Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengaku kaget kebakaran hutan menjadi salah satu kasus bencana yang rawan terjadi di wilayahnya selama ini.
"Setelah saya melihat data bencana yang rawan, ternyata kebakaran hutan menjadi kasus kedua di bawah banjir atau di atas kekeringan dan puting beliung," ujarnya di sela melihat kesiapan peralatan dan tim tanggap bencana di Kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim di Sidoarjo, Selasa.
Menurut dia, selama ini kebakaran hutan paling dikenal terhadi di luar Pulau Jawa, seperti Kalimantan dan Sulawesi sehingga di Jatim jarang terantisipasi oleh banyak kalangan masyarakat.
Mengantisipasinya, kata dia, diperlukan keahlian khusus tentang bagaimana cara melakukan proses pemadaman terhadap kebakaran hutan di Jatim.
Gubernur perempuan pertama di Jatim itu meminta BPBD melakukan antisipasi secara dini terhadap bencana alam di beberapa daerah, yakni secara bersama-sama dan komprehensif.
"Jangan cuma sesaat, tapi antisipasi harus komprehensif dan dilaksanakan bersama-sama. Kepala Pelaksana BPBD Jatim juga agar melakukan deteksi lebih detail," ucapnya.
Di tempat sama, Khofifah juga menyampaikan bahwa bencana alam yang terjadi di sejumlah daerah menimbulkan risiko kemiskinan sangat tinggi, atau rata-rata mencapai 80 persen.
"Dalam indeks risiko bencana yang ada di dalam buku induknya BNPB, setiap bencana alam resiko menyebabkan kemiskinan mencapai 80 persen," katanya.
Gubernur mengaku tak bisa membayangkan untuk membangkitkan semangat masyarakat yang terkena musibah, serta membangun semangat warga membutuhkan waktu, tenaga dan biaya tidak sedikit.
Ketua umum PP Muslimat NU itu juga mengapresiasi relawan yang turun untuk mendeteksi lebih dini risiko bencana di daerah, termasuk menjaga kebersamaanan serta pendekatan yang lebih komprehensif.
Sementara itu, Kepala Pelaksana BPBD Jatim Suban Wahyudiono mengaku telah berkomunikasi dengan BPBD tingkat kota/kabupaten untuk menyiapkan solusi menangani kasus kebakaran hutan yang mayoritas berada di kawasan ketinggian atau perbukitan.
"Penyebabnya beragam, seperti karena manusia dan musim kemarau. Selama ini ratusan kali kasus kebakaran hutan terjadi dan banyak di ketinggian, seperti di Gunung Lawu, Gunung Wilis dan beberapa hutan lainnya," katanya.
Pada kesempatan tersebut, Suban menyampaikan bahwa Jatim memiliki iklim tropis sehingga apabila kemarau maka bencananya kekeringan, kebakaran hutan dan lahan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Setelah saya melihat data bencana yang rawan, ternyata kebakaran hutan menjadi kasus kedua di bawah banjir atau di atas kekeringan dan puting beliung," ujarnya di sela melihat kesiapan peralatan dan tim tanggap bencana di Kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim di Sidoarjo, Selasa.
Menurut dia, selama ini kebakaran hutan paling dikenal terhadi di luar Pulau Jawa, seperti Kalimantan dan Sulawesi sehingga di Jatim jarang terantisipasi oleh banyak kalangan masyarakat.
Mengantisipasinya, kata dia, diperlukan keahlian khusus tentang bagaimana cara melakukan proses pemadaman terhadap kebakaran hutan di Jatim.
Gubernur perempuan pertama di Jatim itu meminta BPBD melakukan antisipasi secara dini terhadap bencana alam di beberapa daerah, yakni secara bersama-sama dan komprehensif.
"Jangan cuma sesaat, tapi antisipasi harus komprehensif dan dilaksanakan bersama-sama. Kepala Pelaksana BPBD Jatim juga agar melakukan deteksi lebih detail," ucapnya.
Di tempat sama, Khofifah juga menyampaikan bahwa bencana alam yang terjadi di sejumlah daerah menimbulkan risiko kemiskinan sangat tinggi, atau rata-rata mencapai 80 persen.
"Dalam indeks risiko bencana yang ada di dalam buku induknya BNPB, setiap bencana alam resiko menyebabkan kemiskinan mencapai 80 persen," katanya.
Gubernur mengaku tak bisa membayangkan untuk membangkitkan semangat masyarakat yang terkena musibah, serta membangun semangat warga membutuhkan waktu, tenaga dan biaya tidak sedikit.
Ketua umum PP Muslimat NU itu juga mengapresiasi relawan yang turun untuk mendeteksi lebih dini risiko bencana di daerah, termasuk menjaga kebersamaanan serta pendekatan yang lebih komprehensif.
Sementara itu, Kepala Pelaksana BPBD Jatim Suban Wahyudiono mengaku telah berkomunikasi dengan BPBD tingkat kota/kabupaten untuk menyiapkan solusi menangani kasus kebakaran hutan yang mayoritas berada di kawasan ketinggian atau perbukitan.
"Penyebabnya beragam, seperti karena manusia dan musim kemarau. Selama ini ratusan kali kasus kebakaran hutan terjadi dan banyak di ketinggian, seperti di Gunung Lawu, Gunung Wilis dan beberapa hutan lainnya," katanya.
Pada kesempatan tersebut, Suban menyampaikan bahwa Jatim memiliki iklim tropis sehingga apabila kemarau maka bencananya kekeringan, kebakaran hutan dan lahan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019