Kegiatan Festival Arsitektur Nusantara yang berlangsung 14-15 Maret 2019 di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, dimanfaatkan sejumlah arsitek untuk memaparkan pengalamannya ketika diajak Bupati Abdullah Azwar Anas mengembangkan kabupaten di ujung timur Pulau Jawa itu.
Dalam keterangan tertulis diterima Antara di Banyuwangi, Jumat, arsitek Yori Antar mengemukakan, selama ini ada kecenderungan arsitek enggan bermitra dengan pemerintah, selain soal administrasi yang relatif tidak memahami dunia arsitektur dan terkadang paradigma birokrasi, juga tidak selaras dengan cara pandang arsitek.
"Tapi, saya sering menyampaikan kepada teman-teman arsitek, jangan malas bermitra dengan pemerintah, karena itu berarti kita membantu republik ini," ujar Yori yang dikenal dengan julukan "Pendekar Arsitektur Nusantara" itu.
Menurut ia, di Kabupaten Banyuwangi, para arsitek senang, karena Bupati Azwar Anas memiliki komitmen dan keyakinan bahwa arsitektur bisa membawa daerah menjadi lebih baik.
Selain itu, kata dia, masyarakat dan arsitekturnya berada dalam satu gerak dan disiapkan bersinergi dengan arsitektur yang sengaja dirancang berfungsi sosial budaya.
"Penyiapan masyarakat itu misalnya mendorong pengembangan budaya dan tradisi lokal melalui festival," ujarnya.
Yori juga menyampaikan, antara arsitektur dan masyarakat tidak ada jarak, dan banyak juga pemimpin daerah yang menyenangi arsitektur akan tetapi tidak menyiapkan masyarakatnya dan hingga akhirnya arsitekturnya berjarak dan jadi monumen mati.
"Namun, tidak untuk Banyuwangi, di sinilah kelebihan Banyuwangi," kata Yori yang menggarap ruang terbuka hijau dan destinasi di Banyuwangi tersebut.
Sedangkan arsitek Budi Pradono, yang merupakan arsitek Stadion Diponegoro dengan ornamen penari gandrung dan Pantai Grand Watudodol, mengemukakan, pelibatan arsitek adalah langkah terobosan karena mampu mendorong kemajuan pariwisata daerah.
Ia mengibaratkan apa yang dilakukan Banyuwangi seperti keputusan Presiden Prancis (1981-1995) Francois Mitterrand yang mengajak arsitek untuk merevitalisasi Paris dengan pembangunan berbagai karya arsitektur.
"Saat itu banyak yang menentang ide Mitterrand, hasilnya sekarang Paris maju karena mengandalkan pariwisata dan kini semua orang datang hanya untuk menikmati bangunan, seperti Piramida Louvre. Spirit inilah yang ditangkap Banyuwangi dengan segala kebersahajaannya, saya rasa mulai berjalan meski pasti bertahap," kata Budi.
Arsitek Denny Gondo menambahkan bahwa saat ini justru banyak arsitek yang ingin berkontribusi mengembangkan Banyuwangi.
"Seperti saya, sejak mendengar bagaimana perubahan Banyuwangi, ingin sekali berkontribusi buat Banyuwangi. Senang banget akhirnya saya diajak pengembang hotel dan PT INKA mendesain proyek mereka di Banyuwangi," tuturnya.
Sementara itu, Bupati Azwar Anas berterima kasih kepada para arsitek yang telah berkontribusi untuk Kabupaten Banyuwangi.
"Banyuwangi bukan kota besar, sedangkan arsitek-arsitek ini karyanya lintas negara. Kami senang mereka antusias karena mungkin merasa cocok, seperti Andra Matin (arsitek terminal hijau Bandara Banyuwangi) yang telepon saya menyampaikan bahwa kantor arsitekturnya punya CSR, jadi bisa membantu Banyuwangi mendesainkan bangunan yang akan digarap," kata Bupati Anas.
Selama delapan tahun terakhir, Pemkab Banyuwangi mengembangkan daerahnya dengan pendekatan arsitektur berkonsep jelas.
