Kejaksaan Negeri Blitar, Jawa Timur, memanggil sebanyak 28 badan usaha di Blitar, terkait dengan laporan atas ketidakpatuhan mereka terhadap BPJS Kesehatan.
Kepala BPJS Kesehatan KC Kediri Yessi Kumalasari mengemukakan saat ini diperkirakan masih terdapat 225 badan usaha dengan lebih 3.097 pekerja yang belum terdaftar sebagai peserta JKN-KIS di wilayah Blitar. Hal ini bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
"Upaya edukasi secara persuasif sudah kami lakukan melalui sosialisasi langsung dan pemeriksaan oleh petugas pemeriksa. Apabila upaya tersebut tidak membuahkan hasil, sesuai dengan Undang-Undang kami dapat bekerjasama dengan Pengawas Ketenagakerjaan serta instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dan kami dapat melaporkan ke pemerintah daerah atas ketidakpatuhan perusahaan yang ada di wilayahnya," kata Yessi di Kediri, Rabu.
Kepala Bidang Perluasan Peserta dan Kepatuhan BPJS Kesehatan KC Kediri Ulan Nahdiyah menambahkan BPJS memanggil pelaku usaha yang dinilai masih belum melakukan kewajibannya.
Pemanggilan tersebut didasari Surat Kuasa Khusus (SKK) yang diserahkan BPJS Kesehatan pada 27 Mei 2019. Hingga bulan Juni 2019, BPJS Kesehatan telah melaporkan 44 perusahaan ke Kejaksaan Blitar, 28 di antaranya dilaporkan karena belum mendaftarkan karyawannya.
"Kami lakukan mediasi, jadi ini belum final ke Kejaksaan Blitar. Ada 44 badan usaha yang di SKK kan, 28 badan usaha belum daftar sama sekali, enam menunggak, sisanya belum patuh pelaporan data," kata Ulan.
Ia juga mengingatkan sanksi cukup berat diberikan jika perusahaan abai mendaftarkan karyawannya menjadi peserta BPJS Kesehatan. Hal itu merujuk pada PP Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tersebut sanksinya baik berupa administrasi misalnya pencabutan izin usaha, pencabutan izin tenaga kerja asing, dan sejumlah sanksi lainnya.
Pihaknya mengakui, perusahaan yang banyak belum mendaftarkan karyawnanya adalah UMKM. Untuk itu, ia berharap agar pemilik usaha tidak abai dan segera mengikutsertakan para karyawannya menjadi peserta BPJS Kesehatan, sebab hal itu merapakan hak mereka.
Sementara itu, Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Negeri Blitar Muhamad Taufik Sugianto mengatakan kejaksaan memang dilibatkan karena sudah ada nota kesepahaman atau MoU antara BPJS Kesehatan dengan kejaksaan. BPJS sudah turun ke lapangan untuk melakukan pendataan sekaligus mengingatkan perusahaan yang tidak patuh.
Tidak patuh itu, tambah dia, misalnya terkait dengan pembayaran tagihan, pamalsuan data dimana dicontohkan dari 10 karyawan yang bekerja yang didaftarkan hanya lima orang.
"Jadi, nanti di sini karena BPJS sudah turun ke lapangan, perusahaan yang diingatkan karena semua warga negara wajib memiliki BPJS Kesehatan. Jadi, apabila ada perusahaan sudah patuh dengan iuran, kami anggap selesai tugas tapi jika sampai ada beberapa yang usahanya nakal dalam hal pembayaran tagihan, kami pendampingan di pengadilan dalam hal gugatan," kata Taufik.
Namun, ia juga mengatakan kejaksaan tidak akan bertindak sebelum ada surat kuasa khusus (SKK) dari BPJS Kesehatan guna mengingatkan pemilik usaha segera menjadi anggota BPJS.
Sementara itu, hingga 1 Juli 2019, cakupan kepesertaan JKN-KIS di wilayah kerja BPJS Kesehatan KC Kediri telah mencapai 67,5 persen dengan jumlah 3.000.369 jiwa. Jumlah tersebut tersebar di Kediri, Nganjuk dan Blitar.
Sedangkan di Kabupaten Blitar sendiri jumlah peserta JKN adalah 58,3 persen dari total jumlah penduduk atau 718.333 jiwa. Capaian kepesertaan JKN di Kota Blitar adalah sejumlah 115.352 jiwa atau sebesar 73.4 persen dari total jumlah penduduk.
