Badan Pusat Statistika Jawa Timur mencatat penduduk miskin di wilayah setempat berkurang 179,9 ribu jiwa, yakni dari 4.292,15 ribu jiwa pada September 2018 menjadi 4.112,25 ribu jiwa pada Maret 2019.
Kepala BPS Jatim Teguh Pramono dalam keterangan pers di Surabaya, Selasa, mengatakan secara persentase penduduk miskin di Jatim turun sebesar 0,48 persen, yakni dari 10,85 persen pada September 2018 menjadi 10,37 persen pada Maret 2019.
Ditinjau dari wilayah, kata Teguh, penurunan penduduk miskin di Jatim merata terjadi di perkotaan dan pedesaan, yakni di perkotaan turun sebesar 0,13 persen dan di perdesaan turun sebesar 0,78 persen.
Berdasarkan catatan BPS, turunnya angka kemiskinan itu akibat tingginya peranan komoditi makanan yakni sebesar 75,02 persen, sebab sumbangan terbesar pada garis kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan pada umumnya sama, yakni faktor makanan.
"Komoditas beras misalnya, memberi sumbangan terbesar baik di perkotaan maupun di perdesaan. Di perkotaan sumbangannya sebesar 23,38 persen, dan di perdesaan 25,60 persen," tuturnya.
Kemudian, kata dia, disusul rokok kretek-filter yang memberikan sumbangan terbesar kedua kepada garis kemiskinan, dan khusus perkotaan menyumbang 11,82 persen di perkotaan dan 10,74 persen di perdesaan.
"Komoditi lainnya yang mempengaruhi garis kemiskinan adalah telur ayam ras, gula pasir, daging ayam ras, tempe, dan tahu," katanya.
Untuk ukuran kemiskinan kedua, adalah pada komoditas bukan makanan yang juga bisa memberikan sumbangan besar, seperti bensin, perumahan, listrik, pendidikan, dan perlengkapan mandi.
Pada kesempatan sebelumnya, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengatakan dalam programnya akan fokus pada penurunan angka kemiskinan pedesaan, dengan melihat faktor apa saja yang menjadi pemberat dalam mengentaskan kemiskinan di Jatim.
Menurutnya, angka kemiskinan terjadi seiring dengan tingginya pernikahan usia dini, anak-anak putus sekolah di tingkat SMP, tingginya angka kematian ibu (AKI), tingginya angka kematian bayi (AKB) yang sering berkelindan di Jatim.
Untuk itu, lanjut dia, perlu perhatian cukup besar yang harus diberikan kepada pedesaan melalui intervensi yang signifikan dengan kombinasi penguatan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) untuk mengurangi kemiskinan perdesaan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
Kepala BPS Jatim Teguh Pramono dalam keterangan pers di Surabaya, Selasa, mengatakan secara persentase penduduk miskin di Jatim turun sebesar 0,48 persen, yakni dari 10,85 persen pada September 2018 menjadi 10,37 persen pada Maret 2019.
Ditinjau dari wilayah, kata Teguh, penurunan penduduk miskin di Jatim merata terjadi di perkotaan dan pedesaan, yakni di perkotaan turun sebesar 0,13 persen dan di perdesaan turun sebesar 0,78 persen.
Berdasarkan catatan BPS, turunnya angka kemiskinan itu akibat tingginya peranan komoditi makanan yakni sebesar 75,02 persen, sebab sumbangan terbesar pada garis kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan pada umumnya sama, yakni faktor makanan.
"Komoditas beras misalnya, memberi sumbangan terbesar baik di perkotaan maupun di perdesaan. Di perkotaan sumbangannya sebesar 23,38 persen, dan di perdesaan 25,60 persen," tuturnya.
Kemudian, kata dia, disusul rokok kretek-filter yang memberikan sumbangan terbesar kedua kepada garis kemiskinan, dan khusus perkotaan menyumbang 11,82 persen di perkotaan dan 10,74 persen di perdesaan.
"Komoditi lainnya yang mempengaruhi garis kemiskinan adalah telur ayam ras, gula pasir, daging ayam ras, tempe, dan tahu," katanya.
Untuk ukuran kemiskinan kedua, adalah pada komoditas bukan makanan yang juga bisa memberikan sumbangan besar, seperti bensin, perumahan, listrik, pendidikan, dan perlengkapan mandi.
Pada kesempatan sebelumnya, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengatakan dalam programnya akan fokus pada penurunan angka kemiskinan pedesaan, dengan melihat faktor apa saja yang menjadi pemberat dalam mengentaskan kemiskinan di Jatim.
Menurutnya, angka kemiskinan terjadi seiring dengan tingginya pernikahan usia dini, anak-anak putus sekolah di tingkat SMP, tingginya angka kematian ibu (AKI), tingginya angka kematian bayi (AKB) yang sering berkelindan di Jatim.
Untuk itu, lanjut dia, perlu perhatian cukup besar yang harus diberikan kepada pedesaan melalui intervensi yang signifikan dengan kombinasi penguatan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) untuk mengurangi kemiskinan perdesaan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019