Jember (Antaranews Jatim) - Beberapa hari terakhir ini bencana akibat angin kencang atau angin puting beliung sering terjadi di sejumlah daerah yang menyebabkan rumah dan fasilitas umum rusak, pohon tumbang di mana-mana, bahkan adapula yang sampai mengancam keselamatan jiwa warga.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Juanda Surabaya sering kali mengeluarkan peringatan dini terkait cuaca ekstrem di sejumlah daerah di Provinsi Jawa Timur (Jatim). Peringatan tersebut selalu dipantau oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), kemudian diteruskan kepada masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaannya.
Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi bencana angin kencang, banjir, tanah longsor, dan banjir bandang, sehingga tidak jarang banyak pihak yang menyebut bahwa provinsi yang memiliki 38 kabupaten/kota tersebut sebagai supermarket bencana alam.
Salah satunya adalah Kabupaten Jember yang memiliki potensi rawan bencana alam. Berdasarkan data BPBD Jember tercatat jumlah kejadian bencana alam setiap tahun mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di wilayah setempat.
Selama tahun 2017 tercatat jumlah bencana alam yang terjadi sebanyak 131 kejadian dengan rincian angin puting beliung terjadi sebanyak 49 kali, tanah longsor sebanyak 33 kali, banjir sebanyak 20 kali, gempa bumi sebanyak delapan kali, kebakaran sebanyak 19 kali, dan dua kali terjadi kebakaran hutan.
Dampak bencana yang ditimbulkan yakni empat orang meninggal dunia dan hilang, 24 orang mengalami luka-luka, 548 rumah rusak, 21 titik kerusakan infrastruktur baik berupa rusaknya dinding penahan, saluran irigasi, jembatan, dan fasilitas pendidikan yang tersebar hampir merata di 31 kecamatan di Jember.
Jumlah kejadian bencana alam meningkat cukup tajam pada tahun 2018 sebanyak 224 kejadian bencana dan angin puting beliung sebanyak 58 kali masih mendominasi banyaknya bencana alam yang terjadi di Kabupaten Jember, kemudian 51 kali bencana tanah longsor, 40 kali bencana banjir, delapan kali bencana gempa bumi, kekeringan sebanyak tiga kejadian, kebakaran sebanyak 54 kali, kebakaran lahan hutan sebanyak 9 kali, dan banjir rob sebanyak satu kali.
Jumlah korban bencana alam selama 2018 tercatat sebanyak dua korban meninggal dunia, 12 korban mengalami luka-luka, 146 unit rumah mengalami kerusakan, dan jumlah infrastruktur yang terdampak sebanyak 61 unit berupa dinding penahan rusak sebanyak tujuh unit, dua saluran irigasi rusak, tujuh titik jalan umum rusak, 11 titik jembatan rusak, 20 titik fasilitas pendidikan rusak, fasilitas ibadah masjid yang rusak sebanyak 13 titik, dan satu titik fasilitas kesehatan.
"Berdasarkan data memang jumlah kejadian bencana alam mengalami peningkatan di Jember, namun dampak bencana jumlah korban dan kerusakan rumah yang ditimbulkan mengalami penurunan karena kesiapsiagaan masyarakat dan petugas dalam menghadapi bencana," kata Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Jember Heru Widagdo.
Selama Januari 2019 tercatat lebih dari 20 titik bencana angin kencang melanda di beberapa kecamatan di Kabupaten Jember yang menyebabkan puluhan rumah mengalami kerusakan dan pendataan terakhir yakni sebuah rumah roboh milik Nenek Samut (70) warga Desa/Kecamatan Silo diterjang angin kencang pada 29 Januari 2019.
Ia mengatakan angin kencang masih menjadi bencana alam terbanyak selama dua tahun terakhir ini, sehingga pihak BPBD Jember selalu menyampaikan informasi kepada masyarakat terkait dengan peringatan dini cuaca ekstrem yang diterima dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Juanda.
