Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengungkapkan pengambilalihan aset Yayasan Kas Pembangunan (YKP) Surabaya adalah proses yang paling berat setelah resmi disahkan kembali pengelolaannya ke Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.
"Proses pengambilalihan aset inilah yang menurut saya paling berat. Nantinya jangan sampai ada tudingan kita ikut melakukan penggelapan aset," katanya kepada wartawan, usai mengikuti Deklarasi Penyelamatan Aset Negara bersama 38 Kepala Daerah se- Jawa Timur di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur, Jalan Ahmad Yani Surabaya, Kamis.
Untuk itulah dia menunjuk sejumlah Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemkot Surabaya, yang dirasa mampu menangani pengambilalihan aset, untuk duduk sebagai pembina, pengawas dan pengurus YKP Surabaya, yang pada 15 Juli lalu disahkan di Kantor Notaris Margaret Diana, Jalan Jawa Surabaya, menggantikan kepengurusan yang lama.
"Semua yang duduk di kepengurusan YKP yang baru ini adalah Apartur Sipil Negara Pemkot Surabaya. Makanya jangan sampai ke depan nanti ada tudingan kita ikut melakukan penggelapan aset YKP," tuturnya.
Risma menyebut prosesnya berat karena aset YKP banyak tersebar tak hanya di wilayah Kota Surabaya. "Informasinya aset YKP juga ada yang berada di luar wilayah Kota Surabaya dan itu saya juga belum tahu," katanya.
Kepala Kejati Jatim Sunarta menandaskan saat ini audit aset YKP masih sedang berjalan dibantu oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Sampai sekarang aset-asetnya masih sedang diinventarisir. Kalau kemarin kita menyebut asetnya senilai Rp 5 triliun itu berdasarkan yang tertulis di pembukuannya. Makanya harus diaudit oleh BPKP untuk mengetahui jumlah aset yang sesungguhnya," ucapnya.
Sunarta juga memastikan proses hukum dugaan korupsi perkara ini masih tetap berjalan. "Sejumlah pengurus masih kami lakukan pencekalan. Selain itu semua rekening bank yang berkaitan dengan YKP juga masih kami blokir. Sehingga orang dan hartanya tidak bisa bergerak," katanya.
Dugaan penyelewengan YKP berawal dari terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, yang mengatur kepala daerah tidak boleh merangkap jabatan. Sedangkan ketua YKP sejak awal terbentuk di tahun 1954 selalu dijabat oleh Wali Kota Surabaya.
Penyidik Kejati Jawa Timur mengungkap di tahun 2001 saat Wali Kota Surabaya dijabat Soenarto, mengacu Undang-undang Otonomi Daerah, menunjuk Sekretaris Daerah M Yasin sebagai Ketua YKP. Tetapi, pada tahun 2002, Wali Kota Soenarto menunjuk dirinya lagi sebagai Ketua YKP, serta orang-orang dekatnya, seperti Surjo Harjono, Mentik Budiwijono, Sartono, Chairul Huda, dan Catur Hadi Nurcahyo.sebagai pengurusnya.
Selanjutnya mereka memprivatisasi YKP demi mengeruk keuntungan pribadi, tanpa pernah lagi setor keuntungan dari berbagai usahanya ke kas Pemkot Surabaya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Proses pengambilalihan aset inilah yang menurut saya paling berat. Nantinya jangan sampai ada tudingan kita ikut melakukan penggelapan aset," katanya kepada wartawan, usai mengikuti Deklarasi Penyelamatan Aset Negara bersama 38 Kepala Daerah se- Jawa Timur di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur, Jalan Ahmad Yani Surabaya, Kamis.
Untuk itulah dia menunjuk sejumlah Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemkot Surabaya, yang dirasa mampu menangani pengambilalihan aset, untuk duduk sebagai pembina, pengawas dan pengurus YKP Surabaya, yang pada 15 Juli lalu disahkan di Kantor Notaris Margaret Diana, Jalan Jawa Surabaya, menggantikan kepengurusan yang lama.
"Semua yang duduk di kepengurusan YKP yang baru ini adalah Apartur Sipil Negara Pemkot Surabaya. Makanya jangan sampai ke depan nanti ada tudingan kita ikut melakukan penggelapan aset YKP," tuturnya.
Risma menyebut prosesnya berat karena aset YKP banyak tersebar tak hanya di wilayah Kota Surabaya. "Informasinya aset YKP juga ada yang berada di luar wilayah Kota Surabaya dan itu saya juga belum tahu," katanya.
Kepala Kejati Jatim Sunarta menandaskan saat ini audit aset YKP masih sedang berjalan dibantu oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Sampai sekarang aset-asetnya masih sedang diinventarisir. Kalau kemarin kita menyebut asetnya senilai Rp 5 triliun itu berdasarkan yang tertulis di pembukuannya. Makanya harus diaudit oleh BPKP untuk mengetahui jumlah aset yang sesungguhnya," ucapnya.
Sunarta juga memastikan proses hukum dugaan korupsi perkara ini masih tetap berjalan. "Sejumlah pengurus masih kami lakukan pencekalan. Selain itu semua rekening bank yang berkaitan dengan YKP juga masih kami blokir. Sehingga orang dan hartanya tidak bisa bergerak," katanya.
Dugaan penyelewengan YKP berawal dari terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, yang mengatur kepala daerah tidak boleh merangkap jabatan. Sedangkan ketua YKP sejak awal terbentuk di tahun 1954 selalu dijabat oleh Wali Kota Surabaya.
Penyidik Kejati Jawa Timur mengungkap di tahun 2001 saat Wali Kota Surabaya dijabat Soenarto, mengacu Undang-undang Otonomi Daerah, menunjuk Sekretaris Daerah M Yasin sebagai Ketua YKP. Tetapi, pada tahun 2002, Wali Kota Soenarto menunjuk dirinya lagi sebagai Ketua YKP, serta orang-orang dekatnya, seperti Surjo Harjono, Mentik Budiwijono, Sartono, Chairul Huda, dan Catur Hadi Nurcahyo.sebagai pengurusnya.
Selanjutnya mereka memprivatisasi YKP demi mengeruk keuntungan pribadi, tanpa pernah lagi setor keuntungan dari berbagai usahanya ke kas Pemkot Surabaya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019