Organisasi non-pemerintah (non-governmental organization/NGO) dunia yang didanai pemerintah Norwegia dan institusi bisnis Borealis dari Austria, Systemiq, terus melakukan pendampingan penanganan dan pengelolaan sampah laut di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.

Dalam keterangan tertulis diterima Antara di Banyuwangi, Sabtu, Chief Delivery Officer STOP Project Systemiq Andre Kuncoroyekti mengemukakan pada tahun pertama ini penanganan sampah difokuskan di Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar, karena desa tersebut telah memiliki tempat pengolahan sampah terpadu reduce, reuse, recycle (TPST 3R).

Dalam pengelolaan sampah tersebut, lanjut dia, Systemiq melibatkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) sebagai pengelola sampah dan mereka dilatih mengoptimalkan sistem pengangkutan, pengumpulan hingga pengolahan sampah.

"Hasilnya, layanan pengumpulan sampah yang dijalankan BUMDes Tembokrejo kini telah mencakup 3.214 rumah, dari awal yang sebelum kami masuk hanya sekitar 400 rumah," kata Andre.

Ia mengaku senang karena warga merespons positif adanya pengangkutan sampah ini, sebab problem sampah di Kecamatan Muncar sebenarnya tidak sekedar masalah perilaku.

Namun, katanya, lebih diakibatkan tidak ada sistem seperti tidak adanya armada angkut dan sehingga  membuang sampah ke laut karena terpaksa.

"Jadi, dengan adanya 19 armada angkut sampah saat ini, bagi mereka adalah solusi," ujarnya.

Menurut Andre, saat ini sampah yang terangkut 2 ton per hari, dan di akhir Maret 2019 diperkirakan mencapai 10 ton per hari hari. Melihat manfaatnya akan memperluas cakupan program itu mengingat potensi sampah di Muncar per hari 47 ton per hari.

"Target kami 22 ribu kepala keluarga berpartisipasi ikut program angkut sampah ini hingga akhir 2019," kata Andre.

Setelah program Stop berjalan satu tahun, Andre menambahkan, telah ada perubahan fisik sungai di dekat Pantai Satelit, tumpukan sampah sudah tidak terlalu banyak dan sungai juga tidak ada tumpukan sampah.program 

"Memang belum sepenuhnya sungai bebas sampah, karena fokusnya masih satu desa namun mulai terasa hasilnya," paparnya.

Di TPST Tembokrejo, sampah yang diangkut dari rumah warga lantas dipilah dan dikelola, sampah organik dimanfaatkan untuk kompos dan budi daya larva lalat "black soldier fly", larva lalat jenis ini memiliki kemampuan mengurai sampah organik selain juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak.

Sedangkan sampah nonorganik, dipilah sesuai jenisnya untuk dijual, dan sejak April 2018 hingga Februari 2019 jumlah sampah nonorganik yang terjual mencapai 10,4 ton oleh 16 pengepul sampah.

"Dari awal tujuan kami memang tidak bangun TPST, namun investasi peralatan untuk akselerasi TPST yang sudah ada agar lebih efisien, selain itu juga kami lakukan pendampingan fisik dan nonfisik," kata Andre usai bertemu Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.

Sementara Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengaku akan mendorong desa lain untuk mengerjakan program serupa, karena program ini merupakan bagian dari program "Smart Kampung".

"Smart Kampung tidak hanya sekedar masalah pelayanan publik, akan tetapi juga harus pandai menemukan solusi atas masalah di daerahnya termasuk masalah sampah, dan ini perlu dicontoh desa lain," ujar Bupati Anas.

Pengelolaan sampah yang bagus ini mampu mengerek pendapatan BUMDesa, sebelumnya pendapatan hanya Rp3,7 juta per bulan, setelah kualitas pemilahan meningkat kini BUMDesa bisa meraup Rp10 juta per bulan dari penjualan sampah.

Oleh karenanya, ke depan menargetkan bahwa akhir Maret 2019 sebanyak seratus persen dari 8.900 rumah di Tembokjero, Kecamatan Muncar  akan terlayani pengangkutan sampah. (*)

Pewarta: Novi Husdinariyanto

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019