Berbagai cara dilakukan BPBD Jember untuk menyebarkan informasi peringatan dini cuaca ekstrem baik melalui media sosial, frekuensi radio HT, dan media, sehingga dengan informasi tersebut dapat meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap ancaman angin puting beliung.
Menurutnya potensi bencana angin puting beliung bisa terjadi di 31 kecamatan di Jember, sehingga pihaknya mengimbau masyarakat untuk selalu siaga terhadap ancaman angin kencang tersebut selama musim pancaroba seperti saat ini.
Angin puting beliung memang tidak bisa diprediksi, lanjut dia, namun masyarakat dapat mengetahuinya dan bisa dilihat dengan tanda berupa adanya awan CB (Comolonimbus) atau awan tebal dengan pinggiran putih yang jelas dan ada tanda pusaran di tengah kumpulan awan.
Heru mengatakan masyarakat juga diimbau untuk mendengarkan siaran radio atau televisi untuk mengetahui prakiraan cuaca atau bisa memantau prakiraan cuaca yang disampaikan oleh BMKG melalu lamannya atau yang dibagikan sejumlah pihak yang berkompeten melalui media sosial.
Kemudian kewaspadaan terhadap perubahan cuaca, terutama perubahan cuaca drastis dari cerah dan tiba tiba mendung gelap juga menjadi salah satu tanda-tanda akan terjadi angin kencang. Ciri ciri terjadinya angin puting beliung adalah langit yang tiba tiba gelap, dan terlihat sedikit kehijauan, terjadinya hujan es dengan butiran es yang cukup besar, awan yang bergerak rendah, menghitam dan besar, dan awan tersebut terlihat bergerak berputar, terasa seperti ada kereta cepat yang melintas.
Dengan mengenali tanda-tanda terjadinya angin kencang, lanjut dia, maka masyarakat diharapkan dapat meminimalisir terjadinya korban dan segera mencari tempat perlindungan yang aman, sehingga kesiapsiagaan bencana masyarakat secara mandiri menjadi sangat penting untuk menekan jumlah korban jiwa saat terjadi bencana alam.
"Salah satu upaya pengurangan risiko bencana akibat cuaca ekstrim adalah dengan cara meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat, sehingga upaya menjadikan masyarakat yang tangguh dalam menghadapi dampak bencana perlu terus dilakukan dengan berbagai cara dan sarana," katanya.
Oleh sebab itu, lanjut dia, kepedulian masyarakat dan semua pihak terhadap ancaman bahaya yang diakibatkan oleh bencana sangat diperlukan baik kepedulian yang berasal dari dalam diri sendiri maupun kepedulian karena kepentingan dan keselamatan bersama di masyarakat menjadi kunci utama untuk menekan jumlah korban jiwa.
Sementara salah seorang korban angin kencang nenek di Jember, nenek Jumalia (70) warga Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Sumbersari berhasil selamat dari reruntuhan rumahnya saat terjadi angin kencang karena bersembunyi di bawah meja dan pengetahuan mencari lokasi aman saat gempa atau angin kencang didapat nya ketika menonton televisi.
Korban yang terdampak angin kencang hingga menyebabkan rumahnya rata dengan tanah itu berhasil selamat dari puing-puing bangunan rumahnya dan setelah angin reda, cucunya dan warga setempat berusaha mengeluarkan nenek Jumalia dari reruntutan rumah yang ambruk tersebut.
"Ahamdulillah saya selamat karena bersembunyi di bawah meja saat rumah ambruk diterjang angin puting beliung. Saya tidak sempat keluar rumah karena saat hujan deras disertai petir masih berada di dapur," ujarnya.
Kepedulian Masyarakat
Banyaknya jatuh korban pada saat terjadi bencana alam selama ini di antaranya diakibatkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai risiko bencana itu sendiri, sehingga menyebabkan kepedulian masyarakat terhadap ancaman dari bencana berkurang. Karena itu, semua pihak harus bersinergi untuk mengedukasi masyarakat terkait dengan pengurangan risiko bencana.
