Surabaya, (Antaranews Jatim) - Menteri Pariwisata Arief Yahya menyatakan bahwa semua provinsi, minimal ada satu kawasan wisata yang menjadi andalan sebagai daerah tujuan wisata utama "Bali Baru", tidak hanya terbatas pada 10 Bali Baru yang sudah dikembangkan selama ini.

"Cepat tidaknya terealisasi tergantung CEO daerah setempat. Kepala daerahnya mau dan berkomitmen," ujar Menpar saat konvensi nasional media massa dalam rangkaian Hari Pers Nasional 2019 di salah satu hotel berbintang di Surabaya, Jatim, Jumat sore.

Ia mengemukakan, ada satu daerah di Sumatera yang akan dikembangkan sebagai Bali Baru, tapi kalau CEO dalam hal ini kepala daerah atau gubernur dan bupati/wali kotanya tidak memiliki komitmen, program itu susah direalisasikan.

Menurut Arief Yahya, pariwisata dikembangkan karena devisa yang dihasilkan sangat besar dan potensi Indonesia yang indah dengan beragam budaya maupun objek wisatanya sudah diakui dunia.

Tahun 2017, devisa dihasilkan dari pelancongan mencapai 17 miliar dolar AS, sedangkan tahun 2019 ini ditargekan sudah menjadi penghasil devisa terbesar atau nomor satu bagi Indonesia, yaitu sebesar 20 miliar dolar AS.

"Kalau selama ini devisa identik dengan migas dan nonmigas, kelak mendatang berubah namanya menjadi pariwisata dan nonpariwisata. Pasalnya, sektor pelancongan sudah menjadi penghasil devisa nomor satu mengalahkan kelapa sawit yang selama ini menjadi andalan," ujar meteri asal Banyuwangi, Jatim, ini.

Ia menjelaskan, ada dua yang membuat pariwisata RI berkembang cukup pesat dengan pertumbuhan tahun lalu mencapai 22 persen, sementara pertumbuhan pariwisata dunia tidak sampai 7 persen, yaitu digitalisasi dan deregulasi.

"Regulasi beragam perizinan dan peraturan sektor kepariwisata disederhanakan, dan semuaya dengan go digital, utamanya untuk promosi dan pemasaran. Karena sekarang ini eranya digital" tuturnya.

Perusahaan besar dunia maupun nasional nilai terbesar sekarang diraih oleh digital company, seperti Apple, Amazon, Facebook, sementara di dalam negeri ada Gojek dan Grab yang mengalahkan perusahaan konvensional besar, yang selama ini secara tradisional "menguasai".

"Makanya dengan proses digital ini dalam promosi dan pemasaran sektor pariwisata di Tanah Air berkembang pesat. Di mana 70 persen raihan pelancongan didapat dari digital, sementara promosi dan pemasaran konvensional porsinya tinggal 30 persen saja," tuturnya.

Sementara mengenai pers dan pemberitaan bencana alam, sesuai sub-tema pada kegiatan ini, Menpar mengharapkan media tidak hanya memberitakan bencana demi mengejar sisi jurnalistik dan ekonomi semata, tapi juga fokus pada penanganan dan pemulihan serta tanggap darurat hingga rehabilitasi.

Pasalnya, pemberitaan bencana berlebihan dan tidak bijaksana menimbulkan dampak pada sektor lain, khususnya periwisata. Namun, Menpar sependapat bahwa dampak negatif tersebut tidak hanya karena pemberitaan media, tapi juga bidang lain, seperti halnya pemerintah.(*)

Video Oleh Chandra Hamdani Noor
 

Pewarta: Chandra Hamdani Noor

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019