Panitia Khusus Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Wali Kota Surabaya untuk APBD 2018 menilai alokasi anggaran Rp30 miliar per tahun untuk urusan tenaga kerja atau mengatasi pengangguran di Kota Pahlawan, Jawa Timur terlalu kecil.
Ketua Pansus LKP Wali Kota Surabaya 2018, Adi Sutarwijono, di Surabaya, Sabtu, mengatakan anggaran tersebut tidak signifikan untuk bisa menanggulangi persoalan pengangguran di Surabaya ini.
"Setiap kami reses di kampung-kampung, atau ketika ketemu warga, pertanyaan yang menjadi 'hantu' bagi kami adalah ketika ditanya warga tentang kebijakan Pemkot Surabaya dalam mengatasi tenaga kerja alias menanggulangi pengangguran," kata Adi Sutarwijono yang juga Wakil Ketua Komisi A DPRD Surabaya.
Dikatakan "hantu", lanjut dia, karena tidak ada skema kebijakan yang sistematik dari Pemkot Surabaya dalam mengatasi pengangguran. Ini berbeda dengan isu pendidikan dimana telah terbangun skema kebijakan yang menjadi rujukan warga.
"Begitu pula dengan kesehatan, Pemkot Surabaya telah memiliki skema kebijakan, mulai SKTM (surat keterangan tidak mampu), BPJS, rujukan Puskemas hingga rumah sakit. Tapi, kalau soal pengangguran, apa skema kebijakan yang terbukti jitu dalam mengentas pengangguran? Masyarakat tidak merasakan itu," ujarnya.
Selain itu, kata dia, fakta perekonomian Kota Surabaya bergerak dinamis, bahkan tumbuh. Sementara di sisi lain, setiap tahun terjadi pertumbuhan tenaga kerja usia produktif warga ber-KTP Surabaya. Begitu juga urbanisasi dari luar daerah terus mengalir ke Surabaya, yakni warga usia produktif dan mereka mengambil banyak kesempatan kerja di kota ini.
Meski demikian, Pansus LKPj sepakat dengan gagasan Pemkot Surabaya bahwa arus investasi ke Kota Surabaya dalam bentuk pertumbuhan unit-unit ekonomi, hendaknya juga menyerap tenaga kerja dari lingkungan masyarakat setempat.
"Sehingga kemunculan hotel, apartemen, toko-toko modern, mal dan lain sebagainya di Kota Surabaya, mestinya memberi jatah penyerapan tenaga kerja dari warga setempat," ujarnya.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya Eri Cahyadi sebelumnya mengatakan dengan aturan yang baru tentang usulan anggota dewan dalam reses serta usulan lainnya akan dijadikan satu dan dimasukkan dalam musrembang.
"Sehingga, nanti akan ditentukan oleh RT/RW, masyarakat setempat, mana yang lebih diprioritaskan.
Semuanya melalui musrembang, pintunya ada dimana-mana. Jadi, filosofinya sebenarnya sama, mau warga yang mengusulkan atau dari pihak DPRD maupun pemkot yang mengusulkan," ujar Eri. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
Ketua Pansus LKP Wali Kota Surabaya 2018, Adi Sutarwijono, di Surabaya, Sabtu, mengatakan anggaran tersebut tidak signifikan untuk bisa menanggulangi persoalan pengangguran di Surabaya ini.
"Setiap kami reses di kampung-kampung, atau ketika ketemu warga, pertanyaan yang menjadi 'hantu' bagi kami adalah ketika ditanya warga tentang kebijakan Pemkot Surabaya dalam mengatasi tenaga kerja alias menanggulangi pengangguran," kata Adi Sutarwijono yang juga Wakil Ketua Komisi A DPRD Surabaya.
Dikatakan "hantu", lanjut dia, karena tidak ada skema kebijakan yang sistematik dari Pemkot Surabaya dalam mengatasi pengangguran. Ini berbeda dengan isu pendidikan dimana telah terbangun skema kebijakan yang menjadi rujukan warga.
"Begitu pula dengan kesehatan, Pemkot Surabaya telah memiliki skema kebijakan, mulai SKTM (surat keterangan tidak mampu), BPJS, rujukan Puskemas hingga rumah sakit. Tapi, kalau soal pengangguran, apa skema kebijakan yang terbukti jitu dalam mengentas pengangguran? Masyarakat tidak merasakan itu," ujarnya.
Selain itu, kata dia, fakta perekonomian Kota Surabaya bergerak dinamis, bahkan tumbuh. Sementara di sisi lain, setiap tahun terjadi pertumbuhan tenaga kerja usia produktif warga ber-KTP Surabaya. Begitu juga urbanisasi dari luar daerah terus mengalir ke Surabaya, yakni warga usia produktif dan mereka mengambil banyak kesempatan kerja di kota ini.
Meski demikian, Pansus LKPj sepakat dengan gagasan Pemkot Surabaya bahwa arus investasi ke Kota Surabaya dalam bentuk pertumbuhan unit-unit ekonomi, hendaknya juga menyerap tenaga kerja dari lingkungan masyarakat setempat.
"Sehingga kemunculan hotel, apartemen, toko-toko modern, mal dan lain sebagainya di Kota Surabaya, mestinya memberi jatah penyerapan tenaga kerja dari warga setempat," ujarnya.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya Eri Cahyadi sebelumnya mengatakan dengan aturan yang baru tentang usulan anggota dewan dalam reses serta usulan lainnya akan dijadikan satu dan dimasukkan dalam musrembang.
"Sehingga, nanti akan ditentukan oleh RT/RW, masyarakat setempat, mana yang lebih diprioritaskan.
Semuanya melalui musrembang, pintunya ada dimana-mana. Jadi, filosofinya sebenarnya sama, mau warga yang mengusulkan atau dari pihak DPRD maupun pemkot yang mengusulkan," ujar Eri. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019