Untuk meningkatkan kepedulian masyarakat itu juga perlu juga melibatkan banyak pihak seperti perguruan tinggi, perusahaan, komponen masyarakat terutama kelompok atau perkumpulan relawan yang berbasis masyarakat, maupun keagamaan dan sosial.
Seperti yang dilakukan sejumlah dosen Universitas Jember dari Fakultas Teknik Universitas Jember yakni Januar Fery Irawan, Satrio Budi Utomo, FX. Kristianta dan Ike Fibriani yang menciptakan detektor angin puting beliung dan detektor longsor yang dipasang di beberapa lokasi di Jember.
Ketua tim Januar Fery Irawan yang ditemui saat memeriksa detektor angin puting beliung mengatakan detektor angin puting beliung dipasang di Kelurahan Karangrejo, Kecamatan Sumbersari sebanyak dua buah, dan satu alat di Dusun Gempal, Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, sedangkan detektor longsor dipasang di Desa Suci, Kecamatan Panti, dan di lokasi Desa Pace, Kecamatan Silo.
Khusus detektor angin puting beliung yang diciptakan dosen Unej itu bekerja dengan cara mengukur kecepatan angin yang datang untuk mendeteksi terjadinya angin kencang di wilayah setempat.
"Kami menempatkan animometer analog yang fungsinya mengukur kecepatan angin, jika kecepatan angin mencapai 35 kilometer per jam, maka otomatis sensor akan mendeteksi sebagai gejala angin puting beliung dan memerintahkan sirine agar berbunyi," kata dosen Program Studi Teknik Sipil itu.
Ia menjelaskan sirine akan berbunyi selama kurang lebih sepuluh hingga lima belas menit guna memperingatkan warga sekitar, sehingga memiliki waktu untuk menyelamatkan diri dan untuk diketahui, proses terbentuknya angin puting beliung atau angin ribut didahului terlebih dahulu oleh angin yang kecepatannya bertambah secara bertahap.
Ferry mengatakan penempatan detektor angin puting beliung di lokasi Kelurahan Karangrejo, Kecamatan Sumbersari dan Dusun Gempal, Kecamatan Pakusari karena berdasarkan riwayat terjadinya bencana sebelumnya, di daerah Karangrejo tahun 2017 pernah dilanda angin puting beliung hingga merobohkan pohon-pohon besar di tepi jalan.
Padahal di sekitarnya terdapat sekolah dan merupakan jalan yang menjadi urat nadi transportasi di wilayah Kota Jember, namun bencana puting beliung yang terjadi tersebut tidak menimbulkan korban jiwa.
Dosen yang menyelesaikan magisternya di Hokkaido University Jepang itu bersama rekan-rekannya berinisiatif menempatkan dua detektor di pinggir jalan dan di sekitar perumahan warga dengan harapan, jika terjadi angin puting beliung maka warga sekitar bisa bersiap-siap agar tidak ada korban jiwa, apalagi suara sirine bisa menjangkau wilayah seluas 1 kilometer.
Kepedulian sejumlah dosen Unej itu juga patut dicontoh oleh elemen masyarakat lainnya karena terjadinya cuaca ekstrem yang berdampak kepada terjadinya bencana banjir, tanah longsor dan angin puting beliung akan terus terjadi, sehingga kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana tersebut harus terus ditingkatkan dan peranan pemerintah bersama komponen masyarakat lainnya diperlukan dalam rangka mengurangi risiko bencana.
