Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya Armudji memaparkan dugaan penyelewengan yang dilakukan oleh para pengurus Yayasan Kas Pembanguan (YKP) Surabaya dan anak usahanya PT Yekape yang diduga merugikan negara triliunan rupiah.
"Kepada penyidik tadi saya ceritakan terkait kepengurusan YKP berdasarkan pengalaman sejak pertama kali menjabat anggota DPRD Kota Surabaya," katanya kepada wartawan usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi dugaan korupsi aset Pemkot Surabaya yang dikelola YKP/ PT Yekape di Kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Jalan Ahmad Yani Surabaya, Kamis.
Armudji pertama kali menjabat anggota DPRD Kota Surabaya sejak tahun 2003. Saat itu dia juga menjabat sebagai ketua fraksi.
"Sepengetahuan saya Ketua Fraksi di DPRD Kota Surabaya menjabat ‘Ex Officio’ di kepengurusan YKP," katanya.
Armudji mengaku saat itu telah mengantongi Surat Keputusan (SK) sebagai Ex Officio di kepengurusan YKP tapi tidak pernah mengemban jabatan tersebut.
"Karena para pengurus yang ketika itu menguasai YKP berpegang pada SK tahun 2001 dan jabatan Ex Officio saat itu tetap diduduki oleh Mentik Budiwijono, yang saat itu sudah tidak menjabat lagi sebagai anggota DPRD Kota Surabaya," ucapnya.
Baca juga: Ketua DPRD Surabaya diperiksa kejaksaan selama enam jam
Baca juga: Risma perjuangkan pengembalian aset YKP sejak 2012
Armudji kepada penyidik Kejaksaan Tinggi Jawa Timur juga menceritakan pengalaman ketika di tahun 2012 terlibat sebagai Panitia Khusus Hak Angket DPRD Kota Surabaya dan merekomendasikan pengembalian aset YKP dan PT Yekape agar dikelola oleh Pemerintah Kota Surabaya.
"Karena sejak awal YKP didirikan oleh Pemkota Surabaya. Modal awalnya juga dari Pemkot Surabaya, termasuk tanah-tanah yang dikelola YKP di awal tahun 1950-an itu. Rekomendasi angket kita sudah jelas, salah satunya meminta Pemkot Surabaya supaya mengambil alih aset-asetnya di YKP tapi sampai saat ini masih belum terlaksana," ucapnya.
Armudji menandaskan, pasca Pansus Hak Angket DPRD Kota Surabaya mengeluarkan rekomendasi tersebut, YKP justru menggugat Pemkot Surabaya, yaitu mengklaim bahwa tanah yang ditempati sebagai kantor Satpol PP Surabaya sebagai miliknya. "Gugatannya itu kan aneh," katanya.
Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Didik Farkhan Alisyahdi mengatakan kesaksian Armudji di hadapan penyidik telah mendukung banyak fakta terkait dugaan penyelewengan yang dilakukan pengurus YKP dan PT Yekape di awal tahun 2000-an.
Dia menjelaskan dugaan penyelewengan YKP/ PT Yekape berawal dari terbitnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, yang mengatur kepala daerah tidak boleh merangkap jabatan. Sedangkan Ketua YKP sejak awal terbentuk di tahun 1951 selalu dijabat oleh Wali Kota Surabaya.
"Tahun 2001 saat Wali Kota Surabaya dijabat Sunarto, mengacu Undang-undang Otonomi Daerah, menunjuk Sekretaris Daerah M Yasin sebagai Ketua YKP. Tapi tahun 2002 Wali Kota Sunarto menunjuk dirinya lagi sebagai Ketua YKP dan selanjutnya dikuasai oleh mantan anggota DPRD Kota Surabaya Pak Mentik Cs. Pak Armudji sebagai anggota DPRD yang semestinya menjabat Ex Officio YKP pada tahun itu sudah ditinggal," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Kepada penyidik tadi saya ceritakan terkait kepengurusan YKP berdasarkan pengalaman sejak pertama kali menjabat anggota DPRD Kota Surabaya," katanya kepada wartawan usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi dugaan korupsi aset Pemkot Surabaya yang dikelola YKP/ PT Yekape di Kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Jalan Ahmad Yani Surabaya, Kamis.
Armudji pertama kali menjabat anggota DPRD Kota Surabaya sejak tahun 2003. Saat itu dia juga menjabat sebagai ketua fraksi.
"Sepengetahuan saya Ketua Fraksi di DPRD Kota Surabaya menjabat ‘Ex Officio’ di kepengurusan YKP," katanya.
Armudji mengaku saat itu telah mengantongi Surat Keputusan (SK) sebagai Ex Officio di kepengurusan YKP tapi tidak pernah mengemban jabatan tersebut.
"Karena para pengurus yang ketika itu menguasai YKP berpegang pada SK tahun 2001 dan jabatan Ex Officio saat itu tetap diduduki oleh Mentik Budiwijono, yang saat itu sudah tidak menjabat lagi sebagai anggota DPRD Kota Surabaya," ucapnya.
Baca juga: Ketua DPRD Surabaya diperiksa kejaksaan selama enam jam
Baca juga: Risma perjuangkan pengembalian aset YKP sejak 2012
Armudji kepada penyidik Kejaksaan Tinggi Jawa Timur juga menceritakan pengalaman ketika di tahun 2012 terlibat sebagai Panitia Khusus Hak Angket DPRD Kota Surabaya dan merekomendasikan pengembalian aset YKP dan PT Yekape agar dikelola oleh Pemerintah Kota Surabaya.
"Karena sejak awal YKP didirikan oleh Pemkota Surabaya. Modal awalnya juga dari Pemkot Surabaya, termasuk tanah-tanah yang dikelola YKP di awal tahun 1950-an itu. Rekomendasi angket kita sudah jelas, salah satunya meminta Pemkot Surabaya supaya mengambil alih aset-asetnya di YKP tapi sampai saat ini masih belum terlaksana," ucapnya.
Armudji menandaskan, pasca Pansus Hak Angket DPRD Kota Surabaya mengeluarkan rekomendasi tersebut, YKP justru menggugat Pemkot Surabaya, yaitu mengklaim bahwa tanah yang ditempati sebagai kantor Satpol PP Surabaya sebagai miliknya. "Gugatannya itu kan aneh," katanya.
Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Didik Farkhan Alisyahdi mengatakan kesaksian Armudji di hadapan penyidik telah mendukung banyak fakta terkait dugaan penyelewengan yang dilakukan pengurus YKP dan PT Yekape di awal tahun 2000-an.
Dia menjelaskan dugaan penyelewengan YKP/ PT Yekape berawal dari terbitnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, yang mengatur kepala daerah tidak boleh merangkap jabatan. Sedangkan Ketua YKP sejak awal terbentuk di tahun 1951 selalu dijabat oleh Wali Kota Surabaya.
"Tahun 2001 saat Wali Kota Surabaya dijabat Sunarto, mengacu Undang-undang Otonomi Daerah, menunjuk Sekretaris Daerah M Yasin sebagai Ketua YKP. Tapi tahun 2002 Wali Kota Sunarto menunjuk dirinya lagi sebagai Ketua YKP dan selanjutnya dikuasai oleh mantan anggota DPRD Kota Surabaya Pak Mentik Cs. Pak Armudji sebagai anggota DPRD yang semestinya menjabat Ex Officio YKP pada tahun itu sudah ditinggal," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019