi merealisasikan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang lebih maksimal. Saat ini, dengan Land Fill Gas Power Plant, TPA Benowo mampu menghasilkan listrik 2 megawatt per hari.

Selanjutnya, pengembangan infrastruktur berupa Gasifikasi Power Plant terus dikebut penyelesaiannya. Listrik yang mampu dihasilkan dengan sistem gasifikasi ditaksir sekitar 9 megawatt per hari. Jadi ke depan TPA Benowo mampu menghasilkan listrik 11 megawatt per hari.
    
"Gasifikasi Power Plant ditarget selesai akhir tahun ini. Mohon doanya agar tidak ada kendala berarti sehingga proyek tersebut dapat selesai tepat waktu," katanya. (ADV)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019