Memang terkadang musibah selalu datang secara tiba-tiba tanpa diduga, tapi ada baiknya kalau semua orang waspada untuk meminilisir terjadinya kerugian yang lebih besar. Langkah yang diambil sepertinya tidak cukup dengan kewaspadaan saja, namun seberapa besar usaha kita dalam mengantisipasi terjadinya bencana itu, yakni upaya pencegahan, dengan selalu menjaga lingkungan serta tidak menyalahi aturan lingkungan yang ada.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Juanda Surabaya sering kali mengeluarkan peringatan dini terkait cuaca ekstrem di sejumlah daerah di Provinsi Jawa Timur (Jatim). Peringatan tersebut selalu dipantau oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), kemudian diteruskan kepada masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaannya.
Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi bencana angin kencang, banjir, tanah longsor, dan banjir bandang, sehingga tidak jarang banyak pihak yang menyebut bahwa provinsi yang memiliki 38 kabupaten/kota tersebut sebagai supermarket bencana alam.
Salah satunya adalah Kabupaten Jember yang memiliki potensi rawan bencana alam. Berdasarkan data BPBD Jember tercatat jumlah kejadian bencana alam setiap tahun mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di wilayah setempat.
Selama tahun 2017 tercatat jumlah bencana alam yang terjadi sebanyak 131 kejadian dengan rincian angin puting beliung terjadi sebanyak 49 kali, tanah longsor sebanyak 33 kali, banjir sebanyak 20 kali, gempa bumi sebanyak delapan kali, kebakaran sebanyak 19 kali, dan dua kali terjadi kebakaran hutan.
Dampak bencana yang ditimbulkan yakni empat orang meninggal dunia dan hilang, 24 orang mengalami luka-luka, 548 rumah rusak, 21 titik kerusakan infrastruktur baik berupa rusaknya dinding penahan, saluran irigasi, jembatan, dan fasilitas pendidikan yang tersebar hampir merata di 31 kecamatan di Jember.
Jumlah kejadian bencana alam meningkat cukup tajam pada tahun 2018 sebanyak 224 kejadian bencana dan angin puting beliung sebanyak 58 kali masih mendominasi banyaknya bencana alam yang terjadi di Kabupaten Jember, kemudian 51 kali bencana tanah longsor, 40 kali bencana banjir, delapan kali bencana gempa bumi, kekeringan sebanyak tiga kejadian, kebakaran sebanyak 54 kali, kebakaran lahan hutan sebanyak 9 kali, dan banjir rob sebanyak satu kali.
Jumlah korban bencana alam selama 2018 tercatat sebanyak dua korban meninggal dunia, 12 korban mengalami luka-luka, 146 unit rumah mengalami kerusakan, dan jumlah infrastruktur yang terdampak sebanyak 61 unit berupa dinding penahan rusak sebanyak tujuh unit, dua saluran irigasi rusak, tujuh titik jalan umum rusak, 11 titik jembatan rusak, 20 titik fasilitas pendidikan rusak, fasilitas ibadah masjid yang rusak sebanyak 13 titik, dan satu titik fasilitas kesehatan.
"Berdasarkan data memang jumlah kejadian bencana alam mengalami peningkatan di Jember, namun dampak bencana jumlah korban dan kerusakan rumah yang ditimbulkan mengalami penurunan karena kesiapsiagaan masyarakat dan petugas dalam menghadapi bencana," kata Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Jember Heru Widagdo.
Selama Januari 2019 tercatat lebih dari 20 titik bencana angin kencang melanda di beberapa kecamatan di Kabupaten Jember yang menyebabkan puluhan rumah mengalami kerusakan dan pendataan terakhir yakni sebuah rumah roboh milik Nenek Samut (70) warga Desa/Kecamatan Silo diterjang angin kencang pada 29 Januari 2019.
Ia mengatakan angin kencang masih menjadi bencana alam terbanyak selama dua tahun terakhir ini, sehingga pihak BPBD Jember selalu menyampaikan informasi kepada masyarakat terkait dengan peringatan dini cuaca ekstrem yang diterima dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Juanda.
Berbagai cara dilakukan BPBD Jember untuk menyebarkan informasi peringatan dini cuaca ekstrem baik melalui media sosial, frekuensi radio HT, dan media, sehingga dengan informasi tersebut dapat meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap ancaman angin puting beliung.
