Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, berkolaborasi dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) guna menyiapkan sumber daya manusia dalam pengembangan kopi dan cokelat dari hulu ke hilir dan fokus pelajar SMK serta santri untuk didorong menjadi pegiat bisnis rintisan kopi dan cokelat.
"Kami kerja sama dengan BPPT menyiapkan SDM kopi dan kakao sebagai bahan dasar cokelat, karena dua komoditas ini cukup berlimpah di sini," kata Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas usai penandatanganan nota kesepahaman dengan Kepala BPPT Hammam Riza di Banyuwangi, Jumat.
Anas mengatakan bahwa kopi dan cokelat dipilih karena trennya terus berkembang pesat. Saat ini muncul lebih dari 100 bisnis rintisan kopi dan cokelat dengan berbagai merek yang digerakkan anak-anak muda Banyuwangi.
"Konsumsi kopi Indonesia cuma 1,5 kilogram per kapita per tahun, Jepang 5 kilogram, Finlandia bahkan 12 kilogram. Ke depan, pasar sangat cerah dan kalau naik 4 kilogram per kapita per tahun, kebutuhan kopi dalam negeri tembus satu juta ton, melebihi produksi sekarang. Kita bakal kewalahan, maka dibutuhkan SDM yang kompeten dari hulu ke hilir," ujarnya.
Demikian pula konsumsi cokelat Indonesia, lanjut bupati, masih sangat rendah hanya kisaran 0,4 kilogram per kapita per tahun, sementara di Singapura, misalnya, konsumsi cokelat tembus 1 kilogram per kapita per tahun.
Menurut Anas, kopi dan cokelat bisa menjadi ladang bisnis menggiurkan bagi lulusan SMK dan santri, kuncinya bikin produk yang baik, harga tidak kemahalan dan tidak terlalu murah.
"Selain itu, pemasarannya lewat dalam jaringan (daring), sudah itu saja. Insya Allah laris," ucapnya.
Dalam kolaborasi ini, pada tahap awal ratusan siswa dan santri dari 10 SMK dan pondok pesantren dilatih hulu ke hilir komoditas kopi dan cokelat.
"Ini juga menerjemahkan arahan Presiden Jokowi bahwa anak-anak muda sejak dini harus didesain sebagai generasi kreatif, termasuk soal kewirausahaan. Ketika bertemu para bupati, Pak Jokowi mencontohkan besarnya potensi kopi sebagai penggerak ekonomi rakyat," kata Anas.
Kepala BPPT Hammam Riza menjelaskan, kolaborasi dengan Pemkab Banyuwangi melibatkan banyak bidang teknologi. "Kami fokus membantu dari hulu ke hilir untuk teknologi pangan," katanya.
Untuk sektor hulu, kata dia, BPPT membantu budi daya kopi dan kakao lewat teknologi smart farming. Apabila produktivitas sudah meningkat, selanjutnya tahapan pengolahan kopi dan kakao untuk menghasilkan kopi dan cokelat dengan keunggulan rasa.
"Proses hulu ke hilir itu untuk mencetak technopreneur agribisnis. Kami salut dengan Banyuwangi yang melibatkan pelajar dan santri untuk dilatih, ikut bimbingan teknis pengolahan dan pengembangan kopi dan cokelat," tuturnya.
Dengan melibatkan santri dan siswa SMK, menurut Hammam, bisa menumbuhkan technopreneur muda yang berbasis pertanian dan BPPT siap total membantu Banyuwangi. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Kami kerja sama dengan BPPT menyiapkan SDM kopi dan kakao sebagai bahan dasar cokelat, karena dua komoditas ini cukup berlimpah di sini," kata Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas usai penandatanganan nota kesepahaman dengan Kepala BPPT Hammam Riza di Banyuwangi, Jumat.
Anas mengatakan bahwa kopi dan cokelat dipilih karena trennya terus berkembang pesat. Saat ini muncul lebih dari 100 bisnis rintisan kopi dan cokelat dengan berbagai merek yang digerakkan anak-anak muda Banyuwangi.
"Konsumsi kopi Indonesia cuma 1,5 kilogram per kapita per tahun, Jepang 5 kilogram, Finlandia bahkan 12 kilogram. Ke depan, pasar sangat cerah dan kalau naik 4 kilogram per kapita per tahun, kebutuhan kopi dalam negeri tembus satu juta ton, melebihi produksi sekarang. Kita bakal kewalahan, maka dibutuhkan SDM yang kompeten dari hulu ke hilir," ujarnya.
Demikian pula konsumsi cokelat Indonesia, lanjut bupati, masih sangat rendah hanya kisaran 0,4 kilogram per kapita per tahun, sementara di Singapura, misalnya, konsumsi cokelat tembus 1 kilogram per kapita per tahun.
Menurut Anas, kopi dan cokelat bisa menjadi ladang bisnis menggiurkan bagi lulusan SMK dan santri, kuncinya bikin produk yang baik, harga tidak kemahalan dan tidak terlalu murah.
"Selain itu, pemasarannya lewat dalam jaringan (daring), sudah itu saja. Insya Allah laris," ucapnya.
Dalam kolaborasi ini, pada tahap awal ratusan siswa dan santri dari 10 SMK dan pondok pesantren dilatih hulu ke hilir komoditas kopi dan cokelat.
"Ini juga menerjemahkan arahan Presiden Jokowi bahwa anak-anak muda sejak dini harus didesain sebagai generasi kreatif, termasuk soal kewirausahaan. Ketika bertemu para bupati, Pak Jokowi mencontohkan besarnya potensi kopi sebagai penggerak ekonomi rakyat," kata Anas.
Kepala BPPT Hammam Riza menjelaskan, kolaborasi dengan Pemkab Banyuwangi melibatkan banyak bidang teknologi. "Kami fokus membantu dari hulu ke hilir untuk teknologi pangan," katanya.
Untuk sektor hulu, kata dia, BPPT membantu budi daya kopi dan kakao lewat teknologi smart farming. Apabila produktivitas sudah meningkat, selanjutnya tahapan pengolahan kopi dan kakao untuk menghasilkan kopi dan cokelat dengan keunggulan rasa.
"Proses hulu ke hilir itu untuk mencetak technopreneur agribisnis. Kami salut dengan Banyuwangi yang melibatkan pelajar dan santri untuk dilatih, ikut bimbingan teknis pengolahan dan pengembangan kopi dan cokelat," tuturnya.
Dengan melibatkan santri dan siswa SMK, menurut Hammam, bisa menumbuhkan technopreneur muda yang berbasis pertanian dan BPPT siap total membantu Banyuwangi. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019