Burung murai batu dikenal memiliki suara kicauan yang merdu, sehingga tak heran banyak kicau mania (sebutan penggemar burung berkicau) yang memelihara salah satu burung endemik Asia ini, meskipun harganya terbilang cukup mahal.

Murai batu menjadi primadona di kalangan para pecinta burung berkicau di Tanah Air. Wajar, jika banyak masyarakat membudidayakan burung tersebut karena nilai ekonomisnya cukup menggiurkan. Salah satunya adalah Arif Sutejo, warga Dusun Kebonsari, Desa Karangwinongan, Kecamatan Mojoagung, Jombang, Jawa Timur.

Pria 30 tahun itu dulunya berjualan ayam potong di pasar tradisional, tetapi sejak 2014 beralih menjadi pembudi daya burung murai batu. Usaha itu pun awalnya hanya coba-coba karena dia memang hobi memelihara burung murai untuk kontes perlombaan.  

"Awalnya cuma satu pasang. Sebenarnya hanya coba-coba, karena suara burung murai gaco (jagoan, red) saya rusak. Terus saya belikan murai betina dan coba saya jodohnya, alhamdulillah bisa produksi," kata Sutejo saat ditemui ANTARA di rumahnya, Selasa. 

Saat ini di lahan 100 meter yang berada pada bagian belakang rumahnya, Sutejo membudidayakan sebanyak 15 pasang burung yang memiliki nama latin copsychus malabaricus itu di dalam kandang berukuran 1x1 meter persegi dan terbukti mampu memberikan hasil.

Burung yang dibudidayakannya merupakan murai batu dari hutan Sumatera atau yang dikenal murai batu Medan. Lantaran suaranya merdu dan kencang, murai Sumatera banyak variasi nadanya. Bentuk ekornya bisa memanjang ke bawah hingga 30 centimeter. 
 
Ketika berkicau, burung murai pandai meniru bunyi suara yang ada di sekitarnya. Dengan berbagai kelebihannya itu, wajar jika burung endemik Asia ini banyak diburu kicau mania.
Arif Sutejo (30) melakukan pengecekan makanan burung murai batu di Dusun Kebonsari, Desa Karangwinongan, Kecamatan Mojoagung, Jombang, Jawa Timur, Selasa (13/8/2019). (ANTARA Jatim/Syaiful Arif)


Untuk harga jual anakan murai batu berusia 1,5 bulan, Sutejo menjualnya sekitar Rp2 juta hingga Rp2,5 juta per ekor. Ada burung khusus yang harganya sampai Rp12 juta, yaitu burung yang sering memenangkan kontes perlombaan. Dalam sebulan, Sutejo mampu menjual 12 sampai 20 ekor burung murai batu.

"Kalau pas waktu netasnya bersamaan, bisa panen kadang 12 bahkan sampai 20 ekor," tuturnya.

Pembeli burung murai batu hasil ternakan Sutejo ini banyak berasal dari luar Kabupaten Jombang, antara lain Mojokerto, Surabaya, dan Jakata. Omzet dari budi daya burung murai batu berkisar Rp15 juta sampai 20 juta per bulan.

Pria yang gemar memakai topi ini pun tak segan mengungkap kunci keberhasilan dalam beternak murai batu ini. "Nomor satu yang penting air minum setiap hari harus diganti. Sebenarnya tidak ada kesulitan yang berarti, kecuali waktu proses menjodohkan burung saja. Kalau tidak jodoh yang betina dikejar jantannya, maka harus segera dipisah jika tidak risikonya mati," tegas Sutejo.

Sementara itu, Andri Prasetyo, salah seorang pembeli burung murai batu, mengatakan anakan burung murai batu hasil ternakan Sutejo sangat direkomendasikan oleh para penghobi murai. 

"Katanya ring R & D hasil ternakan mas Sutejo ini sangat spesial dan direkomendasikan teman untuk bahan kontes perlombaan burung," ujarnya. 

Menurut ia, harga murai batu yang dipatok Arif Sutejo juga relatif terjangkau berkisar Rp2 juta per ekor untuk anakan murai jantan usia 1,5 bulan. "Indukannya sudah sering menjadi juara kontes lomba burung, pasti keturunannya bagus," pungkasnya. 

Pewarta: Syaiful Arif

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019