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, Pemberi Kerja wajib mendaftarkan pekerja dan keluarganya sebagai peserta JKN dengan membayar iuran sebesar 5 persen dari upah pekerjanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
Kepala BPJS Kesehatan KC Kediri Yessi Kumalasari mengemukakan saat ini diperkirakan masih terdapat 225 badan usaha dengan lebih 3.097 pekerja yang belum terdaftar sebagai peserta JKN-KIS di wilayah Blitar. Hal ini bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
"Upaya edukasi secara persuasif sudah kami lakukan melalui sosialisasi langsung dan pemeriksaan oleh petugas pemeriksa. Apabila upaya tersebut tidak membuahkan hasil, sesuai dengan Undang-Undang kami dapat bekerjasama dengan Pengawas Ketenagakerjaan serta instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dan kami dapat melaporkan ke pemerintah daerah atas ketidakpatuhan perusahaan yang ada di wilayahnya," kata Yessi di Kediri, Rabu.
Kepala Bidang Perluasan Peserta dan Kepatuhan BPJS Kesehatan KC Kediri Ulan Nahdiyah menambahkan BPJS memanggil pelaku usaha yang dinilai masih belum melakukan kewajibannya.
Pemanggilan tersebut didasari Surat Kuasa Khusus (SKK) yang diserahkan BPJS Kesehatan pada 27 Mei 2019. Hingga bulan Juni 2019, BPJS Kesehatan telah melaporkan 44 perusahaan ke Kejaksaan Blitar, 28 di antaranya dilaporkan karena belum mendaftarkan karyawannya.
"Kami lakukan mediasi, jadi ini belum final ke Kejaksaan Blitar. Ada 44 badan usaha yang di SKK kan, 28 badan usaha belum daftar sama sekali, enam menunggak, sisanya belum patuh pelaporan data," kata Ulan.
Ia juga mengingatkan sanksi cukup berat diberikan jika perusahaan abai mendaftarkan karyawannya menjadi peserta BPJS Kesehatan. Hal itu merujuk pada PP Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tersebut sanksinya baik berupa administrasi misalnya pencabutan izin usaha, pencabutan izin tenaga kerja asing, dan sejumlah sanksi lainnya.
Pihaknya mengakui, perusahaan yang banyak belum mendaftarkan karyawnanya adalah UMKM. Untuk itu, ia berharap agar pemilik usaha tidak abai dan segera mengikutsertakan para karyawannya menjadi peserta BPJS Kesehatan, sebab hal itu merapakan hak mereka.
Sementara itu, Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Negeri Blitar Muhamad Taufik Sugianto mengatakan kejaksaan memang dilibatkan karena sudah ada nota kesepahaman atau MoU antara BPJS Kesehatan dengan kejaksaan. BPJS sudah turun ke lapangan untuk melakukan pendataan sekaligus mengingatkan perusahaan yang tidak patuh.
Tidak patuh itu, tambah dia, misalnya terkait dengan pembayaran tagihan, pamalsuan data dimana dicontohkan dari 10 karyawan yang bekerja yang didaftarkan hanya lima orang.
"Jadi, nanti di sini karena BPJS sudah turun ke lapangan, perusahaan yang diingatkan karena semua warga negara wajib memiliki BPJS Kesehatan. Jadi, apabila ada perusahaan sudah patuh dengan iuran, kami anggap selesai tugas tapi jika sampai ada beberapa yang usahanya nakal dalam hal pembayaran tagihan, kami pendampingan di pengadilan dalam hal gugatan," kata Taufik.
Namun, ia juga mengatakan kejaksaan tidak akan bertindak sebelum ada surat kuasa khusus (SKK) dari BPJS Kesehatan guna mengingatkan pemilik usaha segera menjadi anggota BPJS.
Sementara itu, hingga 1 Juli 2019, cakupan kepesertaan JKN-KIS di wilayah kerja BPJS Kesehatan KC Kediri telah mencapai 67,5 persen dengan jumlah 3.000.369 jiwa. Jumlah tersebut tersebar di Kediri, Nganjuk dan Blitar.
Sedangkan di Kabupaten Blitar sendiri jumlah peserta JKN adalah 58,3 persen dari total jumlah penduduk atau 718.333 jiwa. Capaian kepesertaan JKN di Kota Blitar adalah sejumlah 115.352 jiwa atau sebesar 73.4 persen dari total jumlah penduduk.
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, Pemberi Kerja wajib mendaftarkan pekerja dan keluarganya sebagai peserta JKN dengan membayar iuran sebesar 5 persen dari upah pekerjanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019