Menurutnya potensi bencana angin puting beliung bisa terjadi di 31 kecamatan di Jember, sehingga pihaknya mengimbau masyarakat untuk selalu siaga terhadap ancaman angin kencang tersebut selama musim pancaroba seperti saat ini.
Angin puting beliung memang tidak bisa diprediksi, lanjut dia, namun masyarakat dapat mengetahuinya dan bisa dilihat dengan tanda berupa adanya awan CB (Comolonimbus) atau awan tebal dengan pinggiran putih yang jelas dan ada tanda pusaran di tengah kumpulan awan.
Heru mengatakan masyarakat juga diimbau untuk mendengarkan siaran radio atau televisi untuk mengetahui prakiraan cuaca atau bisa memantau prakiraan cuaca yang disampaikan oleh BMKG melalu lamannya atau yang dibagikan sejumlah pihak yang berkompeten melalui media sosial.
Kemudian kewaspadaan terhadap perubahan cuaca, terutama perubahan cuaca drastis dari cerah dan tiba tiba mendung gelap juga menjadi salah satu tanda-tanda akan terjadi angin kencang. Ciri ciri terjadinya angin puting beliung adalah langit yang tiba tiba gelap, dan terlihat sedikit kehijauan, terjadinya hujan es dengan butiran es yang cukup besar, awan yang bergerak rendah, menghitam dan besar, dan awan tersebut terlihat bergerak berputar, terasa seperti ada kereta cepat yang melintas.
Dengan mengenali tanda-tanda terjadinya angin kencang, lanjut dia, maka masyarakat diharapkan dapat meminimalisir terjadinya korban dan segera mencari tempat perlindungan yang aman, sehingga kesiapsiagaan bencana masyarakat secara mandiri menjadi sangat penting untuk menekan jumlah korban jiwa saat terjadi bencana alam.
"Salah satu upaya pengurangan risiko bencana akibat cuaca ekstrim adalah dengan cara meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat, sehingga upaya menjadikan masyarakat yang tangguh dalam menghadapi dampak bencana perlu terus dilakukan dengan berbagai cara dan sarana," katanya.
Oleh sebab itu, lanjut dia, kepedulian masyarakat dan semua pihak terhadap ancaman bahaya yang diakibatkan oleh bencana sangat diperlukan baik kepedulian yang berasal dari dalam diri sendiri maupun kepedulian karena kepentingan dan keselamatan bersama di masyarakat menjadi kunci utama untuk menekan jumlah korban jiwa.
Sementara salah seorang korban angin kencang nenek di Jember, nenek Jumalia (70) warga Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Sumbersari berhasil selamat dari reruntuhan rumahnya saat terjadi angin kencang karena bersembunyi di bawah meja dan pengetahuan mencari lokasi aman saat gempa atau angin kencang didapat nya ketika menonton televisi.
Korban yang terdampak angin kencang hingga menyebabkan rumahnya rata dengan tanah itu berhasil selamat dari puing-puing bangunan rumahnya dan setelah angin reda, cucunya dan warga setempat berusaha mengeluarkan nenek Jumalia dari reruntutan rumah yang ambruk tersebut.
"Ahamdulillah saya selamat karena bersembunyi di bawah meja saat rumah ambruk diterjang angin puting beliung. Saya tidak sempat keluar rumah karena saat hujan deras disertai petir masih berada di dapur," ujarnya.
Kepedulian Masyarakat
Banyaknya jatuh korban pada saat terjadi bencana alam selama ini di antaranya diakibatkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai risiko bencana itu sendiri, sehingga menyebabkan kepedulian masyarakat terhadap ancaman dari bencana berkurang. Karena itu, semua pihak harus bersinergi untuk mengedukasi masyarakat terkait dengan pengurangan risiko bencana.
