Surabaya (Antaranews Jatim) - Dirut Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan Kota Surabaya Teguh Prihandoko mengklarifikasi dapat jabatan strategis di Koperasi Pegawai Pelindo (Kopelindo) III.
"Opini cak Awo (Direktur PT Aperindo Prima Mandiri, Kopelindo III, Agus Widiastono) itu tidak mewakili saya, mungkin karena dilatarbelakangi sayangnya kepada saya," kata Teguh Prihandoko kepada Antara di Surabaya, Kamis.
Menurut dia, kabar mendapatkan jabatan strategis di salah satu perusahaan Pelindo III yang kemudian diralat Kopelindo III tersebut mengaburkan esensi pengunduran dirinya yang tujuannya untuk kebaikan bersama.
"Saya bekerja harus ada manfaat bagi perusahaan. Dengan pengunduran diri saya kami harapkan RPH bisa lebih baik. Memberi ruang bagi Pemkot untuk menata lebih baik bagi RPH , sehingga RPH sebagai fungsi Pelayanan Publik bisa optimal," katanya.
Selain itu, lanjut dia, kabar tersebut bisa dipersepsikan seolah-olah dirinya mencari alasan untuk pindah karena sudah mendapatkan pekerjaan lain. Tentunya, lanjut dia, bisa membenturkan antara instansi Pelindo III dengan Pemkot Surabaya.
"Jadi pengunduran diri itu sudah kami fikirkan lama. Kami berharap untuk mendiskusikan kepadai bu wali kota. Makanya kami membuat surat pengunduran diri," katanya.
Sementara itu, Direktur PT Aperindo Prima Mandiri, Kopelindo III, Agus Widiastono meluruskan bahwa berita sebelumnya bahwa Teguh Prihandoko setelah mundur dari RPH bisa saja kembali ke Kopelindo III atau PT Aperindo Prima Mandiri.
"Saya juga meluruskan pada diberita sebelumnya bahwa Pelindo III dan Kopelindo III itu dua instansi yang berbeda," katanya.
Teguh Prihandoko sebelumnya mengatakan alasan pengunduran diri yang utama karena selama ini belum ada kesamaan persepsi di internal direksi RPH dalam menjalankan organisasi perusahan.
Konflik berkepanjangan di internal RPH tersebut memuncak pada saat pencabutan NKV oleh Disnak Jawa Timur. Teguh meminta Direktur Keuangan RPH Romi Wicaksono mengeluarkan anggaran untuk memenuhi persyaratan NKV.
"Tapi Romi tidak mau keluar biaya. Padahal investasi, kebersihan, IPAL sebagai prasyarat NKV itu butuh biaya. Buat apa menyimpan uang, sementara pengelolaan RPH berdampak buruk," ujarnya.
Teguh menilai dengan kondisi konflik yang berkepanjangan ini, maka yang dirugikan adalah masyarakat, begitu juga dengan jaminan keamanan pangan akan terancam. Untuk itu, Teguh memilih sikap mengundurkan diri dengan harapan Pemkot Surabaya bisa menata ulang RPH agar lebih baik.
Saat ditanya apakah setelah ini akan kembali ke anak perusahaan Pelindo III, Teguh enggan mengatakannya. "Buka warung kopi saja," katanya sambil ketawa. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Opini cak Awo (Direktur PT Aperindo Prima Mandiri, Kopelindo III, Agus Widiastono) itu tidak mewakili saya, mungkin karena dilatarbelakangi sayangnya kepada saya," kata Teguh Prihandoko kepada Antara di Surabaya, Kamis.
Menurut dia, kabar mendapatkan jabatan strategis di salah satu perusahaan Pelindo III yang kemudian diralat Kopelindo III tersebut mengaburkan esensi pengunduran dirinya yang tujuannya untuk kebaikan bersama.
"Saya bekerja harus ada manfaat bagi perusahaan. Dengan pengunduran diri saya kami harapkan RPH bisa lebih baik. Memberi ruang bagi Pemkot untuk menata lebih baik bagi RPH , sehingga RPH sebagai fungsi Pelayanan Publik bisa optimal," katanya.
Selain itu, lanjut dia, kabar tersebut bisa dipersepsikan seolah-olah dirinya mencari alasan untuk pindah karena sudah mendapatkan pekerjaan lain. Tentunya, lanjut dia, bisa membenturkan antara instansi Pelindo III dengan Pemkot Surabaya.
"Jadi pengunduran diri itu sudah kami fikirkan lama. Kami berharap untuk mendiskusikan kepadai bu wali kota. Makanya kami membuat surat pengunduran diri," katanya.
Sementara itu, Direktur PT Aperindo Prima Mandiri, Kopelindo III, Agus Widiastono meluruskan bahwa berita sebelumnya bahwa Teguh Prihandoko setelah mundur dari RPH bisa saja kembali ke Kopelindo III atau PT Aperindo Prima Mandiri.
"Saya juga meluruskan pada diberita sebelumnya bahwa Pelindo III dan Kopelindo III itu dua instansi yang berbeda," katanya.
Teguh Prihandoko sebelumnya mengatakan alasan pengunduran diri yang utama karena selama ini belum ada kesamaan persepsi di internal direksi RPH dalam menjalankan organisasi perusahan.
Konflik berkepanjangan di internal RPH tersebut memuncak pada saat pencabutan NKV oleh Disnak Jawa Timur. Teguh meminta Direktur Keuangan RPH Romi Wicaksono mengeluarkan anggaran untuk memenuhi persyaratan NKV.
"Tapi Romi tidak mau keluar biaya. Padahal investasi, kebersihan, IPAL sebagai prasyarat NKV itu butuh biaya. Buat apa menyimpan uang, sementara pengelolaan RPH berdampak buruk," ujarnya.
Teguh menilai dengan kondisi konflik yang berkepanjangan ini, maka yang dirugikan adalah masyarakat, begitu juga dengan jaminan keamanan pangan akan terancam. Untuk itu, Teguh memilih sikap mengundurkan diri dengan harapan Pemkot Surabaya bisa menata ulang RPH agar lebih baik.
Saat ditanya apakah setelah ini akan kembali ke anak perusahaan Pelindo III, Teguh enggan mengatakannya. "Buka warung kopi saja," katanya sambil ketawa. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018