Surabaya (Antaranews Jatim) - Surabaya Survey Center menilai kemampuan berkampanye Caleg DPR RI dari Partai Golkar daerah pemilihan Jatim 1 (Surabaya-Sidoarjo) Abraham Sridjaja berpotensi mengalahkan caleg petahana, Adies Kadir jika itu tidak diantisipasi.
"Adies Kadir sebagai caleg petahana tentu tidak bisa lagi berfikir aman. Ingat bagaimana Pemilu 2014, caleg petahana sekuat dan sekaliber Priyo Budi bisa dikalahkan oleh daya juang dan penetrasi masif dan strategis Adies Kadir," kata Direktur Surabaya Survey Center (SSC), Mochtar W. Oetomo kepada Antara di Surabaya, Rabu.
Maka, lanjut dia, jika Adies Kadir tidak waspada, bukan hal yang tidak mungkin hal serupa bisa terjadi mengingat daya juang dan penetrasi Abraham dan bahkan juga caleg lain dari Golkar seperti Andi Budi yang begitu akseleratif.
Menurut dia, ketatnya aturan soal alat peraga kampanye (APK), membuat ruang sosialisasi bagi para kontestan caleg menjadi sangat terbatas. Seperti baliho caleg banyak berjubel di spot yang sama.
"Ada ketidakseimbangan antara jumlah caleg dengan jumlah ruang publik yang diperbolehkan untuk dipasangi APK. Ibarat besar pasak dari pada tiang," katanya.
Menurut Mochtar, semua caleg ingin sosialisasi tapi ruang terbatas, maka yang terjadi saling kanibal, saling makan, saling copot APK antar-caleg, hilang satu diganti dengan APK caleg lain.
Namun, lanjut dia, ketika antar-caleg saling waspada dengan menurunkan tim pengawas dan penjaga APK, maka kemungkinan memperluas wilayah pemasangan yang berarti adalah pelanggaran terjadilah.
Saat ini, kata dia, caleg ingin survive di tengah semua keterbatasan aturan dan ruang. Pemilihan anggota legisaltif adalah kompetisi lima tahun sekali, seyogyanya menurut Mochtar, aturan-aturan yang tidak terlalu substantif yang terlalu ketat dan mekanistik karena pasti melahirkan dampak pelanggaran dalam bentuk yang variatif.
"Kira-kira begitulah mekanisme survival yang dilakukan oleh Abraham, sehingga balihonya muncul lagi dan lagi meski berulangkali ditertibkan. Sampai melahirkan polemik antara KIPP (Komite Independen Pemantau Pemilu) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu). Ini adalah daya juang Abraham untuk menang. Politik adalah seni bagaimana mengelola ketidakmungkinan menjadi kemungkinan untuk menang," katanya.
Dengan sumber daya (resourses) yang dimiliki Abraham baik dari sisi performen, konsep, tim maupun modal apa yang telah dilakukan Abraham dengan tidak lelah bersosialiasi, termasuk pasang lagi dan pasang lagi baliho meski berulang ditertibkan tentu akan melahirkan kompetisi yang seru dan menarik antar-caleg khususnya caleg di internal Golkar. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Adies Kadir sebagai caleg petahana tentu tidak bisa lagi berfikir aman. Ingat bagaimana Pemilu 2014, caleg petahana sekuat dan sekaliber Priyo Budi bisa dikalahkan oleh daya juang dan penetrasi masif dan strategis Adies Kadir," kata Direktur Surabaya Survey Center (SSC), Mochtar W. Oetomo kepada Antara di Surabaya, Rabu.
Maka, lanjut dia, jika Adies Kadir tidak waspada, bukan hal yang tidak mungkin hal serupa bisa terjadi mengingat daya juang dan penetrasi Abraham dan bahkan juga caleg lain dari Golkar seperti Andi Budi yang begitu akseleratif.
Menurut dia, ketatnya aturan soal alat peraga kampanye (APK), membuat ruang sosialisasi bagi para kontestan caleg menjadi sangat terbatas. Seperti baliho caleg banyak berjubel di spot yang sama.
"Ada ketidakseimbangan antara jumlah caleg dengan jumlah ruang publik yang diperbolehkan untuk dipasangi APK. Ibarat besar pasak dari pada tiang," katanya.
Menurut Mochtar, semua caleg ingin sosialisasi tapi ruang terbatas, maka yang terjadi saling kanibal, saling makan, saling copot APK antar-caleg, hilang satu diganti dengan APK caleg lain.
Namun, lanjut dia, ketika antar-caleg saling waspada dengan menurunkan tim pengawas dan penjaga APK, maka kemungkinan memperluas wilayah pemasangan yang berarti adalah pelanggaran terjadilah.
Saat ini, kata dia, caleg ingin survive di tengah semua keterbatasan aturan dan ruang. Pemilihan anggota legisaltif adalah kompetisi lima tahun sekali, seyogyanya menurut Mochtar, aturan-aturan yang tidak terlalu substantif yang terlalu ketat dan mekanistik karena pasti melahirkan dampak pelanggaran dalam bentuk yang variatif.
"Kira-kira begitulah mekanisme survival yang dilakukan oleh Abraham, sehingga balihonya muncul lagi dan lagi meski berulangkali ditertibkan. Sampai melahirkan polemik antara KIPP (Komite Independen Pemantau Pemilu) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu). Ini adalah daya juang Abraham untuk menang. Politik adalah seni bagaimana mengelola ketidakmungkinan menjadi kemungkinan untuk menang," katanya.
Dengan sumber daya (resourses) yang dimiliki Abraham baik dari sisi performen, konsep, tim maupun modal apa yang telah dilakukan Abraham dengan tidak lelah bersosialiasi, termasuk pasang lagi dan pasang lagi baliho meski berulang ditertibkan tentu akan melahirkan kompetisi yang seru dan menarik antar-caleg khususnya caleg di internal Golkar. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019