Untuk meningkatkan kepedulian masyarakat itu juga perlu juga melibatkan banyak pihak seperti perguruan tinggi, perusahaan, komponen masyarakat terutama kelompok atau perkumpulan relawan yang berbasis masyarakat, maupun keagamaan dan sosial.
Seperti yang dilakukan sejumlah dosen Universitas Jember dari Fakultas Teknik Universitas Jember yakni Januar Fery Irawan, Satrio Budi Utomo, FX. Kristianta dan Ike Fibriani yang menciptakan detektor angin puting beliung dan detektor longsor yang dipasang di beberapa lokasi di Jember.
Ketua tim Januar Fery Irawan yang ditemui saat memeriksa detektor angin puting beliung mengatakan detektor angin puting beliung dipasang di Kelurahan Karangrejo, Kecamatan Sumbersari sebanyak dua buah, dan satu alat di Dusun Gempal, Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, sedangkan detektor longsor dipasang di Desa Suci, Kecamatan Panti, dan di lokasi Desa Pace, Kecamatan Silo.
Khusus detektor angin puting beliung yang diciptakan dosen Unej itu bekerja dengan cara mengukur kecepatan angin yang datang untuk mendeteksi terjadinya angin kencang di wilayah setempat.
"Kami menempatkan animometer analog yang fungsinya mengukur kecepatan angin, jika kecepatan angin mencapai 35 kilometer per jam, maka otomatis sensor akan mendeteksi sebagai gejala angin puting beliung dan memerintahkan sirine agar berbunyi," kata dosen Program Studi Teknik Sipil itu.
Ia menjelaskan sirine akan berbunyi selama kurang lebih sepuluh hingga lima belas menit guna memperingatkan warga sekitar, sehingga memiliki waktu untuk menyelamatkan diri dan untuk diketahui, proses terbentuknya angin puting beliung atau angin ribut didahului terlebih dahulu oleh angin yang kecepatannya bertambah secara bertahap.
Ferry mengatakan penempatan detektor angin puting beliung di lokasi Kelurahan Karangrejo, Kecamatan Sumbersari dan Dusun Gempal, Kecamatan Pakusari karena berdasarkan riwayat terjadinya bencana sebelumnya, di daerah Karangrejo tahun 2017 pernah dilanda angin puting beliung hingga merobohkan pohon-pohon besar di tepi jalan.
Padahal di sekitarnya terdapat sekolah dan merupakan jalan yang menjadi urat nadi transportasi di wilayah Kota Jember, namun bencana puting beliung yang terjadi tersebut tidak menimbulkan korban jiwa.
Dosen yang menyelesaikan magisternya di Hokkaido University Jepang itu bersama rekan-rekannya berinisiatif menempatkan dua detektor di pinggir jalan dan di sekitar perumahan warga dengan harapan, jika terjadi angin puting beliung maka warga sekitar bisa bersiap-siap agar tidak ada korban jiwa, apalagi suara sirine bisa menjangkau wilayah seluas 1 kilometer.
Kepedulian sejumlah dosen Unej itu juga patut dicontoh oleh elemen masyarakat lainnya karena terjadinya cuaca ekstrem yang berdampak kepada terjadinya bencana banjir, tanah longsor dan angin puting beliung akan terus terjadi, sehingga kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana tersebut harus terus ditingkatkan dan peranan pemerintah bersama komponen masyarakat lainnya diperlukan dalam rangka mengurangi risiko bencana.
Memang terkadang musibah selalu datang secara tiba-tiba tanpa diduga, tapi ada baiknya kalau semua orang waspada untuk meminilisir terjadinya kerugian yang lebih besar. Langkah yang diambil sepertinya tidak cukup dengan kewaspadaan saja, namun seberapa besar usaha kita dalam mengantisipasi terjadinya bencana itu, yakni upaya pencegahan, dengan selalu menjaga lingkungan serta tidak menyalahi aturan lingkungan yang ada.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019