Sejumlah arsitek tersohor dilibatkan mengembangkan berbagai ruang publik mulai bandara, taman, destinasi wisata, hotel, lembaga pendidikan, hingga puskesmas. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
Dalam keterangan tertulis diterima Antara di Banyuwangi, Jumat, arsitek Yori Antar mengemukakan, selama ini ada kecenderungan arsitek enggan bermitra dengan pemerintah, selain soal administrasi yang relatif tidak memahami dunia arsitektur dan terkadang paradigma birokrasi, juga tidak selaras dengan cara pandang arsitek.
"Tapi, saya sering menyampaikan kepada teman-teman arsitek, jangan malas bermitra dengan pemerintah, karena itu berarti kita membantu republik ini," ujar Yori yang dikenal dengan julukan "Pendekar Arsitektur Nusantara" itu.
Menurut ia, di Kabupaten Banyuwangi, para arsitek senang, karena Bupati Azwar Anas memiliki komitmen dan keyakinan bahwa arsitektur bisa membawa daerah menjadi lebih baik.
Selain itu, kata dia, masyarakat dan arsitekturnya berada dalam satu gerak dan disiapkan bersinergi dengan arsitektur yang sengaja dirancang berfungsi sosial budaya.
"Penyiapan masyarakat itu misalnya mendorong pengembangan budaya dan tradisi lokal melalui festival," ujarnya.
Yori juga menyampaikan, antara arsitektur dan masyarakat tidak ada jarak, dan banyak juga pemimpin daerah yang menyenangi arsitektur akan tetapi tidak menyiapkan masyarakatnya dan hingga akhirnya arsitekturnya berjarak dan jadi monumen mati.
"Namun, tidak untuk Banyuwangi, di sinilah kelebihan Banyuwangi," kata Yori yang menggarap ruang terbuka hijau dan destinasi di Banyuwangi tersebut.
Sedangkan arsitek Budi Pradono, yang merupakan arsitek Stadion Diponegoro dengan ornamen penari gandrung dan Pantai Grand Watudodol, mengemukakan, pelibatan arsitek adalah langkah terobosan karena mampu mendorong kemajuan pariwisata daerah.
Ia mengibaratkan apa yang dilakukan Banyuwangi seperti keputusan Presiden Prancis (1981-1995) Francois Mitterrand yang mengajak arsitek untuk merevitalisasi Paris dengan pembangunan berbagai karya arsitektur.
"Saat itu banyak yang menentang ide Mitterrand, hasilnya sekarang Paris maju karena mengandalkan pariwisata dan kini semua orang datang hanya untuk menikmati bangunan, seperti Piramida Louvre. Spirit inilah yang ditangkap Banyuwangi dengan segala kebersahajaannya, saya rasa mulai berjalan meski pasti bertahap," kata Budi.
Arsitek Denny Gondo menambahkan bahwa saat ini justru banyak arsitek yang ingin berkontribusi mengembangkan Banyuwangi.
"Seperti saya, sejak mendengar bagaimana perubahan Banyuwangi, ingin sekali berkontribusi buat Banyuwangi. Senang banget akhirnya saya diajak pengembang hotel dan PT INKA mendesain proyek mereka di Banyuwangi," tuturnya.
Sementara itu, Bupati Azwar Anas berterima kasih kepada para arsitek yang telah berkontribusi untuk Kabupaten Banyuwangi.
"Banyuwangi bukan kota besar, sedangkan arsitek-arsitek ini karyanya lintas negara. Kami senang mereka antusias karena mungkin merasa cocok, seperti Andra Matin (arsitek terminal hijau Bandara Banyuwangi) yang telepon saya menyampaikan bahwa kantor arsitekturnya punya CSR, jadi bisa membantu Banyuwangi mendesainkan bangunan yang akan digarap," kata Bupati Anas.
Selama delapan tahun terakhir, Pemkab Banyuwangi mengembangkan daerahnya dengan pendekatan arsitektur berkonsep jelas.
Sejumlah arsitek tersohor dilibatkan mengembangkan berbagai ruang publik mulai bandara, taman, destinasi wisata, hotel, lembaga pendidikan, hingga puskesmas. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019