![pinterest](https://pinterest.com/pin/create/button/?url=https://jatim.antaranews.com/berita/292829/cipayung-plus-di-jatim-tolak-tegas-mobilisasi-massa&media=https://cdn.antaranews.com/cache/1200x800/2019/05/01/cipayung-plus.jpeg&description="Cipayung Plus" di Jatim tolak tegas mobilisasi massa){kind=link}
Sejumlah elemen mahasiswa yang tergabung dalam Cipayung Plus di Jawa Timur menolak dengan tegas isu mobilisasi massa usai Pemilu 2019.
"Isu itu tidak relevan karena bertentangan dengan konstitusional sehingga tidak perlu dilakukan," ujar Ketua Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Jatim yang juga merupakan salah satu pimpinan Cipayung Plus Jatim, Nabrisi Rohid.
Dalam siaran pers yang dikirim ke ANTARA di Surabaya, Rabu malam, jika tetap ada mobilisasi massa maka pihaknya akan memunculkan tandingan yaitu "student power".
"Namun, ini berbeda. Kekuatan yang kami miliki adalah mahasiswa, maka tentunya akan lakukan kajian ilmiah, tidak kemudian langsung turun melakukan aksi," ucapnya.
Selain itu, isu mobilisasi massa dinilainya termasuk upaya untuk mendelegitimasi penyelenggara pemilu, baik KPU maupun Bawaslu.
Jika terdapat dugaan pelanggaran, kata dia, maka harus menggunakan upaya hukum yang sah dan diakui oleh konstitusi, seperti melaporkannya ke Bawaslu.
"Jika itu berkaitan dengan sengketa hasil pemilu, sampaikan ke MK. Jika ada penyelenggara pemilu yang berpotensi nakal maka sampaikan saja ke DKPP. Semua ada konstitusi dan ada peraturannya," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Isu itu tidak relevan karena bertentangan dengan konstitusional sehingga tidak perlu dilakukan," ujar Ketua Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Jatim yang juga merupakan salah satu pimpinan Cipayung Plus Jatim, Nabrisi Rohid.
Dalam siaran pers yang dikirim ke ANTARA di Surabaya, Rabu malam, jika tetap ada mobilisasi massa maka pihaknya akan memunculkan tandingan yaitu "student power".
"Namun, ini berbeda. Kekuatan yang kami miliki adalah mahasiswa, maka tentunya akan lakukan kajian ilmiah, tidak kemudian langsung turun melakukan aksi," ucapnya.
Selain itu, isu mobilisasi massa dinilainya termasuk upaya untuk mendelegitimasi penyelenggara pemilu, baik KPU maupun Bawaslu.
Jika terdapat dugaan pelanggaran, kata dia, maka harus menggunakan upaya hukum yang sah dan diakui oleh konstitusi, seperti melaporkannya ke Bawaslu.
"Jika itu berkaitan dengan sengketa hasil pemilu, sampaikan ke MK. Jika ada penyelenggara pemilu yang berpotensi nakal maka sampaikan saja ke DKPP. Semua ada konstitusi dan ada peraturannya," katanya.
Editor : Didik Kusbiantoro
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019